SEVEN

1 0 0
                                    

Kenapa kau terus melakukannya? Tanpa kamu cerita, orang lain pun tentu tahu.

Zee menggaruk kepalanya, dia bingung menghadapi semua ini.

"Mungkin saja Zee sedang ketombe-an," ucap Vizzo kala melihat Zee menggaruk kepalanya.

Tok...tok...

"Silahkan masuk!!" Zee tetap fokus menatap layar komputer nya. Vizzo masuk ke ruangan Zee dengan menenteng paper bag.

"Anda kerasukan apa sehingga mengetuk pintu terlebih dahulu?" sindir Zee. Matanya tak beralih dari layar komputer nya. Mouse nirkabelnya bergulir ke atas ke bawah.

Vizzo meletakkan paper bag-nya di depan Zee. Seketika kening Zee berkerut kebingungan.

"Nih, buat kamu." alis Vizzo bergerak seolah menyiratkan kalimat 'silahkan di buka'.

"Sampo?" Zee membolak-balikan sampo itu, perihal apa Vizzo membelikannya sampo. Zee kembali menatap Vizzo menuntut penjelasan.

"Itu sampo antiketombe," jelas Vizzo. Zee tampak berpikir sebentar sebelum dia menekan pelipisnya.

Zee menghela nafasnya. Seharusnya Vizzo lah yang harus di rawat bukan menjadi dokter.

"Apa aku salah?" tanya Vizzo.

"Tidak!!" senyum Zee mengembang. Vizzo yang paham akan senyum itu segera melarikan diri.

Ini salahku karena menjadikan diriku sebagai umpan gratis untuknya, batin Vizzo.

Zee menggelengkan kepalanya, bisa-bisanya dia bertemu dengan dokter kurang waras seperti Vizzo.

Zee kembali fokus menatap layar komputernya, sesekali dia mencetaknya; melihat kertas itu dan meremukkannya.

Ting...
Zee membaca pesan masuk dari Zyu Chan.

"Zee!!" seorang wanita berkulit putih, matanya melengkung bak bulan sabit melambai ke arah Zee.

Zee membalas lambaiannya dan segera menuju meja yang berada di pojok cafe.

"Zyu, long time no see ya," ucap Zee dan memeluk wanita berdarah Cina itu. Cukup lama mereka berpelukan. Pikiran keduanya beralih mengingat pertemuan terakhirnya di Beijing.

"Kau tak berubah sama sekali Zyu. Kau selalu suka menyebar senyummu dengan lengkungan menawan menghiasi matamu," ujar Zee kendati menatap sahabat lamanya.

"Kau jauh lebih cantik Zee." Berbagai rentetan pertanyaan menumpuk bagai jerami di kepala Zyu. Namun, tak satupun terlontar. Tak ada percakapan, sibuk dengan pikiran masing-masing. Suara es yang mengadu dalam gelas terdengar begitu nyaring. Bukan karena tiada topik, justru begitu banyak. Namun, tak sepatah kalimat pun meluncur. Hingga akhirnya Zyu berkata, "Bagaimana pekerjaanmu?"

"Lumayan sibuk. Bagaimana pekerjaan di Beijing?" Zee kembali meneguk minumannya. Sedangkan Zyu, seperti biasa dia akan selalu tersenyum. Entah terbuat dari apa bibirnya sehingga begitu mudah membentuk lengkungan.

"Kosong, jadwal operasiku tak selancar denganmu. Aku pun tak tahu kenapa menjadikan Los Angeles sebagai sasaran perjalananku, hahahahaha memang terdengar sedikit aneh." Zee hanya mengangguk menanggapi ucapan Zyu, dia mengerti keadaan Zyu.

*Vote&Comment

C I R U J A N O [On Going]Where stories live. Discover now