11

266 30 0
                                    

Hari ini adalah hari yang tidak pernah di tunggu-tunggu oleh seorang Stevia Aranda Correl, Ara masih bergelut manja di bawah selimut enggan membuka mata indahnya, fikiranya masih berkecambuk jika harus di tinggalkan seorang diri di rumah yang sebesar ini. Meskipun nanti Ana akan menginap karena paksaan Vano tetapi Ara tetap merasa gelisah dan cemas jika harus berjauhan dengan kakaknya itu. Sejak kecil Ara memang sangat takut jika kedua orang tuanya pergi untuk bekerja, namun di saat itu pula Vano selalu menenangkanya dan mengajaknya bermain untuk menghilangkan rasa takutnya itu.

*Flasback*

Dulu, saat usianya empat tahun Ara hanya di rumah bersama pengasuhnya, kedua orang tuanya sibuk bekerja bahkan sangat jarang sekali pulang, tiba-tiba saat Ara sedang bermain di kamarnya terdengar suara kebisingan di ruang tengah. Ara kecil menuruni tangga dengan sedikit ketakutan, karena tidak menemukan pengasuhnya yang berada di dapur Ara berjalan menuju ruang keluarga, Ara kecil seketika berjerit ketakutan melihat pengasuhnya sudah tergeletak dengan banyak darah di sekitar tubunya dan ada lima pria berpakaian serba hitam yang sedang sibuk merampas harta bendanya.

"Bunda!bunda!" Isak Ara kecil bergetar memanggil-manggil bundanya.

Tiba-tiba salah satu pria perpakaian hitam itu berjalan ke arahnya dengan memegang senjata tajam, Ara kecil beringsut ketakutan karena semua pelayan di rumah ini sudah jatuh pingsan.


"Abang!" jerit Ara kecil kian histeris membuat hati vano teriris mendengar suara adiknya itu, iya bersumpah akan membunuh siapapun yang berani membuat adik kecilnya ketakutan bahkan tak ada seorangpun yang bisa menyentuh adik kecilnya.

Dorr

sebelum pria itu berhasil menancapkan pisaunya di tubuh kecil Ara, Vano berhasil menembak tangan perampok itu hingga pisau yang iya pegang terhempas jauh, meskipun Vano yang saat itu baru berusia dua belas tahun namun Vano sudah sangat mahir dalam memainkan pisau dan pistol, karena ayahnya yang selalu mengajarinya untuk menjadi laki-laki yang kuat dan tangguh, bahkan setiap minggu Vano di beri waktu Khusus untuk berlatih senjata dengan ayahnya.

Dorr

Dorr

Dorr

Lima perampok itu sudah sekarat di tangan Vano kecil, Vano sangat marah melihat ada orang yang berani-baraninya hendak menyakiti adik kecilnya. Vano menghampiri adiknya yang sedang menangis ketakutan di pojok ruangan. Vano mendekapnya dengan sangat erat takut-takut ada yang melukai adik kecilnya.

"tutup matamu Ara" ucap Vano kemudian membawa Ara keluar rumah supaya adiknya tidak melihat banyaknya darah yang akan membuatnya ketakutan, Dan saat itu juga Vano menelfon ayahnya yang sedang bekerja untuk segera pulang, sejak saat itu kedua orang tua Ara menyepatkan untuk pulang meskipun hanya sebentar, Ara pun merasa sangat aman jika berdekatan dengan kakaknya Vano.

*Flasback off*


"Akhhh" Ara mengacak rambutnya frustasi ketika mengingat pengalaman buruk yang pernah ia alami.

Brakk!

Vano mendobrak pintu kamar Ara dengan perasaan khawatir yang tercetak jelas di wajah abdomisnya.

"Lo kenapa dek?" tanya Vano memegang pundak Ara khawatir.

Sedangkan Ara melongo tak percaya melihat pintu kamarnya yang sudah tak berbentuk akibat ulah kakaknya itu.

Ara menunjuk pintu kamarnya dengan wajah tak percaya, "ABANG LO NGANCURIN PINTU KAMAR GUE!!" teriak Ara histeris di depan wajah Vano membuat Vano terlonjak kaget.

"Tapi lo nggak papa dek?" tanya Vano tak menggubris Ara yang berteriak mengomelinya.

"ENGGAK PAPA!" ucap Ara dengan wajah merah padam menahan amarah.

Vano menghela nafasnya lega, kamar Ara dan Vano bersebelahan jadi wajar jika Vano mendengar sangat jelas pada saat Ara berteriak, pada saat itu juga Vano keluar dari kamarnya dan mendobrak pintu kamar Ara untuk mengecek apakah adiknya itu baik-baik saja.

"Kok muka lo merah dek?" ucap Vano polos mengusap pipi Ara.

Ara memukuli Vano dengan brutal menggunakan bantal yang berada di tangannya, "ngeselin, ngeselin, gantiin pintu kamar gue!!" kesal Ara yang terus memukuli vano lalu menjambak rambutnya kesal.

"Akh... iya, iya entar abang beliin pintu baru, lagian di rumah ini masih banyak kamar kosong". ucap Vano mencoba menghindari serangan Ara.

"Nggak mau!!pokoknya kalo Ara udah pulang sekolah harus udah bener!" ucap Ara meninggalkan Vano yang memegang tanganya yang terasa perih akibat Ara sempat mencakarnya.

BLAMM

Ara membanting pintu kamar mandi dengan keras menyebabkan Vano terlonjak kaget.

"Untuk abang sayang kamu" gumam Vano datar.

********

"Selamat pagi semuanya" sapa Ara tersenyum manis lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Pagi sayang"

"Pagi princess"

"Pagi cantik"

Ara bahagia melihat semua keluarganya berkumpul untuk sarapan bersama. Ara melirik vano dengan sinis, sedangkan yang di tatap hanya meringis pelan.

"Ada apa sayang?" tanya Lisyia melihat putrinya terlihat kesal.

"Bundaaa..., apa kau tidak ingin menghukumnya? Dia telah merusak pintu kamar Ara" adu Ara dengan menunjuk vano dengan garpu.

Lisyia hanya tersenyum mendengar ucapan putrinya itu, "vano menghawatirkan mu sayang" jelas Lisyia.

Ara mencembikkan bibirnya sebal, "ayaaahhh...." rengek Ara seperti anak kecil.

"Hahaha... tenang sayang ayah telah menghukumnya dengan pekerjaan yang menumpuk" ucap Adwes mengusap rambut Ara pelan.

Ara berbinar-binar mendengar ayahnya membelanya.

Vano hanya menghela nafasnya, lagian sejak kapan ayahnya itu memberinya tugas yang sedikit? Bahkan tidak pernah.

"Ayah sama bunda mau berangkat sekarang?" tanya Ara dengan mata berkaca-kaca, melihat penampilan kedua orang tuanya yang sudah rapi.

"Iya princess, ayah janji nggak akan lama" ucap Adwes memeluk putri kecilnya.

Ara mengangguk singkat kemudian bergantian memeluk bundanya erat, "bunda jangan lama-lama" ucap Ara terisak pelan.

"Sttss kalau sudah selesai bunda akan langsung pulang" ucap Lisyia lembut mengusap air mata putrinya, ia sangat mengetahui perasaan putrinya itu.

Ara melambaikan tangannya saat mobil BMW hitam itu mulai melaju meninggalkan halaman rumah.

"Hah.. sepi lagi"gumam Ara mengusap air matanya.

Vano merangkul pundak adiknya kemudian memberikan kecupan-kecupan kecil di puncak kepala Ara, "yuk berangkat nanti kamu telat" ucap Vano membuyarkan lamunan Ara.

"Hmmm"

"udah jangan sedih" ucap Vano mencubit gemas pipi Ara membuat sang empunya mengerang kesakitan, lalu vano mengeluarkan sebatang coklat dari kantong jas mahalnya.

Ara yang melihat berbinar senang, dengan semangat Ara mengambil alih coklat yang berada di tangan kakaknya, "makasih bang" ucap Ara memeluk vano.

Kedua kakak beradik itu berjalan memasuki mobil BMW hitam yang tengah berjejer manis di antara mobil-mobil lainya.










Lanjut.......

Jangan lupa vote and komen ya guyss!!😋😋😋

Udah ngertikan kenapa ara takut banget di rumah sendirian?

I FOUND IT (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang