5. Redamancy

107 19 8
                                    




Pagi itu Midam bangun terlambat. Sudah pukul lima pagi ketika ia terlompat dari kasur, makin terkejut saat ada sepasang tangan yang melingkari pinggangnya.

Seobin. Tentu saja, bagaimana ia bisa lupa? Mereka minum bersama semalam dan tak ada yang cukup sadar untuk membawa mobil pulang sehingga Midam harus menelepon jasa supir pengganti. Parahnya lagi Midam tak tahu di mana rumah Seobin, jadi ia berakhir membawa pemuda tersebut ke apartemennya.

Tapi bagaimana caranya sampai mereka bisa tidur seranjang? Midam mengintip ke balik selimutnya, untungnya bajunya masih utuh -yang benar saja, itu hal paling konyol yang ia periksa! Memangnya mereka punya hubungan apa sampai melakukan hal yang tidak-tidak? Midam memukul kepalanya sendiri.

Pintu berkeriut membuka, membuat Midam kembali melonjak untuk yang kedua kalinya. Woong mengulum senyum di balik pintu.

"Seterkejut itu?" 

 Ia berusaha menghindari tatapan Woong. 

"Aku takkan mempermasalahkan siapa yang kau bawa ke kamar, tahu? Turunlah, aku sudah membuat sup daging untuk kalian berdua." 

Anggukan Midam tampak sangat kikuk. "Tentu, terima kasih, Woong."

"Rendam baju kalian di kamar mandi dulu sebelum dimasukkan ke mesin cuci, oke?"

Midam tak bisa lebih malu lagi dari ini. Ia kembali menggumamkan terimakasih diam-diam sembari berusaha menutupi wajah Seobin yang tampak sangat tak berdosa.

Begitu Woong kembali menutup pintu, Midam segera melepas tangan Seobin dan berlari ke kamar mandi.

Bagaimana bisa ia terlihat bersama pemuda lain di depan orang yang ia sukai?!


Entah bagaimana caranya ketiganya duduk berhadapan di meja makan, tiga mangkuk sup daging terhidang di meja, Midam duduk di kursi dengan kaku, kopi di tangannya digoyangkan dengan gugup. Woong menatap Seobin yang mengenakan pakaian-pakaian oversized Midam penuh penilaian -tak terlalu buruk, pikirnya, namun objeknya malah memperhatikan mangkuk supnya.

"Boleh aku makan duluan?" ia bertanya. 

Woong memberi gestur memperbolehkan. "Silakan, nikmati makananmu." ia beralih pada Midam. "Kau tak mau makan? Bukannya jam setengah delapan kau sudah harus ke kafe?" 

"Bagaimana dengan bajuku?" ujar Seobin kemudian.

"Tinggalkan saja disini, kau boleh ambil kapan saja kau sempat."

"Terima kasih banyak, kak." 

"Apapun untuk teman Midam." mereka bertukar senyum. "Atau kalian sudah bukan teman? Lebih dari teman?"

Midam tersedak kuah dagingnya. "Demi tuhan, Woong."

Tawa Woong dan Seobin terdengar sangat puas. "Kami naik satu level." ujar Seobin senang. "Teman level dua."

"Apa aku menyetujui pernyataanmu?" tukas Midam sok galak. 

"Oh, kau harus setuju. Makin sering dua orang minum bersama, makin dekat status pertemanan mereka."

Bola mata Midam berputar bosan. "Habiskan supmu dan antarkan aku ke kafe, cepat." 

"Ckckck, lihat dia lagi." Seobin mendecak. "Membosankan. Padahal semalam dia melakukan hal yang sangat tak disangka." 

Secepat mungkin Midam menjejalkan sepotong daging yang hampir disuapnya ke mulut Seobin agar anak itu diam. "Itu memalukan. Diam."

Woong berkedip penasaran. "Apa yang kalian lakukan?" 

Orphic - Lee MidamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang