Next Chapter

15 0 0
                                    

Yurina menggeliat diatas kasur sesekali menendang selimut yang menghalangi jalan udara masuk ke kaki jenjangnya. Yurina membuka matanya perlahan meresapi sinar matahari yang masuk dari celah-celah jendela di sebelah kasurnya. Jari-jari lentik Yurina meraba meja disebelah kiri. Sudah pukul 06.15, satu jam lagi Yurina harus berada di depan komputer.

"Baiklah saatnya bangun Yurina"
Dengan menyeret kaki, Yurina menuju ke dapur untuk mengambil segelas air mineral dan satu buah pisang. Ini merupakan kebiasaan pagi Yurina sebelum berangkat ke tempat paling menyenangkan di dunia -kantor.
Yurina mengambil ponselnya, berharap tidak ada sesuatu yang terlalu penting untuk Ia pikirkan hari ini.

 Brettybang started following you. 

Yurina hampir tersedak melihat layar ponselnya "a-apa?! b-bagaimana bisa?!" butuh beberapa saat sampai gadis ini menyadari sesuatu "aiyaa, aku kan memang mencantumkan nama lengkap di instagram. Dasar bodoh" 

Yurina dengan kemeja putih dan rok span merah bata terlihat anggun. Rambut panjangnya terurai bebas dibawah bahu, dan kacamata tentunya. Yurina bekerja di perusahaan makanan organik sebagai pengecek kadar di setiap produk. Memang pekerjaan Yurina sehari-hari menggunakan komputer tetapi tetap saja jika ada yang harus dipantau, Yurina akan kembali ke alamnya yaitu laboratorium.

Yurina mengambil ranselnya dan siap untuk berangkat. Ia memesan taksi online lewat ponselnya. "10 menit lagi taksi akan datang, tidak boleh ada barang yang tertinggal."

ding dong

Yurina berjalan dengan cepat menuju pintu, sambil memegang gagang pintu Yurina berharap "tolong jangan tamu, aku sedang terburu-buru". Yurina membuka pintu dengan cepat.
Matanya membelalak, tangan kirinya menutupi mulut mungil yang terbuka. dihadapannya terpampang nyata seseorang membawa case biola dipunggungnya.

"Brett-?"

"Oh, hai Yurina. maaf mengganggu pagimu" Brett mengambil sesuatu dari saku jaket hitamnya

"Ini kendamamu. Kemarin Eddy memberi tahuku kalau kau meninggalkan kendama di mobilku"

"Ah iya, terimakasih Brett. Maaf merepotkan, um- kau mau mampir dulu?" terlihat jelas Yurina sangat gugup kali ini

"Terimakasih tapi aku harus pergi. semoga harimu menyenangkan" Brett meninggalkan pintu apartemen Yurina dengan senyum yang ceria dibalas dengan senyum canggung Yurina.

Perlahan Yurina menutup pintu.

Yurina. Berteriak. Jantung Yurina seperti jatuh ke lutut bahkan mungkin ke mata kaki. Yurina meremas batang kendama berbola merah muda itu. Lalu, tersenyum.

"Semoga harimu menyenangkan juga, Brett"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Hari sudah gelap Yurina sedikit berlari menuju lobi kantor khawatir taksi online pesanannya pergi karena calon penumpangnya ini tidak kunjung datang. Keberuntungan memihak pada Yurina kali ini, taksi sampai tepat saat Yurina keluar kantor.
Yurina melirik jam tangan dan menghela napas "kapan ada lelaki yang akan menjemputku?"

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Yurina berdiri di depan pintu coklat tua itu. Yurina sengaja tidak langsung pulang ke apartemen tetapi Ia berkunjung ke rumah orang tuanya.
Yurina membuka pintu. Dilihatnya sekeliling ruang tamu. Foto-foto masa kecil terpajang rapi di dinding, beberapa piala kecil lomba musik klasik milik Yurina berjejer di sebelah piano kesayangan Ayahnya. Foto favoritnya adalah satu-satunya foto yang disimpan diatas piano. Difoto itu Ibu, Ayah, dan Yurina kecil tersenyum lebar. Terlihat sangat bahagia.

Yurina menyimpan tasnya di sofa dan mengambil segelas air. Ibu mungkin sedang keluar, batin Yurina.

