[1] Nightmare.

4.3K 386 57
                                    

Desiran angin besar menerpa jendela-jendela usang sebuah bangunan dengan gaya khas eropa. Suara hujan, derit lantai kayu yang terinjak ditambah dengan pukulan angin yang menghantam tembok semakin menambah dinginnya atmosfir ruangan dengan lorong yang memiliki beberapa lukisan bernilai mahal. Bukan, untuk sekarang aku tak akan menceritakan bagaimana lukisan itu dibuat oleh tangan-tangan ajaib profesional luar negeri melainkan seorang pemuda yang baru saja terlihat dari ujung lorong. Ia berlari, seperti seorang tengah mengejarnya. Terjatuh, dan bangun terburu-buru. Napasnya tersengal diiringi suara teriakan minta tolong keluar dari mulut dengan bibir tipis sewarna cherry.

Tolong, tolong katanya. Namun sayang, tak ada seorang pun yang mendengar terikan menyakitkan hati itu. Tenggorokannya sudah sakit, mungkin sudah berdarah karena kering tapi terus ia paksa berteriak. Keringat bahkan juga telah membasahi pelipisnya dengan rambut hitam setengah basahnya. Lantai kayu terus ia injak dengan sepatu boot yang ia pakai. Menoleh ke belakang dengan percuma. Tak ada siapa-siapa tapi ia merasa bahwa sekarang ada orang yang mengenjarnya. Paru-parunya kering, ia butuh udara segar. Bukan berada di tempat mengesalkan dengan dinding tua yang bahkan telah terkelupas catnya.

Perlahan, suaranya telah habis bersamaan dengan tubuhnya terjerembab ke lantai kayu yang hampir lapuk di bawahnya. Matanya terbelalak, menatap fokus ujung lorong dengan jendela berdebam memecah malam. Ia terus berusaha menghindar, menjauhkan diri sebisanya.

"Tidak, bukan aku! bukan!"

Ia berujar sambil menggeleng, memohon agar ia dilepaskan dan diberi ampun. Namun, aroma menakutkan itu semakin kental semakin terasa bahwa dirinya berada di ujung kematian, sampai…

BRAK!

"Ah!"

Suara erangan sakit karena terjatuh dari tempat tidurnya menyadarkan Jungkook dari mimpi buruk yang baru saja ia alami. Pemuda yang hanya berpenampilan shirtless tersebut lantas mengusap-usap pinggangnya. Meringis sakit sebelum bangkit dari jatuhnya yang tak ia sengaja.

"Sial!" pekiknya.

Ia meraih segelas air mineral yang sengaja ia sediakan di atas nakas dekat tempat tidur singlenya. Menenggaknya brutal sebelum kembali terengah-engah mengingat mimpi yang sudah beberapa hari ini selalu menghantuinya.

"Kali ini ruangan lain." lirihnya.

Jungkook tidak mengerti, semenjak pertemuannya dengan gadis beriris jingga beberapa waktu lalu membuatnya selalu mengalami mimpi buruk. Bukan, ini bukan mimpi biasa. Mimpi yang berulang lebih tepatnya. Kejadian yang berlanjut, tempat yang hampir sama bahkan suasana yang tak jauh berbeda. Tapi jika ini akibat dari pertemuannya dengan sang gadis, mengapa ia sama sekali tak berada di dalamnya? Jungkook yakin itu. Ia mengusap keningnya, mendongak menatap langit-langit kamarnya sebelum menoleh melihat langit melalui jendela. Malam ini, cahaya bulan dengan bebas menerangi seluruh belahan dunia. Menisik masuk, merayap gordin putih tulang dengan angis sepoi musim gugur menerpa wajah tampan pemuda Jeon yang masih termenung dengan kebingungannya. Ia mengatur napasnya kembali sebelum bangkit dan berpindah ke tempat tidur karena masih terlalu pagi untuk bangun dan pergi ke kampus.

"Siapa dia?"

Jungkook bergerak gelisah. Sekarang baginya, posisi tidur apapun tak nyaman. Ia mengerang kesal, menyumpah serapahi mimpi buruk yang ia alami. Sampai ibunya mengetuk kamar Jungkook karena kegaduhannya.

"Kookie, kau baik-baik saja, sayang?" Ibunya bertanya dari luar kamar Jungkook.

"A—ah tidak apa-apa, bu. Aku baik-baik saja." jawab Jungkook.

Setelah yakin suara ibunya tak lagi terdengar, Jungkook memaksakan diri untuk tidur. Ia mengambil ponselnya, mencari gambar biri-biri banyak yang ada di situs pencarian Naver. Katanya, jika kita menghitung kita akan mengantuk. Jungkook mencoba menghitung kawanan biri-biri entah domba yang ia temukan. Berulang kali. Tapi hasilnya sama saja.

THE HOSTEL : A Woman From The Past [Jungkook Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang