6. Rumah

83 23 12
                                    



Pada jadwal menyanyi Midam dan Woong yang berikutnya, Seobin menemui keduanya dan meminta ijin untuk bermalam di apartemen lagi dengan alasan 'sambil mengambil baju yang kemarin'. 

Midam melirik Woong, meminta pendapat. Pemuda itu malah mengangkat bahu dengan santai. "Kenapa tidak? Menginaplah. Kebetulan aku harus ke rumah Donghyun untuk merapikan tugas yang tertunda. Kau bisa pakai kamarku." 

Seobin mengacungkan jempolnya. "Kak Woong yang terbaik!" serunya, pura-pura tak melihat wajah pahit Midam yang sibuk menghindari pandangan penuh ingin tahu Byungchan dan Wooseok. 

"Lihat, itu pria yang belakangan sering  ke sini, bukan?" Midam menunjuk asal pada pengunjung yang baru memasuki kafe bersama seorang anak kecil. Di luar dugaan, Byungchan segera menyerobot posisi Wooseok dari meja kasir. 

"Biarkan aku yang melayani dia." bisiknya keras sembari mendorong Wooseok agar menjauh. "Kumohon."

Ia kembali ke kasir, tersenyum lebar. "Halo, Seungwoo. Beberapa pekan ini aku sering melihatmu."

Pria bernama Seungwoo itu menunduk sopan. "Aku baru pindah ke daerah ini." jelasnya. "Bisa aku  pesan Latte? Dongpyo, apa yang mau kau pesan?" 

Byungchan telat menyadari bahwa ada seorang anak kecil yang digandeng oleh Seungwoo. 

Adik? Keponakan? Saudara? Pikirnya.

"Aku mau roti panda seperti yang kemarin papa belikan." ucap anak itu, jemarinya menunjuk roti berbentuk  panda di etalase.

Byungchan berkedip dua kali.

P-papa?

Seolah ada petir imajiner di balik punggungnya, ia terpaku.

Serius, pria yang kelihatan semuda ini sudah berkeluarga? Dilihat-lihat, anak yang tadi disebut Dongpyo itu sudah berusia sekitar tujuh tahun. Byungchan menarik napas kecewa.

"Satu latte, satu susu hangat dan dua roti panda, tolong." suara Seungwoo menyadarkan Byungchan dari lamunan merananya.

"Baik, satu Latte atas nama Seungwoo, satu susu atas nama.. siapa namamu, manis?" 

"Dongpyo! Han Dongpyo!" seru anak itu riang.

"Satu susu atas nama Dongpyo, akan segera datang. Ini totalnya, dan silakan rotinya." 

Seungwoo berlalu ke meja dan mengucap terima kasih, Byungchan melambai sok akrab pada mereka berdua.

Yatuhan, dia jatuh hati pada pria berkeluarga..



_____________

"Makanlah camilan apapun yang kau mau, Seobin. Ada eskrim di kulkas, banyak ramen di lemari makanan juga. Kalau kau mau pesan antar, katalog pemesanan ada di meja tamu." ujar Woong sembari menjejalkan bawaannya ke dalam tas. 

Seobin yang sudah menyamankan diri di sofa ruang tengah berterima kasih, matanya tak lepas dari layar laptopnya, entah mengerjakan apa.

"Aku akan berangkat sekarang, jangan melakukan hal yang kelewatan, oke?" ia masih-sempat-sempatnya menggoda.

"Woong!" itu Midam yang berteriak dari dalam kamar mandi.

Seobin tergelak diikuti Woong yang menutup pintu sambil tertawa keras-keras.

"Tugas?" tanya Midam basa-basi sembari menempatkan dirinya di sofa panjang.

Seobin mengangguk. "Tak begitu banyak. Aku akan segera menyelesaikannya." 

"Kau tak masalah jika aku menyetel film disini?" 

"Tentu saja, tontonlah apa yang kakak mau. Aku takkan terganggu."

Setengah jam kemudian, Midam sudah terlarut dalam sebuah film aksi, sesekali Seobin mengangkat kepala dari laptop untuk memperhatikan Midam yang alisnya berkerut atau sesekali terlonjak karena suara letusan senjata api. Senyumnya mengembang tanpa bisa ditahan. Lucu, pikirnya. 

Ia bangun dari sofanya dan berpindah ke samping Midam.

"Apa?" 

"Duduk sendirian itu tidak menyenangkan. Aku mau duduk denganmu." 

Midam mengangkat alisnya. "Ya, terserah saja. Kau mau eskrim?" 

"Jariku sibuk mengetik, kak. Suapi aku." ia beralasan.

Diluar dugaan, Midam menyodorkan sesendok penuh tepat ke mulut Seobin alih-alih mengomel seperti biasanya, tatapannya masih melekat ke layar televisi. "Cepat makan atau esnya akan meleleh." 

Tentu saja Midam tak melihat senyuman penuh kemenangan di wajah Seobin sebelum ia melahap eskrim dari tangannya.

Sebenarnya tugas Seobin sudah selesai, tapi ia malah melanjutkan tugas lain yang deadlinenya masih dua minggu lagi agar tangannya tetap sibuk dan Midam akan terus menyuapinya. 

Sekali dayung, dua pulau terlampaui, kata mereka. Ya, kan? 













Waktu berlalu lebih cepat dari yang terpikirkan. Sebentar saja rasanya, Seobin sudah menyelesaikan dua esai lain dan Midam sudah mengakhiri filmnya. Eskrim di pelukannya sudah tinggal berupa susu kental yang berusaha ia sendok sampai tetes terakhirnya. 

"Berikan itu padaku." kata Seobin, dicondongkannya badannya agar bisa lebih dekat dengan eskrim -atau Midam, ya.

Midam menggeser tubuhnya dengan gestur melindungi. "Bagian cair eskrim itu yang paling enak, tahu."

"Makanya, berikan padaku. Aku tahu itu enak."

"Jangan harap." Midam buru-buru memasukkan sendok ke mulutnya. "Habis."

"Sini kucium, mana tahu masih ada sisanya." 

Jawabannya adalah pukulan keras bersenjatakan bantal sofa. 

"Mulutmu itu." Dengus Midam, susah payah ia menyembunyikan wajah malunya.

"Maaf, aku bercanda." 

___________

Seobin kesulitan tidur malam itu.
Selain karena besok adalah hari Minggu, ada alasan lain kenapa ia rela membuka mata sampai larut. 

Apalagi-atau lebih tepatnya, siapa lagi alasannya kalau bukan seorang Lee Midam? 

Midam memutuskan bahwa ia tak bisa membiarkan Seobin tidur sendirian di sofa ( Seobin menolak tidur di kamar Woong karena menurutnya itu tak sopan ), jadi ia membawa selimut musim dinginnya yang tebal ke sisi sofa sebagai matras dan tidur di sana.

Seobin bertumpu pada sikunya, tersenyum sendiri seperti orang gila hanya karena memandangi wajah damai Midam yang bernapas dengan teratur di bawahnya. 

"Kubilang, kalau indah itu biasa saja, nanti aku gila." Gumamnya merana, entah pada siapa.

Seobin tak tahu saja kalau Midam sebenarnya hanya memejamkan mata, sulit tidur karena terlalu banyak makan eskrim sampai perutnya kaku.

__________

TBC

Saya lupa apdet

Orphic - Lee MidamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang