1. SELAMAT TINGGAL

79 8 0
                                    

“Selamat tinggal ada saatnya  di ucapkan meski untuk sesuatu yang tak mungkin di tinggalkan

Mentari pagi bersinar, menyemprotkan cahayanya ke seluruh penjuru ruangan. Ayam pun berkokok dan burung pun berkicau merdu tanpa ada yang menyuruh.

“KARTIKAAA ....”

“BANGUN !! INI UDAH SIANG, NANTI KITA TELAT NAIK PESAWAT!”

Teriakan sekeras 100 oktaf itupun tak mampu membangunkannya. Mungkin dengan segayung air yang bundanya bawa baru bisa membuatnya bangun dari alam bawah sadar.

Begitulah kartika Eka Paksi, gadis kelas 9 SMP yang susah untuk kembali hidup setelah tidur. Jika mereka yang tidak kenal mungkin menganggap dirinya adalah mayat yang tak membusuk.

Byurrr ...

“Tsunamiii .... “

Satu siraman air akhirnya mampu membuatnya bangun meski setengah sadarkan diri. Baru setelah ia mengucek matanya dengan tangan, wajahnya menjadi merah menyimbolkan kemarahan yang akan siap meledak.

“Ndaaa ... apaan , sih?  siram-siram gitu, Kartika kan bukan tanaman!” ketusnya lalu memalingkan wajah yang tak karuan itu. Ia benar-benar seperti orang gila namun berwajah cantik.

“Kamu lupa?”

“Lupa apa, Nda?”

“Kita kan mau pindah ke Bandung!”

Anak itu terdiam sejenak, berusaha mengembalikan kesadarannya yang belum sempurna. Lalu menguap di depan ibunya yang merasa jengkel.

“Gak sopan banget nguap kaya gitu, gak ditutupin lagi! cepet-cepet mandi, nanti telat.” Reva menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan kelakuan anak gadisnya ini.

Tanpa menghiraukan ucapan Bundanya, kartika turun dari ranjang dan mengambil handuk yang menjuntai di paku. Meninggalkan Reva yang masih menatap kepergiannya.

“Ngidam apa saya waktu ngandung dia, perasaan gak aneh-aneh. Gini, nih, kalo kodrat ayahnya nurun,” turur Reva sambil berjalan keluar kamar Kartika.

Setelah kurang lebih 30 menit, Kartika keluar rumah. Terlihat kedua orangtuanya menunggu di kursi depan. Beberapa koper telah di masukan ke bagasi, hanya keperluan pribadi lainnya yang ia masukkan pada ransel Doraemonnya.

Melihat anaknya selesai mandi dan siap-siap, Raka tersenyum menyambutnya. Sedangkan Reva hanya fokus pada koran pagi kiriman biasanya.

“Eh, anak papa udah selesai, yuk, kita berangkat,” ajaknya sambil menepuk pundak istrinya.

Saat mereka berjalan menuju mobil, Kartika menoleh ke belakang rumahnya. Mengingat banyak sekali kenangan indah, apalagi di dalam kamarnya. Namun ia harus pindah karena bisnis ayahnya sedang melenjit di Bandung.

Selamat tinggal rumah memoriku, selamat tinggal teman-teman, selamat tinggal cinta pertamaku, dan selamat tinggal Medan. ujar Kartika dalam hati.

⚜⚜⚜⚜

Bandung memang kota yang termasyhur dengan orang-orangnya yang ramah, predikat kota kembangpun melekat. Jajanan kali limanya yang sangat banyak dan bervariasi, membuat turis takkan menyesal telah mengunjungi kota paris pan java  ini.

Setelah menempuh waktu kurang lebih 3 jam di pesawat, Raka mengendarai mobil Ferrinya melesat menuju komplek perumahan asri. Tidak lama, hanya 30 menit dari Bandara Husein Sastranegara.

Gerbang biru nan mewah tanda selamat datang berdiri kokoh. Di balik itu berdiri seorang satpam ber-setelan hitam, lengkap dengan peluit yang mengatung dan tongkat seperti pistol anak-anak.
Menyadari ada suara mesin mobil di belakangnya, satpam itu menoleh ke belakang dan membukakan gerbang.

“Maaf, dengan bapak siapa?”

“Nama saya Raka, kemarin udah beli rumah di komplek ini,” tukasnya.

“Bisa tunjukan kartu kepemilikannya?” tanya satpam itu meyakinkan.

Maka tanpa basa-basi Raka pun menunjukan kartu kepemilikan miliknya yang berwarna hijau. Setelah dirasa benar, sang satpam mempersilahkan mereka masuk.

Suasana komplek asri memang seperti namanya. Indah dan sedap dipandang mata. Udaranya yang sejuk dan bersih, pohon-pohon tertata rapih, dan tempatnya yang strategis membuat para wirausahawan berlomba membeli rumah di sini.

Raka dan Reva segera menurunkan beberapa koper dari dalam bagasi. Sedangkan Kartika hanya tertidur pulas di jok belakang. Serasa semuanya sudah beres, Reva membangunkan anak semata wayangnya dari kantuk.

Suasana bagian rumah pun tak kalah hebat, berbagai peralatan semuanya sudah lengkap. Kartika yang tidak bangun terpaksa di bopong ayahnya menuju kamar di lantai dua.
Baru setelah pukul 5 sore, semua anggota keluarga berkumpul di meja makan.

“Gimana tempatnya, Be?” tanya Raka pada istrinya.

Reva yang mendengar itu hanya mengangguk tanda setuju dengan semua yang ada di dalamnya.

“Enak, tempatnya strategis, udaranya bersih lagi.”

“Kalo kamu gimana, nak?”

“Gak jauh beda sama di Medan, sama-sama macet kalo di jalan!” jawab Ketika dengan nada ketus, pasalnya ia memang kurang setuju dengan kepindahan ini. Namun, setelah di bujuk agar lebih dekat dengan nenek, kakek, dan makam kakaknya, ia terpaksa.

“Jalanan emang tempatnya macet sayang, kalo gak macet namanya bukan jalan hehe,” goda Raka untuk mencairkan ketidak sukaan anaknya.

“Kamu udah bunda daftarin di sekolah baru. Gak jauh, sekolahnya juga bagus. Jangan banyak macem-macem, setengah taun lagi kan lulus,”  tutur Reva menjelaskan.

“Udah tau bentar lagi mau lulus, gak bisa apa nunggu dulu pindahnya!”

Anak itu menghempaskan sendok dan garpu yang dipegangnya. Berdiri dan meninggalkan kedua orangtuanya.

“Eh, gak sopan kalo ngomong!” Reva tak mau kalah dengan ucapan anaknya.

Melihat dua orang yang amat dicintainya bertengkar, Raka hanya menenangkan dan mengelus punggung tangan istrinya. “Udah, Be, dia butuh waktu buat adaptasi. Yang sabar,” seketika kemarahan itu pudar dari raut wajahnya, terganti dengan senyuman dan dengusan yang terdengar amat terpaksa.

⚜⚜⚜⚜

Hallo Guyys✋
Gimana buat chapter 1 ?
komen dong wkwkwk :"v
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan votenya
Ini masih bagian pertama, tahan dulu baper-baperan nya , ya hehe .....
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa follow akun resmi instagram
@sebataspatoktenda_
@diranurohmah12_

SEBATAS PATOK TENDA (SS1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang