Javis menatap lelaki yang bahkan begitu enggan untuk dia akui sebagai papanya. Lelaki paruh baya itu terlihat menatap Javis dengan wajah sendu. Meski usia yang tidak terbilang muda lagi, namun ketampanannya seakan terpatri dengan kuatnya.
"Bersiaplah, Papa akan memberikan kursi kepemimpinan padamu saat rapat dewan dua hari lagi," Ednan berucap pada anak lelaki yang bak pinang di belah dua dengannya.
Javis menatap papanya tajam. "Sudah aku katakan aku tidak berminat dengan perusahaan itu."
"Javis!" Pekik Ednan tajam.
Kedua pasang api biru itu bertatap dengan sengit. Bagaimana pun ini akan menjadi perdebatan yang cukup alot, mengingat sifat keras kepala keduanya. Namun sepertinya tidak untuk kali ini, karena yang lebih tua terlihat mulai menghela napasnya.
"Papa seharusnya sadar, Papa sudah tidak memiliki hak lagi atas kehidupanku. Jadi, berhenti mengatur jalan hidupku. Aku bukan lagi anak kecil yang akan diam saja melihat keegoisan Papa. Papa pikir semua akan berjalan sesuai kehendak Papa?" Javis mendengus, mengulum senyum sinis untuk Papanya.
Ednan terdiam. Dirinya sudah cukup kebal dengan semua kata-kata menyakitkan yang sudah dia dapat sejak enam belas tahun lalu. Javis berhak membencinya, bahkan Ednan sendiri pun membenci dirinya sendiri. Dia sadar kesalahannya tidak akan pernah bisa termaafkan. Jika bukan karena dirinya, semua tidak akan hancur seperti ini.
Ednan menghela, lalu bangkit dari duduknya. "Papa sadar, kesalahan Papa tidak akan pernah bisa termaafkan. Tapi, hanya ini yang bisa Papa minta darimu. Berhentilah untuk keras kepala, semua ini juga untuk dirimu dan adikmu," ucap Ednan lembut. Tidak ingin kata-katanya membuat Javis semakin murka nantinya.
"Papa pulang. Kau, sering-seringlah berkunjung. Becky menunggumu di rumah," lanjutnya, lantas Ednan berlalu pergi meninggalkan Javis yang hanya diam.
Saat sosok Ednan hilang di balik pintu, Javis segera menarik napas panjang, lalu menghelanya. Setiap melihat papanya, rasa sesak dalam dirinya selalu meruak. Mengingat apa yang sudah dilakukan lelaki itu membuat Javis begitu membencinya. Namun saat ingatan akan mamanya kembali, Javis merasakan sakit yang bertubi.
Dengan kasar Javis menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa. Membiarkan kepalanya mendongak menatap langis-langit. Kembali terngiang ucapan mamanya.
'Kakak harus menghilangkan rasa benci pada Papa. Mama akan sangat sedih jika Kakak masih mengatakan membenci Papa.'
Javis menghela, "Apa aku bisa melakukannya, Ma?" Gumamnya begitu pelan. Lantas manik biru itu tertutup dengan helaan napas lolos begitu saja dari bibirnya.
***
Javis mematut dirinya di depan cermin, kemeja hitam dengan jas dan celana abu-abu. Tak lupa dasi berwarna hitam pekat bergambar dandelion berwarna senada dengan jasnya. Rambut yang dia tata rapi, menampakkan jidatnya. Begitu tampan.
Dia terdiam sesaat. Benar dia akan melakukannya hanya untuk adik dan mamanya. Bukan karena dia menuruti permintaan papanya. Ya, seperti itu!
Manik biru itu terpejam, mendesah dengan kasar melalui mulutnya.
Dia segera membalikkan tubuhnya, membawa langkahnya keluar dari penthouse miliknya. Javis masuk ke dalam lift, membawa dirinya menuju basement, tempat di mana mobil sport putih miliknya berada. Menyalakan mesin, lantas mulai melaju membelah jalanan yang mulai padat.
Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit Javis tiba di pelataran gedung bertingkat yang beberapa hari lagi akan menjadi kantornya. Dia menatap bangunan tinggi di depannya, menutup pintu mobilnya lantas melangkah masuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
Snow In Summer
Romance[ O N G O I N G ] Apa yang akan terjadi pada kehidupan Joana, saat kembali bertemu dengan cinta satu malam yang membuat hancur kehidupannya? Casting: ☆ Javis Francklyn Wegner x Joana Deolinda ☆ Start: 18/09/19 End: