Sebuah lampu disko yang tampak berputar ditengah ruang serta dentuman suara musik yang lumayan keras.
Tak ada lampu terang didalamnya hanya sorot lampu aneka warna yang menembak kesana kemari.
Hilir mudik orang dengan berpakaian bermacam-macam gaya. Mulai dari yang biasa hingga punggung terbuka. Dari menggunaan jeans panjang hingga rok mini, semua melintas didepan mata.
Hanbin merebahkan dirinya pada sofa sebelah Bobby yang tengah sibuk bercumbu dengan salah satu wanita bayarannya. Entah sejak kapan Bobby melakukan hal itu, tapi yang jelas beberapa hari ini, Bobby selalu mengajak Hanbin untuk datang ke club langganannya.
Pikirannya kembali pada Friska. Semuanya seperti sia-sia. Apa gunanya ia menghancurkan hubungan seseorang yang ia cintai tapi tak mencintainya? Perasaannya sekarang bisa dikatakan sangat kalut. Disatu sisi dia bingung. Apa dia harus melepaskan Friska atau tetap bersikukuh pada keinginannya.
Hanbin jadi merasa bodoh. Dengan membunuh bayi dikandungan Friska secara otomatis itu juga membunuh serta menghancurkan batin Friska. Bagaimana jika semua berbalik pada dirinya? Anak yang masih suci dan tak bersalah harus menjadi bahan pelampiasannya.
"Bro! Mikirin apa?" Kata Bobby menepuk bahu Hanbin dan berhasil memecahkan lamunan pria itu.
"Ah, nggak" Hanbin membangunkan tubuhnya dan sekarang menjadi duduk.
"Kemana cew--"
"Udah gue suruh pergi" sela Bobby
Hanbin meneguk sedikit wine yang tadi dia pesan lalu membuang nafas gusar. Bukan, bukan karena wanita bayaran itu pergi. Dengan mendatangi tempat ini bukanlah cara yang tepat. Buktinya, ia masih saja sibuk bergalau.
"Sudahlah, lo harusnya kaya gue. Putus cinta bukan berarti gak ada harapan kan? Gue putus tapi happy aja." Bobby seolah mengerti yang sedang ada dipikiran Hanbin saat ini. Kini lengan Bobby merangkul pundak Hanbin
"Lo liat disana.." Bobby menunjuk pada mini bar yang tentunya disana banyak wanita yang haus akan belaian yang juga menatap kearah mereka dengan menggoda dari jauh.
"..Banyak yang nunggu lo. Ayolah, itu bakal bikin lo ketagihan..Gak ada salahnya kalo lo nyoba sekali. Gue jamin semua masalah lo hilang" Setan mulai berbicara. Namun Hanbin malah berdecih seolah jijik menghadapi wanita jalang itu.
"Ayolah, jangan seperti orang munafik. Gue tau lo cowok normal dan membutuhkan itu" Bobby dengan susah payah membujuk agar Hanbin hancur pada pendiriannya untuk tidak menyentuh wanita jalang itu.
▪▪▪
Dua jam gadis bertubuh sedikit berisi itu terduduk dikursi santai nan empuk yang lebih tepatnya berada dikediaman Hanbin. Untuk apa wanita itu disana? Menunggu lelaki yang sudah jelas mencampakannya. Sangat tak memiliki harga diri!
Kini waktu sudah menunjukan pukul 00:30 tapi Hanbin yang ditunggu-tunggu belum juga menampakan batang hidungnya.
"Gak bosan nungguin Hanbin yang belum jelas kapan pulangnya?"
"Oma," panggil Jennie ketika menyadari wanita paruhbaya sedang berdiri disampingnya dengan membawa segelas teh hangat. Oma mengusap kepala Jennie kemudian duduk disebelahnya.
"Hanbin memang keras kepala. Jika dia bilang tidak, ya tidak. Oma bukan mau mengusirmu. Tapi oma sarankan kamu pulang karena ini sudah larut malam. " oma berusaha menjelaskan. Memang tak ada gunanya menunggu Hanbin sampai selarut ini. Karena bisa jadi pria itu menginap distudio musiknya atau justru menginap dirumah temannya. Apa dia tidak mengerti juga? Itu cara halus oma mengusirnya!