Yurina mendengar deru mobil dari luar.
Mungkin itu Ibu. Yurina dengan semangat berlari dari dapur ke pintu, berencana akan memberikan pelukan kejutan kepada Ibunya.

Yurina terdiam setelah membuka pintu. Bukan Ibunya yang pulang, tetapi sang Ayah. Yurina merasakan hatinya remuk dan berantakan, air mata Yurina jatuh. Betapa terkejutnya gadis ini melihat sosok lelaki paling Ia cintai di dunia bergandengan tangan dengan perempuan paruh baya yang bukan Ibunya.

"Yurina- kapan kau sampai?" lelaki dengan perawakan besar ini mencoba memeluk anak gadisnya.
Yurina tidak menggubris pertanyaan Ayahnya, perhatian Yurina tertuju pada wanita di depannya. Yurina menatap dengan penuh kebencian, seakan tatapannya bisa merobek dada wanita itu.

"Kau tau? Jika kau tidak lebih tua dariku, wajahmu sudah habis aku robek" Yurina menatap tajam wanita itu sebelum mengambil tas dan pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal pada Ayahnya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Yurina duduk di meja depan minimarket dengan segelas kopi ditangan kanan dan tangan lain sibuk menyeka pipinya yang basah. Yurina tidak ingin menangisi hal itu, karena ini bukan pertama kalinya Ia melihat sang Ayah bergandengan dengan wanita lain. Tapi tetap saja Ia menangis. Yurina lelah dengan kehidupannya saat ini. Rasanya semua beban di seluruh dunia Ia tanggung. Mulai dari ditinggal Fai, Ayahnya berselingkuh untuk kesekian kalinya, dan Ibu yang selalu mabuk saat pulang dari berpergian.

Entah mahluk apa yang merasuki jiwanya saat ini. Yurina mengambil cutter dari tas dan melukai lengan mulusnya. Darah keluar sedikit demi sedikit. Yurina menempelkan wajahnya ke meja sambil menangis.

"Biarkan aku mati disini, bukankah mati lebih baik dibandingkan hidup yang menyedihkan?" Suara Yurina bergetar dan lemah. Darah mulai mengotori lengan kemeja yang Ia pakai.

"Dasar bodoh, kenapa kau mengotori baju kerjamu dengan darah?" Suara berat itu berhasil membuat tangis Yurina berhenti karena terkejut.
"Apa kau malaikat pencabut nyawa? Apa aku sudah mati? Dimana suara biola dan harpanya? Bukankah aku akan masuk surga?" Yurina berteriak dengan posisi wajahnya yang masih menempel di meja.

Lelaki ini menghela napas dan mengepal tangannya karena sikap wanita ini terlalu menggemaskan bahkan saat Ia menangis.

"Tidak ada biola dan harpa untukmu nona, hanya tersisa biola alto disini" Lelaki yang duduk di hadapan Yurina ini tertawa kecil
"Apa-" Yurina menegakkan kepalanya dan membuka mata.
"Apa yang kau lakukan disini? Kau akan memberiku senyuman adiktifmu dan memberiku kendama baru?" Yurina tampak tidak bersemangat berbicara pada Brett malam ini.
"Kau membutuhkannya? Baiklah, ini dia" Brett tersenyum lebar sembari memperlihatkan barisan gigi yang rapi.
Yurina tidak menunjukan respon apapun, Ia hanya terdiam menatap Brett.

"Ayolaah, jangan begitu. Lihat, rambut hitam indahmu berantakan. Riasan wajahmu luntur gadis baik" Brett mengusap pipi kanan Yurina.
Yurina masih tidak bereaksi.

"Dengar, aku belum tau apa masalahmu. Tapi percayalah chapter barumu akan lebih indah"
"Bagaimana bisa kau tau chapter baruku akan indah?" Yurina mulai menghapus jejak-jejak airmatanya
"Karena sekarang kau punya manusia terbaik di dunia, Brett Yang" Brett tertawa kecil setelah menyadari apa yang baru saja Ia katakan, begitu pula Yurina.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••
It's been a looongg timeeee aku ga updet~ wkwowkwo ///gada yang nunggu juga :')
Beri kritik dan saran yaa teman-teman!1!1 biar potato ini bisa belajar lagi heehehee
-roastable,💕

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 10, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Spring [Brettybang Fanfiction]Where stories live. Discover now