Heaven ; 1

1.9K 119 17
                                    

"24/7 = heaven?"

Laki-laki pemilik eye smile itu mengangguk pelan.
"Kook-ah, aku pernah bilang kan. Kau tidak akan pernah menderita lagi,"

"Hyung," cicit pemuda bongsor, bernama Jungkook.

Tersenyum, orang yang dipanggil Jungkook dengan sebutan Hyung itu. Angin membelai kedua wajah-wajah tampan itu lembut. "Aku ingin membuatmu menjadi orang paling istimewa. Tunggu waktunya nanti."

Janji yang dulu pernah Hyungnya ucapkan, hanyalah sebuah kalimat belaka. Sampai sekarangpun orang yang dia tunggu batang hidungnya, tak pernah muncul dan menepati janji 24/7 = heavennya itu.

"Sampai kapan aku harus menunggumu, Hyung?"

🍁🍁🍁

Jungkook mencoba meraih kursi rodanya yang berada lumayan jauh dari ranjang. Jemarinya nampak kesusahan menggapai-gapai alat bantu geraknya itu. Karena hilang keseimbangan, hampir saja Jungkook jatuh, kalau tidak ditangkap oleh Hyungnya.

"Sudah Hyung bilang, kalau butuh sesuatu panggil Hyung. Bandel," Jungkook cuma nyengir kuda, saat pria dewasa yang mengaku paling tampan sedunia itu ㅡ Seokjin, menjitak pelan pucuk kepalanya.

"Aku mau keluar, Hyung." Seokjin tahu maksud Jungkook. Adiknya itu minta keluar rumah a.k.a jalan-jalan.

"Bosan, ya?" Jungkook manggut-manggut, membuat Seokjin gemas karenanya. "Baiklah, nanti sore kita keluar." Hampir saja memekik kencang, tapi tak jadi karena Hyungnya sudah membopongnya lebih dulu, mendudukkannya ke kursi roda, dan membawa Jungkook ke meja makan. Disana tengah bercengkrama dua malaikat penyelamat Jungkook, Ayah dan Ibunya.

"Pagi sayang, apa tidurmu nyenyak, eung?" Sang Ibu, Kim Haneul, yang sedang berdiri, setelah menaruh menu terakhirnya di meja, membelai lembut surai hitam Jungkook.

"Selalu Ibu," selalu seperti biasa, nyenyak tidak nyenyak, saat memejamkan matanya, yang ada di pikirannya adalah Jimin, Kakaknya dulu hingga kini. Kakaknya yang dia tunggu dalam lelah, dalam sakit, yang selalu membuatnya bangun tengah malam.

"Jungkook, kenapa melamun, nak?" Jungkook otomatis kembali ke dunia nyatanya. Semua tahu, Jungkook merindukan Jimin. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa, Seokjin telah mencari Jimin kemana-mana, tapi nihil. Jimin entah pergi kemana. Seokjin ingin sekali melihat Jungkook tersenyum, bukan senyum menyimpan luka, seperti selama ini dia tunjukkan.

🍁🍁🍁

Dug

Dug

Dug

Mengulurkan kedua tangannya, Jungkook mengambil bola lempar tepat dibawah kakinya. Seorang anak perempuan mendekat, sepertinya benda itu miliknya.

"Bolamu?" Anak itu menjawab iya. "Ini,"

"Terima kasih." Secepat kilat, anak itu berlari, menuju rerumputan dimana Ayah, Ibunya berada. Kembali bermain lempar bola. Hampir saja, jantungnya lepas dari tempatnya, saat Seokjin tiba-tiba menempelkan eskrim ke pipi Jungkook.

"Hyung!" Seokjin cuma tertawa. Jungkook segera merebut ice cream cone itu dari tangan Seokjin, untuk segera dia lahap.

"Kenapa? Mau main itu?" Yah, begitulah Seokjin, dia malah lebih suka mengejek Jungkook daripada harus mengasihani. Tapi Jungkook lebih senang begitu. Dibandingkan harus ditatap sedih oleh orang lain.

Menggeleng, "Ujung-ujungnya juga Hyung menyuruhku masuk sekolah atlet."

"Bukankah nanti kalau kau ikut laga, jadi masuk TV? Lalu, Jimin akan melihatmu." Jungkook merotasikan bola matanya kesal.

"Sudah ratusan kali Hyung bilang begitu."

"Itu tahu, harusnya kamu pikirkan lagi matang-matang. Lalu kamu, kudaftarkan ㅡ"

"Tidak mau! Sudah aku bilang tidak mau! Aku punya alasan, Hyung!"

"Iya-iya," favorit Seokjin memang, berdebat dengan Jungkook itu menyenangkan. Ampuh, menghilangkan penat setelah bekerja. Seokjin memang sengaja mengalihkan perhatiannya. Dia pernah menawarkan Jungkook untuk masuk sekolah atlet khusus difabel. Tapi Jungkook bilang, dia tidak punya pasion dalam bidang olahraga.

"Hyung,"

"Iya,"

"Boleh aku minta sesuatu?" Seokjin mengangguk, walau Jungkook tak melihatnya. "Jangan pergi, aku tak mau sendirian lagi."

🍁🍁🍁

To be continued

Hoiland

Wonosobo, 2019 Juni 08

24/7 = Heaven [끝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang