Prolog

15K 697 38
                                    

"Joana, bisa berikan berkas ini ke bagian audit?"

Pertanyaan itu menghentikan jemari lentik wanita bernama Joana itu dari atas keyboard. Kepala Joana menoleh, menemukan wanita yang menilik dari skat pembatas ruangannya.

Levina, wakil kepala devisi keuangan, tengah menyodorkan sebuah map hitam ke arah wanita yang masih menatapnya. Diam sesaat sebelum akhirnya Joana bangkit dan meraih map yang disodorkan Levina.

"Baik, Bu," jawabnya sopan. Lantas Levina berlalu meninggalkan Joana yang menghela dengan tubuh jatuh ke kursinya.

Pekerjaan hari ini benar-benar menguras tenaganya. Sejak pagi semua orang terlihat begitu sibuk mengurus ini itu. Wajar, menurut rumor yang beredar beberapa hari lagi akan ada pergantian kepemimpinan pada perusahaan tempat Joana bekerja.

Joana melirik sekilas pekerjaannya yang belum selesai. Lantas menatap map yang dia letakkan di atas meja. Semangat Joana! Batinnya menyemangati.

Lantas Joana segera bangkit dari duduknya. Dia harus segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum jam makan siang. Karena sang buah hati pasti menunggunya jika Joana tidak segera menjemputnya.

***

Joana kembali melirik arloji yang bertengger di pergelangannya. Dia baru saja masuk ke dalam lift setelah menyelesaikan pekerjaannya dan saat ini jarum sudah menunjukkan waktu lebih dari pukul setengah satu. Joana mendesah, Azki pasti marah padanya. Pikir Joana.

Segera dia berhambur ke luar kala lift yang membawanya berhenti di lantai tujuannya.

Dengan langkah lebar Joana menyusuri tempat yang sudah ramai itu. Terlihat beberapa anak-anak berlarian, hampir saja bertabrakan dengan Joana yang buru-buru. Lantas dia menghampiri meja resepsionis.

"Vivian di mana Azki?" Tanyanya pada wanita di balik meja resepsionis.

Wanita bernama Vivian itu mengangkat pandangannya. Menatap Joana dengan kening berkerut, "Azki?" Tanyanya yang segera dijawab anggukan oleh Joana. "Azki sudah pergi makan siang sejak lima belas menit lalu. Katanya dia pergi bersama Pamannya," jelasnya.

Kali ini kening Joana yang mengkerut. Paman? Pikir Joana bingung. Pasalnya dia tidak memiliki saudara laki-laki yang bisa Azki panggil paman. Tidak mungkin juga jika orang itu adalah Christian, karena baru kemarin lelaki itu bilang harus keluar kota dan kembali besok lusa. Lantas siapa gerangan yang mengaku sebagai paman Azki?

"Aku bahkan tidak memiliki saudara laki-laki. Apa kau yakin Azki keluar dengan Pamannya?"

Vivian mengangguk mantap, dia menunjukkan buku absen kepada Joana. "Ini, dia sudah tanda tangan di sini," ucap Vivian menunjukkan sebuah tanda tangan lengkap dengan nama seseorang pada absen Azkia Nalesha Deolinda.

Kening Joana semakin mengkerut. Javis Franklyn? Sungguh nama yang begitu asing baginya. Dia tidak pernah memiliki teman, saudara bahkan kenalan bernama Javis. Lalu siapa lelaki yang mengaku paman Azki ini?

"Aku tidak mengenalnya?" Ucap Joana, mengalihkan pandangannya ke arah Vivian yang perlahan ikut menatapnya.

Mereka diam sesaat, sibuk dengan pikiran masing-masing. Lantas-

"Astaga, bagaimana kalau dia adalah penculik?!" Pekikan Vivian itu membuat Joana membola. Segera dia menegakkan tubuhnya yang bergetar.

"Vivian aku harus segera mencari Azki!" Gugup Joana, lantas dia segera berlalu meninggalkan Vivian yang terlihat ikut panik. Dirinya merasa begitu ceroboh membiarkan Azki pergi dengan orang asing yang hanya mengaku sebagai Pamannya. Bodohnya Vivian tidak mengeceknya lebih teliti.

Snow In SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang