01. Move On

65 8 0
                                    

"Ne, kamsahabnida,"ucapku kepada pengirim surat setelah menandatangani penerimaan didepan pintu rumahku.

Aku langsung melesat ke kamar, menaiki tangga dengan sedikit berlari dan menutup pintu kamar rapat-rapat. Tak kuasa menahan debaran jantungku yang kian lama makin terasa. Dengan sigap, aku duduk di kasur dan segera membuka surat tersebut dan membacanya perlahan.

1 detik..
2 detik..
3 detik..

Aku terkulai lemas dikasur dan melempar surat itu kuat-kuat. Memukul-mukul bantal dan hampir menangis.

"Ya! Jangan dilempar begitu." Kihyun segera mengambil surat itu yang telah mendarat di lantai kamarku dengan mengenaskan.

Kihyun terkekeh. Aku hanya memberikannya tatapan ingin mencekiknya sekarang juga jika ia tidak berhenti menertawaiku.

"Mwo?"

"Aniya, kau ditolak lagi rupanya. Hahaha"

Ya. Aku ditolak melamar kerja kesekian kalinya. Sudah sekitar dua puluhan lebih aku melamar kerja ke berbagai perusahaan, tapi hasilnya nihil. Tak ada yang mau menerima.

Mengapa aku sangat sial?
Huh aku tidak tau.

"Ya! Yoo Kihyun! Beraninya kau,"aku segera melemparkan bantal-bantal serta bonekaku bertubi-tubi kepada namja pendek itu.

Ya. Walaupun dia terbilang pendek. Tapi dia lebih tinggi dariku.

"Hajima! Sohye-ah berhenti!" ucap Kihyun dengan kedua tangannya yang sedari tadi ia gunakan untuk melindungi wajahnya.

"Nanti kalau wajah tampanku tergores bagaimana? Kau mau tanggung jawab huh?" lanjut namja pendek itu.

"Ya! Bagaimana kau bisa menyebut wajahmu itu tampan?! Michin namja!"

"Arasseo arasseo, hahaha ampuni aku ratu. Bagaimana jika kita makan ayam goreng, tteokbokki pedas dan mandu kesukaanmu?"

"Aigoo Kihyun-ah, kau sangat mengerti ya apa yang kubutuhkan pada waktu-waktu seperti ini," balasku dengan senyum bangga karena mempunyai teman sedari kecil yang sangat perhatian seperti Yoo Kihyun.

Aku dan Kihyun memang sudah dekat sejak TK. Orang tua kami berteman baik. Bahkan kami hampir dijodohkan jika aku tidak bilang bahwa aku tak tahan dengan sikap narsisnya itu. Kami sudah seperti saudara. Eomma percayakan aku kepada Kihyun. Kihyun menuruti amanah eomma dan melindungiku dengan sepenuh hati.

Aku segera mengganti bajuku, mengambil mantel pink yang ada di gantungan dan sedikit memakai make-up agar terlihat lebih segar.

"Ppali kaja," Kihyun memakai mantelnya dan kami segera turun.

"Eodiga?" tanya eomma kepada kami.

"Seperti biasa eomonim," jawab Kihyun dengan senyum manis khasnya.

Eomma melirikku yang sedari tadi menghindari kontak mata dengannya.

"Ditolak lagi rupanya. Jangan pulang terlalu larut, arraseo?"

Ok. Ternyata ia sudah mengerti.

"Ne eomma," aku menjawab dengan kikuk.

Aku dan Kihyun segera masuk ke mobil. Kihyun menyalakan mesin. Aku menyalakan AC mobil tanpa izin dan segera memasang seatbelt.

Ya. Itu sudah seperti kebiasaan.
Barangnya adalah barangku juga. Hohoho.

Kihyun melajukan mobilnya ke restoran yang sering kami kunjungi. Tidak jauh jaraknya dari rumah. Hanya sekitar dua puluh menit jika naik mobil untuk kesana.

RED CARPETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang