“Bagaimana keadaan Sakura? Apa dia sudah siuman?” tanya Eriol khawatir. Tomoyo mengangguk pelan.
“Dia sudah sadar tapi dia merasa sakit kepala, katanya belakangan ini dia jadi semakin sulit untuk tidur. Jadi, aku menyuruhnya untuk tidur. Aku akan membangunkannya sebelum jam makan siang nanti.”
“Lalu apa hubungannya dengan koran yang sebelumnya kalian lihat saat sepupumu pingsan tadi? Yah, aku tahu ini bukan urusanku, aku hanya ingin tahu.” tanya Syaoran.
Eriol mengambil kembali koran yang dimaksud dan memberikannya pada Syaoran.
“Bacalah.” Kata Eriol pelan.
Syaoran membaca setiap kalimat dalam koran tersebut dengan seksama, butuh waktu kurang lebih beberapa menit untuk membaca keseluruhannya.
“Wanita yang selamat dalam berita ini, itu adalah Sakura. Kami berenam ada di kelas yang sama ketika sekolah menengah atas, salah satu di antara korban itu adalah tunangan Sakura.” Jelas Eriol.
“Kami tidak begitu tahu bagaimana detail kejadiannya, Sakura menyaksikan semuanya tapi dia tidak bisa memberikan keterangan dengan baik, dia mengalami trauma yang mempengaruhi kehidupannya setelah kejadian itu.” Sambung Tomoyo.
Setelah itu mereka juga memberitahu dan menjelaskan pada Syaoran apa yang terjadi dengan Sakura pasca peristiwa tersebut.
Di sisi lain Sakura sedang kesulitan saat mencoba untuk tidur. Dia berguling ke kiri dan ke kanan untuk mendapatkan posisi yang nyaman tapi rasa sakit di kepalanya semakin bertambah. Dan akhirnya setelah berjuang melawan rasa sakit kepala yang hebat, Sakura akhirnya tertidur dan mulai bermimpi lagi.
***
Shinici segera turun dari mobil, namun sebelum dia mencoba untuk mendekat, pria misterius itu mencekik Sakura dengan lengannya dan mengarahkan pistol ke pelipis kanan kepala Sakura.
“Oke, katakan apa yang kamu inginkan, aku akan berikan apapun, tapi jangan sakiti wanita itu. Lepaskan dia!” mata Shinici menatap tajam.
“Aku tidak ingin apapun, aku hanya ingin Sakura.” jawab pria misterius itu dengan suaranya yang berat.
Deg! Sakura terkesiap, tubuhnya tiba-tiba saja menggigil begitu mendengar namanya disebut.
“Sakura?” Shinici mengerutkan kening, “Siapa kamu sebenarnya?”
“Bukan urusanmu!” pria itu menekan ujung pistol lebih kuat pada pelipis Sakura hingga membuatnya meringis.
“A – apa salahku?” Suara Sakura bergetar.
Bughh!!! Dari arah samping, Yamazaki mengayunkan kakinya ke atas membidik wajah pria misterius itu tepat di bawah rahang. Pria itu terhuyung hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan tetapi tidak membuatnya terjatuh, bersamaan dengan itu Sakura jatuh tersungkur ketika cengkraman lengan pria itu melemah di lehernya.
Entah kapan Yamazaki keluar dari mobil dan bagaimana bisa serangannya tidak disadari oleh pria itu, tapi berkat Yamazaki akhirnya Sakura berhasil terlepas dari pria itu.
“Sakura!!” seru Shinici.
Saat itu Sakura melihat pistol yang ada di tangan pria tadi terjatuh, itu merupakan suatu kesempatan bagi Sakura, kakinya segera menendang pistol tersebut menjauh. Merasa kesal, pria tadi segera mengayunkan kakinya ke kepala Sakura dari arah belakang yang sontak saja membuat tubuhnya tergelimpang. Kejadian itu terjadi begitu cepat sebelum Shinici tiba di dekat Sakura.
