Prolog

9.6K 561 128
                                    

Tahun demi tahun telah berlalu, waktu demi waktu juga musim telah berganti ribuan kali. Toples kaca bening dengan jantung mati yang direndam cairan kimia di dalamnya telah berulang kali dipindahkan sesuai kebutuhan. Sekarang, jantung itu menjadi sebuah asset keluarga yang tentunya diwariskan turun temurun tak boleh putus. Itu semua guna menjaga agar benang tetap terjalin tanpa kusut seperti pendahulu mereka.

Hari itu ketika daun pertama musim gugur jatuh, seorang gadis nampak berjalan ceria dengan ransel di punggungnya. Jangan lupakan juga Drafting tube yang ada di pundak kirinya. Ia nampak baik-baik saja dengan barang bawaan sebanyak itu, buktinya ia masih bisa bersiul dan sesekali menyapa beberapa pedagang sayur dan buah yang ia temui.

"Jiseo-ya!"

"Ah! Paman Samdong!"

Gadis dengan nama Jiseo tersebut melambaikan tangannya tinggi-tinggi lalu berlari menghampiri pria paruh baya yang ia panggil paman.

"Apakah ada apel segar? hari ini aku ingin memakannya sebelum ke Gereja," ujar Jiseo.

"Ambilah berapapun sesukamu, Jiseo-ya ... ." jawab paman Samdong.

Jiseo nampak memilih-milih apel yang hendak ia makan, mengambil sebuah plastik kemudian memasukkan beberapa.

"Aku ambil empat," katanya. Ketika hendak membayar, tangan kecil itu ditahan oleh paman Samdong. Ia berkata bahwa Jiseo tak perlu membayarnya karena Paman Samdong tau apel itu tak hanya untuk Jiseo makan saja.

"Hari ini kau ke Gereja?" tanya paman Samdong.

"Ya, sudah waktunya aku mengganti cairan kimianya. Membersihkan tempatnya sebelum disimpan kembali," jawab Jiseo sambil mengunyah apel yang ia baru saja gigit.

Paman Samdong lantas mengusap puncak kepala Jiseo. Gadis ini telah terbiasa hidup mandiri walaupun kedua orang tuanya sangat kaya dan mampu menghidupinya sampai kapanpun karena perusahaan turun temurun keluarga. Ia bahkan dipercaya untuk menjaga sebuah Toples kaca bening berisi jantung yang telah keluarganya wariskan secara turun temurun dan dititipkan di sebuah gereja tua di tengah kota Seoul. Saudara Jiseo yang lain tak sempat mengurusnya karena mereka sibuk bekerja. Jadi tinggalah Jiseo si anak bungsu yang bertugas menjaganya.

"Kau tau apa dibalik cerita jantung yang selama ini kau jaga itu?" tanya paman samdong.

Jiseo nampak berfikir, meletakkan ujung jari telunjuknya tepat di tengah dahi, "Kakek hanya mengatakan jika itu adalah sebuah ikatan khusus yang telah ada dari sejak nenek dari nenek buyutku hidup. Tapi aku tidak tau ikatan apa yang dimaksud," jelas Jiseo.

Paman Samdong nampak tersenyum, mengusap pipi Jiseo sebelum anak itu bergegas pergi setelah melihat arloji di tangannya.

"Paman aku pergi dulu, terima kasih apelnya!" ujar Jiseo yang berlari kencang sembari melambaikan tangannya.

"Jiseo-ya! hati-ha – "

BRAK!

Langkah kaki Jiseo seketika behenti. Apel yang berada di pelukannya nampak jatuh berhamburan. Matanya terbelalak, melangkah mundur dan menatap sekeliling. Tubuhnya gemetar hebat ketika sebuah mobil hampir saja membunuhnya.

"Jiseo-ya!"

"U-uh?"

Sontak beberapa orang nampak berlari, berkerumun di tengah jalan dan membuat Jiseo semakin bingung.

"Kau tidak apa-apa?" tanya paman Samdong.

"Y-ya, ak–aku– "

"Syukurlah, berhati-hatilah melangkah. Lihat rambunya," kata paman Samdong.

THE HOSTEL : A Woman From The Past [Jungkook Ver.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang