04 | Si Cantik Becky

8.4K 622 37
                                    

Javis menghentikan kakinya. Kepalanya menatap wanita cantik yang menghentikan kegiatannya. Terlihat mengerutkan kening saat menyadari kehadirannya.

"Javis?" Tanyanya, terdengar ragu. Namun mampu membuat senyum Javis merekah.

Javis mendudukkan tubuhnya di kursi kosong di sebelah wanita itu. "Apa yang kau lakukan?"

Senyum wanita yang tak lain ialah Becky itu merekah. Terlihat begitu menenangkan berpadu dengan wajah cantiknya. "Merajut. Tapi aku tidak tahu bagaimana hasilnya." Becky menoleh ke arah di mana Javis masih duduk dengan senyum menghias wajahnya. "Apa ini terlihat bagus?" Tanyanya. Mengacungkan hasil rajutan miliknya ke arah sang Kakak.

Senyum Javis mengembang tipis, "Hem, itu terlihat indah," jawabnya lembut.

Becky menghela, senyumnya semakin terkulas lebar. "Syukurlah. Aku takut jika hasilnya akan sangat buruk."

Javis tidak menjawab. Dia hanya terus mengamati Adiknya yang masih fokus pada kegiatannya. Sungguh, hati Javis sudah cukup lega melihat Becky baik-baik saja. Adik kecilnya itu bahkan sudah tumbuh menjadi wanita yang begitu menawan. Begitu cantik dengan rambut pirangnya.

"Bagaimana kabarmu?"

Ucapan Becky membawa Javis kembali dari lamunannya. Manik birunya semakin lekat menatap Adik semata wayangnya. Meski Becky tidak memalingkan wajah ke arahnya, namun Javis masih dapat melihat gurat kesedihan di wajah cantik itu.

Javis diam sejenak. Menghela napas pelan, "Aku baik-baik saja."

Becky mengulum senyum tipis, terlihat begitu khawatir. Akhirnya wanita itu meletakkan rajutannya ke meja di sampingnya. Lantas menatap Javis yang setia dengan diamnya. Senyum Becky semakin terkulas lebar, "Kemarilah," perintahnya.

Javis memejamkan matanya. Sangat tahu maksud Adiknya. Akhirnya dia bangkit dari duduknya, melangkah mendekat. Lantas berjongkok di hadapan wanita itu. Kala kedua telapak Becky menangkup wajahnya, hati Javis kembali seperti diremas. Sakit sekali.

Becky meraba wajah tampan di dalam tangkupan telapaknya. Menyusuri setiap sisi wajah Javis tanpa terlewat sedikit pun. Lantas wajahnya berubah cemberut, "Kau berbohong padaku?" Ucapnya sedikit dibuat agar terdengar merajuk.

Javis tidak bisa menahan kuluman senyumnya. Meraih kedua telapak Becky ke dalam genggamannya. Mengelus punggung tangan dengan kulit putih pucat. "Sungguh aku tidak apa-apa," tutur Javis mencoba menenangkan.

Becky mendesah. "Apanya yang tidak apa-apa? Kau seharusnya lebih banyak istirahat. Begitu juga dengan makanmu, jangan sampai kau melewatkannya. Lihatlah wajahmu itu. Aku yakin kau terlihat jelek dengan wajah kurus seperti itu," omelnya yang membuat Javis tersenyum geli.

"Aku mengerti," jawab lelaki itu, terdengar begitu lembut. Hatinya begitu menghangat mengingat masih ada orang yang begitu tulus mengkhawatirkannya.

Baru saja Becky hendak kembali membuka suara. Seseorang lebih dulu menyela. "Ngomong-ngomong mau sampai kapan aku menjadi obat nyamuk seperti ini?"

Coba tebak siapa yang selalu mengucapakan kata-kata perusak suasana itu? Yap benar, dia adalah..

"Ashton?" Becky beralih ke arah sumber suara. Di mana Ashton berdiri dengan bersandar pintu. Tersenyum lebar menatap Becky yang terlihat mengkerutkan keningnya.

"Apa kabar Princess?" Sapanya.

Javis bangkit dari duduknya. Menatap malas Ashton yang mulai menyebalkan. Dia lantas kembali ke kursinya. Melirik Becky yang tersenyum geli.

"Aku baik-baik saja, Ash," jawabnya, senyum meneduhkan masih merekah dengan manis di kedua sudut bibirnya.

Hati Javis menghangat. Senyum Becky begitu sama persis dengan milik Mamanya. Setidaknya dengan begini rasa rindunya bisa sedikit terobati.

Snow In SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang