BAB III

104K 1.3K 4
                                    

Aku terbangun dengan kepala pusing dan tubuh yang telanjang. Mataku memeriksa keadaan kamar yang lebih berantakan dari biasanya. Aku tidak ingat dengan apa yang terjadi semalam, sungguh. Maka dengan kepala yang masih berdenyut, ku putuskan untuk berendam di bathtub.

Sekilas, sebuah ingatan muncul bersamaan dengan dering telepon memekakkan telinga. Aku keluar dari bathtub tanpa memakai handuk lalu meraih wireless phone sambil menekan tombol answer.

"bonjour sexy lady, sedang apa kau disana? Oh, aku mendengar suara air. Apa kau sedang mandi? Aku ingin menanyakan tentang paketku, apakah sudah sampai? Kau pasti sangat menyukainya."

Kalimat pengantar dari Cessie membuatku mengerutkan dahi. "Paket apa?"

"Oh god, kau lupa tentang paket sex toy kemarin? Ku kira kau sudah membuka dan mencobanya. Mungkin saja kau bisa mencobanya pada si Tuan Sexy."

"go on Alakay, I know you want me too."

Tunggu – apa?! Itu barusan apa? Ingatan apa yang muncul barusan? Kenapa di ingatanku muncul bayangan seperti aku melakukan hal yang menyenangkan bersama Alakay. Atau itu justru hanya khayalanku saja.

"Wait Cassie, hold on. Aku harus memastikan sesuatu." Tanganku meraih bathrobe dan membanting wireless phone keatas kasur. Dengan terburu-buru aku melangkah keluar kamar dan mengetuk kamar Alakay cepat. Pintu terbuka dan munculah wajah yang membuatku sesak nafas. Aku yang tidak siap hampir saja menganga di hadapan Alakay yang menatapku polos.

"Ada apa?"

Bahkan suara rendahnya pun dapat membuat dadaku berdesir. Aku mengontrol nafasku susah payah. Dengan usaha keras, ku tatap matanya yang berwarna Almond. Tangannya yang memegang sisi pintu terlihat begitu kekar dan membuatku ingin merabanya.

"Em.. ada yang ingin kutanyakan. Apa ada yang terjadi pada kita semalam?"

Ia hanya diam sambil memandangku seolah aku adalah penipu ulung. Seperti, "Hey, are you kidding?" atau sejenisnya.

"Jadi, karena semalam aku meminum 3 gelas bir, aku mulai mabuk dan tidak ingat apa yang terjadi. Bisakah kau menjelaskannya?" desakku.

Alakay mengendikkan bahunya lalu memilih bersandar di pintu, "Kau menyerangku."

Oke, mungkin memang benar. Namun bisakah ia memilih kata yang tepat dan tidak membuatku terlihat seperti Phsyco. aku menegak saliva dengan susah payah dan memandang Alakay yang kini sedang memakai kaos polos berwarna broken white. Dia terlihat sangat sexy.

"Lalu, apa yang terjadi?" tanyaku lagi.

Ia kembali mengendikkan bahu, "Aku menolakmu." Jawabnya singkat.

Dahiku mengkerut semakin dalam dan kini memandangnya dengan cara yang aneh. Apa dia punya kelainan atau something like that. Kenapa dia bahkan bisa menolak melakukan sex disaat laki-laki lain tidak bisa menahannya.

"Apa kau gay?" tanyaku tiba-tiba. Cukup sudah, Alakay punya kelainan lain dibalik wajah tampan dan tubuh sexy-nya.

Matanya memandangku aneh dan meneliti sekitar. Dan, ternyata aku mengucapkan hal itu di antara penghuni kamar yang tengah keluar untuk bekerja atau berkegiatan. Aku tidak peduli. Masih dengan menatap Alakay, aku mencoba mencari jawaban.

"Aku..tidak..gay.." ucapnya pelan dan lambat.

"Lalu, kenapa kau tidak tergoda sedikit pun?" desakku.

"karena aku mempunyai pertahanan diri yang tinggi. Puas?" ucapnya. Kini ia mencoba menutup pintu kembali sebelum aku menahannya.

"Kamis malam kali ini, aku tunggu kau di Bar. Jika kau tidak datang, maka kau benar seorang gay." Tantangku sebelum akhirnya melenggang pergi dari hadapan Alakay dengan dada berdebar.

I'M ON RIDE (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang