6. -Perfect Journey-

684 94 12
                                    

Setiap paginya selalu Friska yang bangun terlebih dahulu. Tapi pagi ini sedikit berbeda, justru Randi lah yang mengerjap lebih dulu. Disuasana pagi yang sejuk ini, entah mengapa Randi merasa tubuhnya sedikit sakit. Apa karena efek Friska yang semalaman tidur diatas tubuhnya?  Apa karena kelelahan akibat olahraga malam?

Saran dokter seharusnya Friska lebih banyak beristirahat. Namun entah itu keinginan Friska ataupun janin didalamnya yang mengharuskan Randi melawan godaan dari istrinya. Mau tidak mau, Randi harus mengikuti keinginan Friska untuk berolahraga malam.  Kalau menurut Randi, itu bawaan bayi.

Sampai saat mata Friska bergerak menandakan ada kesadaran dari empunya yang berusaha membuka kelopak matanya. Sedangkan Randi justru terdiam seraya tersenyum tipis menunggu Friska mendapati kesadaran sepenuhnya.

"Pagi, " sapa Randi manis membuat kedua sudut bibir Friska tarangkat.

Namun Friska justru mengernyit bingung, tak biasanya Randi bangun lebih dulu darinya "Hm? Pagi. Kenapa sudah bangun?" Tanya Friska yang posisinya masih berada diatas Randi yang dengan sedikit kesadaran namun akhirnya kembali memejamkan matanya.

Randi terkekeh pelan "Ini sudah siang, sayang."

"Huh?" Ia terkejut mengetahui bahwa sekarang sudah siang. Kini kesadaran Friska sudah sepenuhnya terkumpul. Dengan krasak-krusuk Friska langsung membangunkan setengah badannya.

"Pelan-pelan ih, kamu buat dia bangun"

"Kenapa gak bangunin sih, kan belum buat sarapan, nyiapin baju kerja kamu" Friska meraih kaos putih dipinggir ranjang lalu memakainya tanpa sadar itu adalah kaos yang digunakan Randi semalam. Randi hanya terkikik melihat tingkah istrinya itu.

"Gak usah buru-buru, aku meliburkan diri juga hari ini"

Friska yang hendak mencuci muka dan masuk kekamar mandi malah menghentikan langkahnya. "Kenapa?" Tanyanya

"Aku mau dirumah dulu seharian" Randi menyibakkan selimut yang menutupi dirinya dan turun dari ranjang. Entah tanpa sadar atau dengan sengaja, tapi...

Friska malah terkejut melihat pemandangan didepannya "RANDI, KENAPA GAK PAKE BAWAHAN??!!" Friska berteriak kaget sembari menutupi wajah dengan telapak tangannya lalu berbalik badan dan dengan cepat meraih knop pintu dan masuk kekamar mandi.

Randi hanya mengernyit heran dibuatnya "Kenapa? Padahal dia yang minta semalem" gumamnya

▪▪▪

Friska menaruh segelas teh hangat disamping meja kerja Randi. Melihat lelaki itu yang tengah serius menatap laptopnya

"Fokus banget. Kirain seharian dirumah mau santai-santai manjain istri!" Sindir Friska yang ternyata berhasil membuat Randi berhenti mengetik. Lantas menatap Friska dengan sebelah alis terangkat. Kemudian terkekeh pelan.

"Bentar lagi selesai sayang. Cuma dikit kok." Timpal Randi

"Cuma dikit, tapi dari tadi gak selesai,"

Friska seolah acuh lalu  berjalan menjauh dan keluar dari ruangan kerja Randi. Berjalan menuju dapur untuk membuat susu khusus ibu hamil.

Saat sedang menuangkan air kedalam gelas, tiba-tiba sebuah tangan melingkar dipinggang rampingnya.

"Bisa gak jangan ganggu?" Ujar Friska dingin mengingat Randi sedari tadi hanya sibuk berkutik didepan laptop.

Randi tak menggubris, lelaki itu justru menaruh kepalanya dibahu Friska. Membuat deru nafasnya terasa lembut menyentuh kulit leher milik Friska.

"Randi, sudah! Sana tatap-tatapan lagi sama benda kesayangan kamu itu!" Kata Friska seraya mencoba melepaskan pelukan Randi dipinggangnya

"Ih, cemburu kok sama laptop"

"Siapa juga yang cemburu" ujar Friska dengan bibirnya yang mengerucut membuat Randi tambah gemas. Lelaki itu sontak membalik tubuh Friska hingga kini wajah mereka bertemu tanpa jarak sedikitpun.

Deg

Friska malah mendorong sedikit dada Randi agar ada jarak diantara mereka. Malu pikirnya,  "Jangan ngambek lagi ah, malu sama anaknya, tuh."

Randi malah menundukan wajahnya hingga kini sejajar dengan perut buncit Friska "Iyakan, sayang. Mama kamu tukang ngambek"

"Nggak! Udah sana, Dia gak mau liat Papanya yang jelek!" Friska langsung emosi, bodo amat sama apa yang barusan dia bilang.

"Huft, salah mulu" gerutu Randi namun Friska dapat mendengarnya. Kini Friska berjalan menjauhi Randi dengan membawa susu hangat yang baru ia buat.

"Sayaaaang, jangan ngambek lagi" Randi merengek seperti anak bayi sedang kelaparan. Sampai saat suara bel berbunyi membuat Friska menghentikan langkahnya sebentar.

"Tuh, denger kan, ada yang pencet bel? Sana keluar!" suruh Friska pada Randi

"Gak mauuu, sebelum kamu maafin aku" Friska malah berdecak sebal, bisa-bisanya suaminya ini bertingkah seperti bayi tua.
Wanita itu lebih memilih kedepan dan membuka pintu daripada mengurusi Randi yang tak hentinya merengek.

"Iya, sebentar" Friska menyahut ramah, lalu membuka pintu dimana ada seorang wanita yang tengah berdiri seraya memasang senyum manisnya.

"Em, cari siapa ya, Mbak?" Tanya Friska sopan.

"Ini benar tempat tinggal mbak Friska?" Tanya wanita itu tak kalah sopannya.

"Iya benar. Mbak cari saya?"

"Iya,"

"Kalau gitu, silahkan masuk." Friska mempersilahkan wanita itu untuk masuk, yang hanya diangguki sopan olehnya. Lalu berjalan mengikuti langkah Friska.

"Kalau boleh tau, Mbak ini siapa? Dan ada perlu apa mencari saya? " tanya Friska setelah mereka duduk diruang tamu

"Gak usah terlalu formal denganku, karena kita seumuran" ujar wanita itu tersenyum tipis dan dibalas anggukan canggung oleh Friska yang belum mengerti maksud kedatangan wanita itu.

"Perkenalkan, namaku Jennie." Seperti yang pernah wanita itu katakan, lambat laun Jennie akan menemui orang yang bernama Friska yang membuat Hanbin dengan cepat membuang Jennie.

"Jennie?" Gumam Friska mencoba mengingat nama yang pernah ia dengar ditambah wajah yang tak asing dimatanya.

"Kamu..." Friska mencoba menerka

"Iya, mantannya Hanbin. Kamu pasti tau kan?" sela Jennie

"Aku tau itu. Tapi, untuk apa kamu datang kesini? Lagipula aku gak ada hubungan apa-apa lagi sama Hanbin. " Friska mengernyit bingung. Untuk apa lagi wanita itu datang? Toh, Hanbin bukan menjadi urusan dia lagi.

"Aku kesini cuma mau minta maaf," Jennie merendahkan suaranya.

"Hanbin ninggalin kamu cuma karena aku, Friska. Aku pikir menjalani hubungan dengan dia membuatku merasa bahagia. Tapi nyatanya enggak. Kamu tau? Hanbin gak sebaik yang aku kira. Dengan gampangnya dia membuang wanita, termasuk aku. Sekarang aku ngerasain gimana rasanya jadi kamu waktu itu." Dengan cepat, air muka Jennie berubah drastis. Ia memasang wajah seolah terlihat sangat menyedihkan.

"Ku harap kamu terima permintaan maaf aku."

"Aku juga gak habis pikir, Hanbin dengan mudah menemukan wanita baru disana selama dia di Kalimantan--"

"-Tapi, kamu gak nyuruh aku buat balik lagi sama Hanbin kan?" Tanya Friska yang justru berpikir Jennie tak mengetahui apa statusnya sekarang.

Jennie terkekeh mendengarnya "Ya, nggak lah. Aku tau kamu udah punya suami. Masa iya, aku maksa kamu kembali sama Hanbin"

Beberapa waktu berlalu, Jennie dapat mengenal Friska lebih dekat.

Tapi memang itulah tujuan Jennie. Berbuat baik terlebih dahulu terhadap mangsanya, sampai waktu yang tepat, permainan sebenarnya akan dimulai.

▪▪▪

Perfect JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang