#2

17.4K 710 68
                                    

———————————————
• WARNING (+) •
Character death
Killing
Blood
GORE
———————————————

"Tae.. ayo bangun"

Aku membuka kedua kelopak mataku yang terasa begitu berat. Aku masih sangat mengantuk. Tetapi suara itu terdengar sangat familiar—suara yang membuatku merasa tenang. Aku pun berusaha memfokuskan pengeliatanku.

"J-Jiminie?"

Mengapa Jimin ada disini? Bukannya ia dilarang berkunjung?

"Ayo keluar dari sini" ucap Jimin sambil berusaha membuka borgolku dengan memasukkan sebuah alat kecil ke dalam lubang kuncinya.

"T-tidak, k-kau tidak boleh berada di sini" ucapku. Aku sangat takut. Jimin tidak seharusnya di sini. Apalagi jika ia masuk secara diam-diam. Dokter Jeon pasti akan sangat marah. Tetapi Jimin tidak menghiraukanku dan tetap fokus melepaskan borgolku.

"J-Jiminie kau harus pergi" ucapku setengah berbisik. Kini tubuhku benar-benar bergetar hebat. Aku takut. Aku benar-benar takut.

"J-Jimi—"

"Aku tahu, Tae." Jimin tiba-tiba menghentikan aktivitasnya dan menatapku dengan ekspresi yang sulit digambarkan. Saat itu juga jantungku berdetak lebih kencang. Jimin tahu? Soal apa? Soal dokter Jeon? Tidak.. tidak mungkin. Ia tidak boleh tahu..

"Maafkan aku, Tae.. aku benar-benar bodoh" ucapnya. Walaupun kini kami tidak saling bertatapan, aku dapat melihat air mata mengalir jatuh melalui pipi itu.

"Dia bukan lah dokter, melainkan seorang pembunuh berantai, Jeon Jeongguk"

A-apa?

Seluruh tubuhku merinding seketika. Jadi.. dokter Jeon adalah pembunuh? Aku benar-benar takut saat ini. Dan yang membuat aku lebih takut lagi, aku melihat pintu ruanganku yang terbuka dengan perlahan. Menampilkan sesosok makhluk yang paling tidak ingin aku temui: dokter Jeon.

Seketika tubuhku bergemetar hebat dan nafasku tidak beraturan. Aku mengalami panic attack!!

"J-jimin p-p-ergi" ucapku dengan susah payah. Suaraku hampir tidak terdengar. Rasanya seperti ada yang mencekik leherku. Aku mencoba untuk berteriak, meronta, tetapi tidak bisa. Seakan tubuhku sudah diatur untuk takut dan tunduk pada makhluk itu.

"Kau tahu aku sangat mencintaimu, bukan?" ucap Jimin dengan senyuman di wajahnya sebelum akhirnya borgol di tangan kiriku berhasil terlepas dengan sempurna.

Dokter Jeon hanya menyaksikan kami dengan santai, berjalan mendekat dengan begitu lambat seperti tidak ada yang ia khawatirkan. Melihatnya aku menjadi semakin membisu dan takut.

Jimin merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah pistol. Ia meletakkan pistol itu ditangan kiriku yang sudah bebas dan membuatku menggenggamnya.

JLEB

Tiba-tiba Jimin membalikkan tubuhnya dan dengan cepat menancapkan sebuah pisau pada pundak  dokter Jeon. Aku sangat kaget melihat hal itu. Seakan Jimin memang sudah tahu dimana posisi dokter Jeon berada.

Jimin menarik kembali pisau itu dan menancapkannya berulang-ulang pada iblis itu—tetapi sebelum ia sempat melalukannya, dokter Jeon dengan cepat mencekik leher Jimin dan mendorongnya hingga membentur tembok. Kemudian ia menariknya ke atas hingga kakinya sudah tidak menapak pada lantai.

Dengan tangan yang bergemetar aku mengarahkan pistol digenggamanku pada dokter Jeon. Jantungku berdebar-debar sangat kencang dan aku sudah tidak tahu lagi cara bernafas dengan normal.

Aku melihat wajah Jimin yang sudah memerah akibat kekurangan oksigen. Kedua mata itu kini menatapku, mengisyaratkan untuk segera menarik pelatuknya.

Melihat arah mata Jimin, dokter Jeon memutar kepalanya menatapku. Tatapannya begitu mengintimidasi dan sekali lagi terlihat sangat santai. Seakan ia tidak takut sama sekali jika aku menarik pelatuknya.

Dokter Jeon hanya terdiam menatapku dengan tangan yang masih melingkari leher Jimin. Ia seperti menungguku untuk segera meluncurkan pelurunya. Tetapi aku hanya diam. Aku mencoba, tetapi aku tidak bisa. Aku benar-benar tidak bisa. Air mataku mulai berjatuhan. Aku memang sangat cengeng dan tidak berguna.

Setelah menyadari jika aku tidak sanggup menarik pelatuk itu, dokter Jeon memberikan senyuman padaku sebelum menghempaskan tubuh Jimin ke lantai.

Sebelum aku sempat bereaksi, Ia dengan cepat memukul Jimin yang sudah terjatuh tidak berdaya pada bagian kepalanya menggunakan palu. Entah dari mana palu itu berasal. Ia terus memukulnya di tempat yang sama dengan brutal hingga kepala itu benar-benar hancur.

Aku tersentak kaget. Berusaha memproses semua yang terjadi.

Saat ini, aku sedang menyaksikan kekasihku di bunuh di depan mata kepalaku sendiri?

Tidak, ini tidak mungkin terjadi.

Dokter Jeon menunduk, mengolesi tangannya sendiri dengan darah yang berceceran di seluruh lantai kemudian berjalan ke arahku. Aku mengarahkan pistol itu padanya berharap ia akan menjauh. Tetapi dokter Jeon justru memberikan senyumannya.

Ia memajukan kepalanya dan membuka mulutnya. Kemudian memasukkan ujung pistol yang kupegang ke dalam mulutnya. Ia benar-benar tidak waras. Ia dengan sengaja menggerakkan mulutnya mengemut ujung pistol itu seperti sedang mempermainkanku.

Saat ini, seharusnya aku menarik pelatuk itu.

But I just can't.

Setelah menyadari bahwa aku tidak akan menarik pelatuknya ia menarik diri, menurunkan tanganku dan melepaskan pistol itu dari genggamanku.

Walaupun kini tangan kiriku telah bebas, tetapi aku hanya bisa menurut dengan semua yang ia perlakukan terhadapku. Aku merasa seperti dihipnotis, kedua mata itu menatapku dengan begitu dalam dengan aura yang mematikan. Aku merasa seperti akan mati jika melakukan sedikit kesalahan.

Dokter Jeon mengelus pipiku dengan telapak tangannya yang berlumuran darah. Aku kembali menangis tersengguk-sengguk setelah menyadari bahwa cairan dingin yang melumuri pipiku saat ini tidak lain adalah darah Jimin.

Jari itu kemudian bergerak turun menyentuh kedua belah bibirku.

"Shhh"

Aku pun menutup mulutku menurut. Dengan susah payah menahan tangisanku dengan menggigit bibir bagian bawahku.

Secara perlahan ia memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke dalam mulutku hingga aku dapat merasakan rasa logam yang begitu kuat. Ia menekan lidahku ke bawah hingga saliva yang telah bercampur dengan darah mulai berjatuhan dari sudut bibirku.

Kemudian ia mendekatkan mulutnya tepat di depan telingaku.

"Good boy"


No smut in this chapter ( ͡° ͜ʖ ͡°)
Karena sepertinya byk yg ga suka vmin nyempil jadi aku musnahkan dulu saja dia biar kita bisa fokus sama kookv hwehehe. Makasih buat yang udah baca dan voment. Tolong jangan pada sider ya, kualitas menulisku juga tergantung jumlah peminat hehe. Once again, thankyou sm ❤️

Aku bakal update lagi kalau vote bisa lebih dari 10 ya~ bye bye (つД')ノ

Crazy Doctor | KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang