Side Story

601 60 3
                                    

[Jihoon] ;

Aku harus berpisah hari ini dengan Jungkook. Di malam cerah penuh bintang, seharusnya kami berada di taman. Menikmati eskrim bersama, diam-diam tentunya.

Sedih rasanya, tapi aku harus, karena ini keluarga baruku. Kupikir, aku akan pergi sekitar seminggu lagi. Sesuai apa kata Ibu panti, tapi nyatanya, kepergianku dipercepat.

Aku mengerti, Jungkook tak rela jika aku pergi. Pun begitu juga dengan ku. Namun, harus bagaimana lagi? Aku selalu berdoa Jungkook segera diadopsi oleh keluarga yang baik, sepertiku.

Hatiku masih was-was, mengingat aku, Jungkook, dan yang lain sering diperlakukan selayaknya bukan manusia. Semoga Ibu panti berhenti melakukannya. Aku sudah terbebas dari neraka itu. Tapi, Jungkook? Dia masih berada disana. Kekhawatiranku jadi semakin bertambah.

"Jimin? Kau kenapa sayang?" Tanya Ibu baruku.

"Tak apa, hanya teringat Jungkook." Aku tidak berbohong, memang aku teringat akan Jungkook yang selalu ada untukku sejak aku menginjakkan kaki di panti. Ibu mengusap rambutku lembut, rasanya sangat nyaman.

Hampir lupa, aku punya janji dengan Jungkook. Setelah ini, aku akan lebih sering mendatangi Jungkook dan menepati janjiku. Aku juga sudah memberikan alamat rumahku padanya, sekolahku juga harus pindah. Karena jika disekolah lama, akan terlalu jauh dari rumah.

Aku bertanya-tanya, kenapa aku harus diadopsi saat sudah sebesar ini? Disaat umurku menginjak empat belas tahun? Kenapa tidak dari dulu? Ah! Sudahlah, ada yang mengadopsiku juga aku sudah lebih dari bersyukur. Namun, lagi-lagi aku teringat Jungkook.

🍁🍁🍁

Ku kira, aku akan tetap tinggal di rumah yang pertama kali aku masuki. Ternyata, Ayah membeli apartement baru, dan kami harus segera pindah lagi. Maka dari itu, aku menuliskan surat serta alamat baruku. Aku naik bus, menuju panti asuhan. Tapi, sampai disana, Ibu panti bilang Jungkook tidak ada di panti. Dia tengah pergi jalan-jalan. Setahuku, Jungkook tak pernah bisa jalan-jalan, tanpaku.

"Baiklah, aku titip surat ini."

Sampai lebih dari dua hari, Jungkook tak mengabari aku. Bahkan sudah keberi nomor telepon rumahku, agar sewaktu-waktu bisa mengobrol panjang. Tapi, nihil. Jungkook tak kunjung menghubungiku.

Dimalam hari, Ayah mengajakku dan Ibu pergi keluar, guna makan malam di jari ulang tahun pernikahan mereka. Aku sangat senang. Benar-benar senang. Namun, tragedi itu terjadi. Ada kebakaran satu lantai, dibawah tempat kami tinggal. Saat itu lift yang sedang kami gunakan langsung macet, kami benar-benar terjebak disana. Ayah mencoba membuka pintu lift, berhasil, walau hanya muat untukku. Begitu terbuka asap sudah sangat pekat. Ayah berusaha mengeluarkan aku dengan mengangkatku, supaya keluar dari lift. Tapi gagal, karena lift mendadak turun, dan mengguncangkan kami bertiga.

Aku sudah lemas, sungguh lemas. Tidak bisa bernapas. Jalan keluar sudah tidak ada, hanya tinggal celah sempit, tempat asap masuk secara bebas. Ayah terus memberiku napas buatan, bergantian dengan Ibu. Lama kelamaan, kami sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Kami kekurangan oksigen.

Yang aku pikirkan saat ini adalah janjiku pada Jungkook. Hanya itu.

"Maafkan Hyungmu ini Kook. Aku menyayangimu."

🍁🍁🍁

[Seokjin] ;

Hidupku berubah, saat menemukan Jungkook dalam keadaan sekarat di tengah jalan. Beruntung Jungkook selamat, dan dia mau bercerita kenapa dirinya bisa seperti itu.

Aku harus bertindak cepat saat itu, tak mau ada korban lain. Langsung menuju ke panti, dan benar apa kata Jungkook, anak-anak terlihat sangat menyedihkan. Walaupun di urus, tapi kondisi mereka sangat meprihatinkan.

Ibu panti juga langsung ditetapkan menjadi tersangka. Membuat anak-anak sakit, demi mendapat tunjangan. Dan dia makan sendiri uang itu. Sungguh kejam.

Ayah dan Ibu meminta diskusi, perihal tentang mereka ingin merawat Jungkook. Karena merasa tak mungkin harus melepas lagi Jungkook ke panti asuhan, untuk kali kedua. Apalagi setelah dia bercerita tentang Jimin, Hyungnya. Bagaimana aku dan keluargaku sampai hati?

Menurut pandanganku, Jungkook benar-benar mengalami hal berat. Ditinggal Jimin, juga menjadi masalah paling tak bisa diabaikan begitu saja. Aku ikut merasakan, rasa kehilangannya Jungkook.

Bertekad, membantu Jungkook, aku harus menemukan Jimin. Harus itu.

🍁🍁🍁

Hampir putus asa, aku benar-benar frustasi saat tidak menghasilkan sesuatu tentang Jimin. Sampai pada akhirnya, muncul Jimin lain, yang telah aku ketahui identitasnya.

Hingga kenyataan yang menampar keras jiwaku. Saat tahu, Jimin yang Jungkook cari adalah Jihoon. Begitu pula, setelah Jungkook tahu, aku merasa duniaku ikut hancur. Tak bisa melihat Jungkook bersedih. Bahkan, aku menemukan dia hampir mati di dalam bath tub. Tubuhnya mendingin, Jungkook hampir tak bernapas, saat aku mengangkatnya. Seperti kembali saat menemukan Jungkook untuk pertama kalinya. Benar-benar membuat hatiku remuk tak berbentuk.

Namun, Jimin berhasil membuat Jungkook kembali tersenyum saat ini, itu juga menjadi kebahagiaan untukku. Tidak perlu muluk-muluk. Jungkook bahagia, aku juga turut bahagia.

Satu lagi, aku tak akan membiarkan dia sendirian, lagi.

🍁🍁🍁

Hoiland
Wonosobo, 2019 Juni 16.

24/7 = Heaven [끝]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang