#02 Kehangatan di Meja Makan

19 4 0
                                    

Sore ini aku sedang bersama Kakakku di kamarnya. Adik - adikku sudah di bawa pergi oleh Om Adrian agar mereka tidak menanyakan hal - hal yang aneh, terlebih lagi Jimi. Om Adrian mengajak mereka jalan - jalan dari tadi siang. Mungkin mereka sekarang ada di rumah Om Adrian, sampai Papa mengizinkan mereka pulang. Jika situasi tidak juga membaik, maka mereka akan menginap dan tinggal di sana selama beberapa hari. Kecuali Aku dan Kak Alisa. Awalnya Papa menyarankan agar aku juga ikut dengan mereka, tapi aku ingin menemani Kakak di sini. Kakak tidak pernah menginap di rumah siapapun selama ini, jadi dia tidak terbiasa. Sedangkan insiden pagi tadi, masih diselidiki para polisi. Dari apa yang kudengar, Pak Edi meninggal karena kehabisan darah karena perutnya yang menganga. Semua pembantu juga sudah memberikan penjelasan terbaik mereka, mengenai apa - apa saja yang dilakukan Pak Edi semalam. Semuanya mengaku tidak ada hal yang mencurigakan pada Pak Edi.

Seperti biasa setelah dihubungi Papa, sore kemarin Pak Edi akan datang ke rumah kami dengan membawa alat - alat yang diperlukannya untuk merapikan rumput - rumput dan juga pohon - pohon kecil yang ada di perkarangan belakang rumah. Sebelum mulai bekerja Pak Edi sempat meminum teh yang dibuat oleh Gilda. Sekitar pukul 4 sore, Pak Edi memulai pekerjaannya, dan selesai setelah matahari terbenam. Tubuh dan pakaiannya yang kotor terkena tanah, membuat Dewi menawarkannya untuk mandi dulu sebelum pulang dan ikut makan malam bersama mereka. Benar saja, karena merasa risih dengan dirinya yang kotor dan tidak enak dilihat saat itu, Pak Edi menyetujui tawaran Dewi, pembantu kami yang sudah lama bekerja untuk keluarga ini.

Menurut kesaksian Gilda dan Dewi, tepat pukul setengah 9 malam, Pak Edi memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Dan sebelum itu, Pak Edi kembali ke perkarangan belakang rumah, untuk mengambil alat - alatnya yang ia tinggalkan di sana. Karena tidak kembali lagi, Gilda dan yang lainnya mengira bahwa Pak Edi sudah pulang. Dan esoknya, pagi - pagi sekali Kila yang saat itu hendak membuang sampah di perkarangan belakang rumah, menjerit melihat Pak Edi yang tak lagi bernyawa dengan tubuhnya yang penuh darah. Kasihan sekali Pak Edi, yang aku tahu dia adalah orang yang baik. Sudah lama Pak Edi bekerja untuk keluarga ini.

"Kak, menurut kakak... Apa yang terjadi?"

"Tentang apa?"

"Pak Edi, dia..."

"Kakak tidak tahu. Mungkin dia bunuh diri?"

Aku menatap Kakak yang sedang menatap keluar melalui jendela kamarnya. Bunuh diri? Sama sekali tidak terpikirkan olehku. Apa Pak Edi ada masalah yang tidak kami ketahui? Apa?

"Nanti tanyakan saja pada Papa dan Mama apa yang terjadi."

Aku hanya mengangguk mendengar perkataan Kakakku. Mungkin Papa dan Mama tahu apa yang tidak kami ketahui tentang Pak Edi dari keluarganya, terutama istrinya.

Tiba - tiba saja aku merasakan udara dingin yang membuatku merinding. Sepertinya suana ini tidak asing bagiku. Aku melihat Kakak yang sedang berdiri sambil menatap keluar. Jika melihat Kakak yang sering melamun, terlintas dipikiranku, apa yang sedang Kakak pikirkan?

"Apa Kakak tidak takut?"

"Takut pada apa?" Kakak berbalik, menatapku.

Takut pada apa? Iya ya... Aku sendiripun juga tidak tahu. Sebenarnya aku takut pada apa? Atau... Siapa?....

"Maksudku tentang kejadian kemaren... "

"Tidak ada yang perlu kamu takutkan."

Benar kata Kakak. Sebaiknya aku berpikir positif saja sekarang.

***

Tik... Tok... Tik... Tok...

Aku menatap jam dinding yang berwarna pink, warna kesukaanku. Pukul 9 malam. Aku masih menunggu Papa dan Mama pulang. Felicia dan yang lainnya juga masih belum pulang, jika sudah malam begini, aku yakin mereka menginap di rumah Om Adrian.

Devil ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang