Ckrek!
"Kau satu, aku satu." Jungkook mengangguk patuh, tersenyum memperlihatkan gigi kelincinya. Bersantai di rooftop sekolah, memang paling menyenangkan untuk Jungkook dan Jimin.
"Hyung, janji kan? Setelah ini, kita pergi dari neraka itu?"
"Iya Kook, bertahanlah sebentar lagi. Kita harus mendapatkan beasiswa itu."
"Yang penting aku bersamamu, Hyung."
🍁🍁🍁
"Kenapa Jimin?"
"Sejak pulang bersepeda kemarin, tuan muda Jimin tampak murung tuan." Tutur seorang maid.
"Bisa kau antar makanannya ke kamar Jimin?"
"Baik tuan."
Benar-benar mengganggu, sosok lelaki yang kemarin dia temui, sungguh menyita pikirannya. Jimin yakin, dia belum pernah mengenal ataupun bertemu dengannya. Atau barangkali, Jimin lupa?
Jimin membanting tubuhnya ke kasur, mengusap kasar wajahnya. Matanya menerawang, melihat langit-langit kamarnya. Serta membayangkan bagaimana ekspresi pemuda itu, pemuda yang mengenalkan dirinya sebagai Jeon Jungkook. Tatapan didwimaniknya, seakan mengatakan bahwa dia rindu. Perasaan rindu yang teramat dalam.
"Tuan," Jimin menarik tubuhnya untuk duduk. Menyambut maidnya yang membawa senampan makanan.
Tujuan Jimin pergi ke desa adalah liburan. Tapi seakan rusak karena momen tak terduga. Dia benci itu.
🍁🍁🍁
Bohong, kalau Seokjin tak menemukan seseorang yang bernama Park Jimin. Ya, dia menemukannya, tapi Seokjin merasa janggal, kala menemukan Park Jimin yang dia cari bukan lahir di Korea, dan merupakan anak orang kaya. Bahkan, tidak ada sangkut pautnya dengan tempat tinggal Jungkook dan Jimin dulu.
Semakin ditelusuri, semakin Seokjin tak menemukan titik temu. Karena semua catatan yang dipublikasikan hanyalah Park Jimin, anak kedua dari pengusaha elit dan terkenal di Korea. Setahu Seokjin ㅡ menurut penuturan Jungkook, Jimin tidak diadopsi oleh pengusaha, melainkan seorang dosen, yang saat itu tengah cuti dari mengajar. Pun tak ada informasi lagi, setelah kepindahan Jimin dan keluarga barunya. Walaupun dengan profesinya sebagai jaksa, tidak semudah itu mencari orang. Apalagi minim saudara dan informasi.
Menghela napasnya berat, Seokjin menyandarkan punggung pada kursi kerjanya, setelah melepas kacamatanya asal, memijit pelan pangkal hidungnya. Lalu beralih pada Jungkook yang tertidur pulas di sofa, berdalih menemani Seokjin bekerja, padahal karena tak ingin sendirian.
Jungkook meminta pulang, setelah kejadian itu. Berharap Seokjin lebih gencar mencari keberadaan Jimin. Berpura-pura mengatakan bahwa Jimin amnesia, sembari mencari keberadaan Park Jimin yang Jungkook cari. Tapi, yang namanya Jungkook. Reaksinya sudah terduga.
"Ini bukan drama, Hyung!"
Jungkook tak pernah tahu, terkadang, hidup juga butuh drama.
Pagi harinya, Jungkook terserang demam tinggi. Sejak semalam, memang Jungkook terus mengigau. Seokjin sudah mengajak Jungkook ke rumah sakit, bahkan telah sampai di depan bangunan itu. Namun, Jungkook punya jurus menolak sendiri agar Seokjin mau menurutinya.
Sesudah memastikan Jungkook tertidur. Seokjin melakukan diskusi dengan orang tuanya. Mereka juga tidak tahan kalau Jungkook terus-terusan seperti itu. Mempertemukan Jungkook dan Jimin tidaklah semudah mengedipkan mata. Perlu ada rencana.
Drrt!
"Bisa bertemu?"
🍁🍁🍁
"Aku hanya ingin tahu ceritanya"
"Kau benar-benar tidak ingat dengannya?" Seokjin menunjukkan sebuah foto, ada Jungkook dan Jimin disana, memakai seragam sekolah. Jimin terlihat mengernyit, lalu menelengkan kepalanya, mengingat kapan mereka mengambil foto itu, tapi tak ada kenangan tentang itu dikepalanya.
"Itu bukan seragam sekolahmu dulu." Sambung Minji, yang tadi dipekerkenalkan sebagai Noona dari Jimin. Jimin juga mengiyakan dengan mengangguk.
"Mungkinkah itu Jihoon?"
🍁🍁🍁
To be continued
Hoiland
Wonosobo, 2019 Juni 12