Sebuah benda persegi dengan layarnya yang masih menyala menjadi objek benda yang tengah wanita ini amati. Sedari tadi ia tengah mencoba menelpon putra satu-satunya yang belum juga pulang. Mungkin sudah hampir puluhan panggilan yang ia lakukan untuk dapat berbicara dengan Sean, namun setelah suara sambungan telpon, hanya suara seorang oprator lah yang kembali terdengar, memberitahukan bahwa ia harus mencoba panggilan selanjutnya beberapa saat lagi karna si pemilik nomor tak kunjung menjawab.
Jae Mi baru ingat, dua hari yang lalu Sean memberitahukannya bahwa ia diajak pergi oleh teman-teman disekolahnya kesuatu tempat untuk menghabiskan waktu bersama. Wanita ini hanya mencoba berpikir positiv, mungkin pemuda itu tengah asik sampai-sampai dering telponnya tak terdengar atau bahkan memang sengaja diacuhkan agar tak mengganggu kesenangannya.
Jae Mi kembali meraih ponselnya dan menggeser menu dilayar untuk menekan suatu icon berwarna hitam.
Kali ini Jae Mi menyerah, Sean tak akan pergi jauh atau bahkan pulang begitu terlambat, pikirnya. Ia kembali asik dengan ponselnya seraya duduk disofa berwarna putih diruang tamu ini.
Mata Jae Mi dimanjakan dengan beberapa gambar makanan yang terlihat begitu lezat karna memang sebenarnya cacing didalam perutnya seperti tengah berpesta. Ditambah lagi ia baru menyadari bahwa sepuluh menit lagi adalah waktu untuk makan malam.
Sesaat bell pintu apartemen berbunyi menandakan seseorang baru saja masuk kedalam.
Jae Mi langsung bangkit dari duduknya meskipun matanya masih asik melihat deretan menu disebuah web pemesanan makanan cepat saji.“Kya.. kenapa kau baru pulang?” tanya Jae Mi yang masih saja fokus pada ponselnya. Meskipun begitu, ia dapat menyadari bahwa kini pemuda berumur lima belas tahun yang sedari tadi ia tunggu kepulangannya telah berdiri tak jauh darinya.
Pemuda yang disadari keberadaannya oleh sang ibu ini masih terdiam. Ia enggan untuk menjawab karna kini pandangannya benar-benar tertuju pada wajah figur yang terlihat begitu asik dengan ponselnya.
“Mom malas masak, kita delivery pizza ok?! Sepertinya enak.”
Sean dapat mendengar kembali suara sang ibu. Namun untuk kedua kalinya ia memilih untuk kembali diam, ada sesuatu didalam hatinya yang tengah ia tahan agar tak muncul kepermukaan dengan begitu kasar karna ia tak mau menyakini wanita dihadapannya ini.
Tak kunjung mendengar jawaban yang terlontar dari anaknya, Jae Mi langsung menaikan pandangannya untuk menatap kearah Sean. Tepat. Pemuda itu tengah memandang kearahnya.
Mata mereka saling bertemu, namun untuk beberapa detik hanya keheningan yang menghampiri keduanya.
“Tebak, tadi aku bertemu dengan siapa?!” ucap Sean dengan suaranya yang terdengar pelan namun tegas dibarengi dengan mata yang mulai terlihat memerah.
Kening Jae Mi sedikit berkerut dan detak jantung didalam dadanya terasa begitu cepat memompa darah ditubuhnya.
Suasana antara keduanya terasa menegang, dan untuk kali ini tatapan dari Sean yang ia terima dengan begitu tajam tak dapat dipahami dengan cepat oleh akal Jae Mi.
“Dad.”
Jae Mi dibuat mematung saat Sean baru saja menjawab semua kebingungan yang melandanya beberapa detik yang lalu. Bahkan kini ponsel yang tengah Jae Mi pegang terasa begitu berat untuk ia genggam.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Wedding
FanfictionSemua yang terjadi adalah tentang rasa takut. Sehun yang takut tak bisa bersikap adil, Hye Ra yang takut untuk terlupakan, dan Jae Mi yang terlalu takut untuk tak diterima.