Ngiiing!! Tendangan yang cukup keras di kepala Sakura tadi membuat telinganya berdenging, matanya berkunang-kunang hingga dia kesulitan untuk bangun. Shinici memegang kedua bahu Sakura, mencoba membantunya untuk bangkit dan memastikan jika dia tidak terluka.
Di sisi lain Yamazaki sedang kesulitan menghadapi serangan dari pria berpakaian serba hitam itu, dia terlihat sangat mahir dalam perkelahian, gerakannya sangat cepat dan tepat, Shinici yakin Yamazaki tidak dapat bertahan melawannya sendiri.
Ketika Chiharu datang di sekitar Shinici dan Sakura. Shinici segera meminta bantuan Chiharu untuk mengambil alih Sakura.
“Kalian berdua pergilah, tolong jaga Sakura bersamamu.” Kata Shinici pelan. Chiharu mengangguk. Sakura meringis mencoba menatap Shinici dengan pandangannya yang kabur.
“Kami akan baik-baik saja.” Shinici berbisik lembut di telinga Sakura dan meninggalkan ciuman di keningnya sebelum pergi pada Yamazaki.
“Ayo Sakura.” Chiharu memapah tubuh Sakura.
Sialnya Sakura maupun Chiharu sama sekali tidak ada yang bisa mengemudikan mobil, sehingga mereka berdua pergi sejauh yang mereka bisa lakukan. Namun, mereka bergerak dengan lambat karena keadaan Sakura yang masih sempoyongan.
“Sial, daerah ini sepi sekali. Aku sudah menghubungi polisi, kuharap mereka segera datang.” Suara Chiharu bergetar, dia sendiri ketakutan dengan keadaan saat ini.
Doorrr!!! Doorrr!! Ditengah pelarian mereka tiba-tiba saja terdengar suara tembakan yang cukup keras diiringi suara erangan yang membuat langkah Chiharu dan Sakura terhenti.
“Chiharu, aku ingin kembali.” Sakura melepaskan tangannya dari Chiharu.
“A-aku juga Sakura. Tapi ini bukan keputusan yang baik kan.”
“Aku tahu, tapi apa kau tidak khawatir dengan suamimu? Aku khawatir dengan Shinici.”
“Tentu saja aku khawatir, sangat! Tapi Sakura....,”
“Kalau begitu ayo kembali!”
Ketika mereka kembali, pria yang yang berpakaian serba hitam itu sudah tak terlihat lagi. Mereka terkejut menutup mulut mereka sendiri ketika melihat darah telah bertumpah dimana-mana. Yamazaki tergolek tak bernyawa dengan kondisi kepala yang tertembus oleh peluru.
“Yamazaki!!!” teriak Chiharu, dia menangis sejadi-jadinya mengguncang tubuh Yamazaki meski dia tahu jika suaminya tidak akan bangun.
Sakura tidak sanggup mengeluarkan suara, tubuhnya gemetar hampir tak mampu lagi menopang tubuhnya sendiri saat melihat keadaan di depan matanya.
“Sa – ku – ra” rintih Shinici. Dia terbaring lemah cukup jauh dari keberadaan Yamazaki. Shinici memegangi perutnya yang tertembus peluru. Darah kental itu tidak saja hanya keluar dari perutnya, tapi juga dari mulut, mata Shinici memerah menahan rasa sakit, air mata mengalir dari sudut matanya.
Sakura menggelengkan kepala berulang-ulang, tubuhnya beringsut ke tanah ketika dirinya tak mampu lagi untuk berdiri, rasa dingin menyelimuti seluruh tubuh, itu benar-benar menyesakkan. Ketika dia melihat kaki Shinici bergetar, dia berusaha bangkit akan tetapi tubuhnya menolak untuk melawan rasa takut. Akhirnya Sakura merangkak mendekati tunangannya yang tak berdaya.
Shinici melirik Sakura yang berada di sampingnya sedang menggenggam jari jemarinya dengan gemetar. Dia khawatir pada Sakura, dia juga tahu bahwa Sakura ketakutan setengah mati, ingin rasanya memeluk Sakura untuk menenangkannya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, yang bisa dilakukannya saat itu hanyalah menatap Sakura, merekam wajahnya dalam ingatan yang mungkin akan jadi yang terakhir kalinya.
“A – ku m – cin – ta sa – ku – ra” ucap Shinici tersengal-sengal.
Sakura tahu bahwa Shinici bermaksud menyampaikan bahwa dia mencintainya. Sakura mengangguk dengan wajahnya yang pucat pasi, dia menelusuri wajah tunangannya dengan jari-jemarinya.
“Tolong, t – tolong jangan bicara dulu.” Ucap Sakura terbata-bata.
Lalu dia melihat mata Shinici sedang menatap aneh, dia tidak tahu apa yang terjadi, itu membuatnya semakin takut dan juga khawatir hingga dia mendengar suara Chiharu.
“Sakura!!!” jerit Chiharu.
Bruukk!!! Tiba-tiba dia melihat Chiharu terjatuh di sebelahnya disusul dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Mata emeraldnya membulat disertai hawa dingin menakutkan yang menyergap dirinya dari belakang. Sakura menegak liur menegang.
“Aaaakkkhhh!!!” jerit Sakura ketika rambutnya ditarik kebelakang.
“Sekarang, siapa yang akan menolongmu, hah?!” pria itu melemparkan Sakura kesamping, nafasnya terengah-engah.
Pria itu memegang palu yang berlumuran darah Chiharu dan mengayunkannya pada Sakura tetapi sebelum itu mengenai Sakura, Shinici memegangi kaki pria itu.
“Ja – ngan. T – tolong ja – ngan.” Rintih Shinici.
“Aaarrrgggh!! Persetan, siapa peduli! Menyingkir!!!” pria itu menggeram, menghentakkan kakinya. Sedetik kemudian dia menendang Shinici dan mengayunkan palu tersebut tepat di kepalanya.
“Tidak!! Apa yang kau lakukan!!” jerit Sakura.
Craaaatt!! Darah memercik ke wajahnya. Sakura nanar melihat kejadian di depannya, setelah itu Shinici sama sekali tak bergerak lagi. Mata emeraldnya terbelalak dan dia menutup mulutnya sendiri ketika darah segar mengalir ke arah kakinya, tubuh mungil gadis manis itu gemetar hebat.
Pria itu menjatuhkan palu yang bersimbah darah itu dari tangannya, tapi itu belum berakhir. Selanjutnya dia mengeluarkan pisau lipat dari saku jaketnya.
“Bagaimana? Bagaimana rasanya melihat orang yang kau cintai tewas di depan matamu? Dia tewas karena kamu, semuanya karena kamu, Sakura. Kamulah penyebabnya!” Dia mendekatkan wajahnya pada wajah Sakura, dia yakin nafasnya bisa dirasakan oleh Sakura melalui kulit wajahnya yang lembut, itu terlihat dari bagaimana Sakura bergidik ketika dia menghembuskan nafasnya. Sebelah tangannya memegang dagu Sakura, dan sebelahnya lagi menjelajahi wajah Sakura dengan pisau.
“Bunuh aku! Bunuh! Itu kan yang kau inginkan? Cepatlah bunuh aku!!!” Jerit Sakura dengan suara bergetar.
“Ckckck..., Ini jadi menarik. Tadinya aku hanya ingin membunuhmu, tapi malam ini aku sudah banyak membunuh orang. Jadi mau bagaimana lagi, sepertinya aku akan membebaskanmu dan bermain-main dengan hidupmu, aku akan membuatmu menderita Sakura.”
“Kenapa kau melakukan ini padaku?”
“Agar kau merasakan apa yang aku rasakan. Kau pikir, kau sangat cantik kan? Hingga kau bisa berlaku sombong. Bagaimana kalau aku membuat wajah cantikmu ini cacat, kupikir tidak akan ada seorang pun yang sudi denganmu.” Pria itu tertawa pelan. Sakura terbelalak lagi ketika mendengar ucapannya. Rambut Sakura kembali ditarik ke belakang, membuatnya meringis kesakitan.
“Mari kita mulai ini di tempat yang masih bisa disembunyikan terlebih dahulu, bagaimana dengan kening? Kamu bisa menutupinya dengan rambut! “ pisau itu seolah dibuat menari-nari di wajahnya hingga akhirnya berhenti di kening nya dan menggoreskan pisaunya secara perlahan-lahan.
“Aaaakkkhh!!! Aaakkhhh!!” Sakura menjerit kesakitan, kakinya memberontak, tapi pria itu tidak peduli. Lalu terdengar suara sirine polisi yang membuat dia menghentikan aksinya.
“Cukup sampai disini dulu permainan kita, aku janji akan kembali dan membuat wajahmu benar-benar cacat!” katanya ketika mengangkat kepala Sakura dengan sekali tarikan pada rambutnya, dia tersenyum puas melihat darah di keningnya mengalir ke wajahnya, sedetik kemudian dia membenturkannya ke aspal. Sakura tidak bisa melihat apapun lagi, semua terlihat gelap, dia tidak mampu merasakan tubuhnya sendiri, terasa berat untuk bergerak. Lalu tak berapa lama Sakura samar-samar mendengar suara orang bergumam di dekatnya, entah apa yang dikatakan, sedikit yang dia tahu itu terdengar seperti, “tolong cepat, wanita ini masih hidup.” beberapa saat kemudian dia tidak mendengar atau mengingat apapun lagi.
***
Syaoran duduk di tepi ranjang memperhatikan Sakura yang sedang tertidur dengan nafas yang terengah-engah, keringat membanjiri keningnya, sesekali Sakura mengubah posisi kepalanya ke kiri dan ke kanan.
“Apa dia sedang bermimpi buruk?“ pikir Syaoran.
Dengan ragu-ragu Syaoran mengguncang bahu Sakura, berharap itu bisa membangunkannya. Namun, Sakura tak kunjung bangun. Syaoran mulai panik ketika Sakura mulai meringis dan menangis dalam tidurnya.
“Apakah seburuk itu mimpimu?” pikir Syaoran lagi, dia menjadi tidak tenang, “Oii!! Bangunlah!” Syaoran menepuk-nepuk pipi Sakura.
“Aaaakkkkhhh!!!!” pekik Sakura tiba-tiba ketika mendadak bangun dan langsung terduduk, dia memegangi dadanya berusaha mengatur nafasnya yang tidak teratur. “Kenapa? Kenapa? Kejadian itu selalu menghantuiku dalam mimpi.” Sakura menekuk lutut dan membenamkan wajahnya disana untuk menumpahkan air matanya.
Sakura terisak dan Syaoran bisa mendengar itu dengan jelas.
“Hei, kau tidak apa-apa?” tanya Syaoran canggung.
Deg! Sakura terkesiap mendengar suara pria yang tak dikenalinya berada dalam satu ruangan dengannya, dia segera menoleh ke pemilik suara tersebut, sontak saja Sakura melompat turun dari ranjang.
“Siapa kamu?” tanya Sakura dengan suaranya yang sedikit serak dan bergetar.
Syaoran tidak menjawab, dia melangkah mendekat tapi Sakura mundur beberapa langkah darinya.
“Jangan mendekat!” gertak Sakura.
Syaoran menghentikan langkahnya, “Apa kau baik-baik saja?”
“Dimana Tomoyo?”
“Hah? Tentu saja dia ada disini.”
“Apa yang kau lakukan padanya?”
“Apa yang aku lakukan?” Syaoran bingung. “Apa dia pikir aku penjahat atau semacamnya?” pikirnya.
“Aku tidak melakukan apapun, apa kau baik-baik saja?”
“Bukan urusanmu!” Sakura mundur beberapa langkah lagi seolah Syaoran berjalan ke arahnya, tetapi Syaoran bahkan sama sekali belum bergerak dari tempatnya.
“Apa kau takut padaku?” Syaoran bertanya hati-hati.
“Ya.” Sakura menjawab jujur.
“Kenapa?”
“Entahlah.” Sakura mengawasi gerak-gerik Syaoran.
Syaoran mengangkat kedua tangannya ke atas, “Lihat! Aku tidak memegang apa pun. Namaku Li Syaoran teman baik Eriol, anggaplah aku saudaranya, aku datang dari Hongkong 2 minggu lalu, untuk sementara aku akan tinggal disini. Dan kau perlu tahu, aku tidak menyakiti wanita. Aku disini karena Tomoyo memintaku untuk melihat keadaanmu.”
“Kau mengenal sepupuku?”
“Tentu saja, dia berbisnis dengan keluargaku.”
“Begitu rupanya. Aku....”
“Kinomoto Sakura, benarkan?”
“Bagaimana kau tahu namaku?”
“Tomoyo dan Eriol pernah bercerita tentangmu padaku.”
“Oh, begitu.” Lirih Sakura. Tiba-tiba Sakura merasa pandangannya berputar hingga tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
“Hati-hati” Syaoran menangkap Sakura, sebelah lengannya mengelilingi pinggang Sakura sementara sebelah tangannya memegangi tangan Sakura.
Mata hijau emerald Sakura bertemu dengan amber milik Syaoran seolah saling menyapa, seketika sang pemilik mata amber terkesima dengan kemurnian dan kilauan indah dalam emerald tersebut seperti memantulkan cahaya yang berbeda, berkelap-kelip seperti bintang-bintang yang bertaburan dilangit.
Lembut.
Memikat.
Membawa kenyamanan dan kehangatan di dalam jiwa dengan tatapan intens yang mereka ciptakan. Ini benar-benar seperti sihir yang membuat Syaoran tenggelam pada sepasang bola mata emerald didepannya seolah itu adalah purnama tercantik yang pernah dilihatnya. Mereka terjebak dalam posisi itu dengan pikiran masing-masing yang berkelana entah kemana.
“Waw.” Sakura bergumam tidak sengaja.
“huh?” Syaoran tersadar dari terkesimanya, “kau tidak apa-apa? Sepertinya kau pusing” dibantunya Sakura duduk kembali di atas tempat tidur.
“Um, ya sedikit hehehe,” ucap Sakura canggung.
“Ngomong-ngomong, apakah matamu seperti itu sejak kau lahir?” Syaoran menatap mata Sakura lagi.
“Mataku? Hmm, tentu saja. Ada apa?”
“Aku belum pernah bertemu dengan seseorang yang memiliki mata berwarna hijau emerald sepertimu, terlebih mereka seperti berkilauan.”
“Aku berterima kasih jika itu sebuah pujian. Ibuku juga memiliki mata yang sama persis denganku.”
“Aku yakin ibumu sangat cantik.”
“Ya, kau benar, dia sangat cantik. Ngomong-ngomong matamu juga kuning..., Ah tidak itu cokelat tapi keemasan. Itu terlihat seperti mata serigala.”
“Pengamatanmu sangat baik nona Kinomoto. Ibuku juga berkata seperti itu, aku mewarisinya dari Ayahku.”
Sekali lagi, Syaoran dan Sakura saling bertukar pandang, lalu mereka terkekeh bersama.
“Masih takut padaku?”
Sakura menggelengkan kepalanya, “Aku benar-benar minta maaf untuk hal tadi.” Sesalnya.
“Tidak masalah. Jadi, apa sekarang kita bisa berteman?” Syaoran mengulurkan tangannya dan Sakura menyambutnya.
“Tentu saja kita bisa.”
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/185384379-288-k913698.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Emerald Eyed Girl
FanfictionDia gadis bermata emerald.... Sepasang bola mata emerald harusnya terlihat menggoda. Akan tetapi, tidak dengan gadis ini. Itu terlihat sangat rapuh, ada kesedihan dan ketakutan yang terpancar di dalamnya. Bayangan peristiwa di masa lalu selalu men...