PERSEMBAHAN I

45 11 10
                                    

  Cinta berkisah:

  Pada tahun ketiga setelah bumi melepaskan dekapannya; Ia kembali berusaha memahat sebuah nisan di atas hamparan tanah kering bebatuan.
  Kelak, lembah-lembah sekitar akan segar menghijau...

  "mentari senja telah mengucap salam perpisahan pada bukit gersang! Cinta, marilah kita pergi menuju ke perbukitan..." sahutnya.

  Pada wajahnya bersinar kemilau emas dari cahaya senja;
  Ia mengulurkan tangannya padaKu.

Ia berjalan di depan, dan Aku mengikuti langkahnya.
.
Dalam perjalanan ia bertanya padaKu; Apakah dirinya telah mengecewakanKu? Apakah dirinya masih pantas mengenalKu?  Namun ia tetap tersenyum dalam ratapannya.

Aku seketika menjawab, sungguh ia bisa melepasKu jika ia mau; Namun Aku takkan pernah mau untuk melepasmu, kekasihKu.

Seketika itu jua ia menjawab; Tidak Cinta! Pintu jiwaku seutuhnya senantiasa terbuka. Aku tiada menghamba kesyahduan jua ketentraman dariMu, aku mencintaiMu untukMu, kekasihku...

Ia menangis tanpa air mata, dan Aku tahu itu.

Saat mencapai perbukitan, ia meregangkan sebelah tangannya,

"inilah perak terakhir hari ini; Dan ia telah mempersembahkannya pada bumi” sahutnya tentang mentari senja.

Dan kami telah berada di sana.

"merapatlah Cinta, aku ingin menghapus duka wajahmu" bisiknya.

  Dan Aku segera melakukannya untuknya.

Dan Aku duduk di sampingnya. Di atas tanah gersang perbukitan; Aku memandang duka dunia pada senyumnya.

Dan katanya ia tak ingin pulang.

"aku bertanya-tanya, burung menyulam sarang kasih sayang atas panggilan hati kekasihnya, tibakah waktuku untuk pulang?" ia menggenggam erat-erat jemariKu, "bumi belum siap menerimaku, langit belum mau menyambutku, dan saat inilah dikatakan; Hari bukan lagi siang, namun malam tak kunjung datang..."

"ketika sungai kecil yang mengering ini masih menyapa bukit dalam bisunya, ketika angin yang tak lelah mengembara ini tetap mengenal lembah-lembah dalam derunya, haruskah aku pulang?" senyum di bibirnya menyentuh jiwaKu

"terang bukanlah selamanya milik siang, karena hari tak selamanya fajar. Walau bintang-bintang saat ini tiada datang menjelang; Namun malam senantiasa mendekap rembulan melindunginya dengan kegelapan..."

"tataplah aku, Cinta. Tlah kucoba melukis wajahnya pada langit malam, namun sekejap itu jua mendung hitam menelannya sirna. Tlah kucoba memahat bayangnya pada hamparan dunia, namun seketika itu pula senja menghapusnya. Dan tlah kucoba mengukir namanya di hatiku; Namun pedih-perih sembilu menguasaiku”

"seandainya bukan karena penghormatanku padaMu, Cinta, niscaya kan kutanggalkan jubah kebijaksanaan; Dan aku kembali bertelanjang..." sahutnya lirih.

  Demikianlah ia berbicara. Dan terhadap segala pengorbanannya; Aku terlupa.

Untuk beberapa saat ia tak bersuara, Aku tak bersuara.

Namun secara tiba-tiba saja; Aku menangis tanpa air mata 

Seketika itu jua ia segera merengkuh tubuhKu, dan Aku memeluknya

Dan aku tahu; Kami berdua melakukannya untuk dia...

PELITA SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang