Kaum.

62 19 1
                                    

lowercase.
happy reading!

———
"kenapa kamu mundur, bukannya kamu ingin membunuhku?"

bilah bibir itu meneteskan cairan kental berwarna merah.
pemandangan di depan netranya ini, tak pernah terbayangkan olehnya.

tangannya bergetar. kakinya terus mundur menghindari lelaki vampire dihadapannya. dua buah bekas gigitan dilehernya sudah mulai menghentikan cairan bersamaan dengan berkurangnya tenaga.

"maju dan bunuh aku atau aku tak akan berhenti maju dan akan membunuhmu."

air mata tak kuat berhenti. alih-alih ia takut, ia malah sedih. tak akan sanggup jika harus menghilangkan salah satu dari mereka.

kakinya terus berjalan dengan kepala yang tengak-tengok ke belakang takut menabrak benda-benda penting di lab ini.  meskipun sebenarnya lab ini sudah dihancurkan olehnya bagaikan kapal pecah.

"alice, jadilah anak baik dan bunuh aku."

lelaki itu juga sebenarnya tak kuasa untuk meninggalkan wanita yang ketakutan dihadapannya. walau begitu, ia harus mementingkan kehidupan wanita yang ia cintai.

hanya dua pilihan jalan hidupnya sebagai vampir di dunia manusia. mati melindungi kekasihnya atau hidup diburu oleh aparat negara.

keberadaan mereka para kaum vampir dianggap merugikan. ia pun tak segan untuk hidup sebagai vampir. karena itulah, wanita ini telah mengubah hidup dengan segala penyesalan menjadi hidup penuh kebahagiaan.

meskipun begitu, para aparat negara sudah mengetahui keberadaannya. alice hanya punya dua pilihan, membunuh atau menjauh.

"shamus, aku tak mampu."

pelupuknya sudah tak mampu menahan air mata. langkahnya terhenti menabrak tembok belakang. tangannya bergetar. dadanya berdebar. takut; bingung; sedih.

"alice, ini demi kita. aku tak akan mampu jika harus berpisah, maka bunuhlah aku. atau aku akan membunuhmu dan pergi menghilang."

jarak shamus semakin dekat. taringnya terlihat sangat tajam. matanya mengeluarkan warna kemerahan kontras dengan keadaan malam.

"jadilah anak baik."

salah satu tangannya meraih pipi gembil alice. mengelus lembut takut akan melukai. matanya menatap lekat netra alice. turun ke bilah bibir rasanya ingin mencobanya.

"shamus, aku tak bisa."

suaranya memelan. tangannya sudah tak kuasa untuk mendorong dada shamus. kepalanya berat mendongak dengan tangan shamus yang menopangnya. hatinya lelah menangis, otaknya lelah berfikir. matanya pun sudah tak sanggup mengeluarkan air mata.

ia tahu bahwa harus memilih salah satu tapi, ia tak mampu.

"alice, aku akan bahagia jika kamu membunuhku. kehadiranku di dunia ini sudah tidak dibutuhkan. wakilkan diriku dan hidup bahagia."

shamus menyunggingkan senyum tampannya. rambut pucatnya berhembus tertiup angin menampakan mata merahnya. badannya menjulang tinggi hingga menutupi sosok kecil alice.

Duk duk duk.

langkah kaki terdengar menyerbu mendekat. pintu tergedor. suara manusia berteriak kencang memaksa masuk.

"cepat alice!"

"tidak shamus!"

matanya kembali bergelinang air mata kala shamus mendekatkan wajahnya dengan tangan berada di pundak alice. wajahnya mengeras, ia tak mau alice berada dalam bahaya.

"kalau begitu aku yang akan membunuhmu."

tegas shamus kala gedoran pintu makin kencang.

ia menatap lekat leher alice. mengangkat kasar wajah alice lalu mendekatkan wajah ke leher alice. taringnya sudah mencuat tajam bersiap untuk menyantap.

"tidak!"

suntik menancap dalam ke tubuh shamus. cairan yang memang disiapkan alice telah mengalir ke dalam tubuhnya.

"shamus!"

tubuh itu ambruk, masih tersadar. detak jantungnya melemah. tubuhnya melemas.

air mata alice jatuh tak tertahan. memeluk tubuh shamus sambil mengerang meneriakan namanya. berbagai ucapan maaf terucap, tak kuat ditinggalkan. ia tahu ini yang terbaik. namun, ia hanya tak sanggup menerima kenyataan.

pintu berhasil dibuka, menampakan para manusia keji yang tak tega mengusir kaum lainnya. menyerbu masuk kedalam dan menarik paksa tubuh alice menjauh dari sang kekasih.

"tidak! shamus!"

tangisan dan erangan terus terdengar di penjuru ruangan. tangisan itu terdengar putus asa dan menyakitkan. tak ada manusia yang hirau dengan perasaannya.

"selamat tinggal, tuan putri."

alice dapat membaca jelas gerak bibir shamus yang terbaring lemah. senyumnya hilang digantikan oleh wajah yang semakin pucat jika dilihat jelas.

tubuh shamus sudah tak dapat dilihat alice, terhalang oleh para aparat yang memeriksa tubuh shamus.

setelah menghapus air mata, alice hanya tersenyum. rencananya berhasil untuk membunuh para vampir.

———

Hi, hello!

Beribu maaf jika cerita ini amat ga berasa sedihnya. Nyatanya, aku hanya tidak ada mood yang tepat untuk menulis. Lain waktu semoga ideku berjalan lancar dan dapat menyediakan cerita yang berkualitas.

Jangan lupa untuk vomment, ya! Semoga cerita ini bisa menemani hari kalian.

Salam manis, 🍀

CharmolypiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang