005

246 22 2
                                    

Minseok mendapati dirinya dengan tisu-tisu di meja kayu rendahnya. Ia meringkuk dengan selimut merah kesayangannya, hidungnya merah dan matanya berair.

"Kenapa kau jadi begini sih?!" Luhan berdecak sebal saat ia mengaduk coklat panas yang menenangkan untuk Minseok. Minseok hanya diam, bersender pada tumpuan sofa dan menyeruput kuah dari sup kaldu ayamnya yang hangat.

Suara sandal bergemelatuk dengan lantai ketika Luhan memberi segelas coklat panas pada Minseok, "terimakasih."

Luhan duduk di kursi yang tidak ditiduri Minseok dan mengganti saluran televisi, "apa yang kau lakukan semalam?" Jawabnya meneliti. Minseok diam.

Minseok tidak mungkin dengan galak mengatakan aku-sudah-memberi-tahu-dirimu-beberapa-kali karena ia tahu Luhan sedang tidak ingin diajak berdebat. Minseok menghela nafas. "Ya...makan. bersama Kim Jongdae. Apalagi?"

"Dimana?" Jawab Luhan menuntut. Minseok menahan diri agar tidak memutar bola matanya, "di restoran apartemennya." Minseok menyeruput sedikit coklatnya yang panas.

Luhan mengerutkan satu alisnya, "makan apa?" Minseok menghela nafasnya, "ya...kebanyakan daging dan kentang. Bukan steak. Itu masakan turki. Bumbu dan rempah-rempah yang harum...dan segelas air teh mawar yang panas." Jawab Minseok lugas dan jujur.

"Aku masih tidak menemukan alasan mengapa kau flu seperti ini," Jawab Luhan frustasi. "Apa yang kau lakukan saja sih tadi malam?" Ia bertanya dengan nadanya yang putus asa.

"Ya...aku hanya makan malam, berkunjung ke apartemennya dan membicarakan tentang kita."

"Kita?" Kening Luhan berkerut.

"Tentang...aku yang sudah lama bekerja dengan keluarganya, dan... lain-lain." Minseok menjawab dan menggigit bibirnya- mana mungkin ia menceritakan bahwa kenyataan ia flu karena saat turun hujan, dia baru turun dari bus, dan dia kehujanan. karena ia mengatakan Jongdae-lah yang mengantarnya.

namun melihat penampilan Jongdae dimobil....

"astaga," Minseok tanpa sadar meneguk coklat panasnya capat-cepat, lalu ia mengelap bibirnya yang melepuh karena coklat itu serasa membakar bibir dan lidahnya.

Luhan menatapnya bingung- sampai akhirnya ia lelah mengerutkan keningnya, dan duduk bersender.

"Aku merasa...kau menyembunyikan sesuatu dariku," ucap Luhan membuat Minseok menghentikan kegiatannya. "Maksudmu?"

Luhan menatap Minseok dengan mata rusanya yang cantik, "aku tidak tahu...kau seperti...memiliki hubungan dengan Tuan Jongdae." Lanjutnya meneliti. "Entah karena alasan apa, namun, kalian berdua..."

Minseok tertawa tanpa suara dan kembali menyender pasrah di sofa, "aku tidak memiliki hubungan khusus,"

"Kecuali?" Luhan lagi-lagi mengerut.

Minseok menatap Luhan dengan senyum yang menggoda dan meremehkan. Ia memutar-mutar mug coklatnya, "kecuali, saat dulu."

•'•'•'•'•'•'

Luhan sedang berada di lift, dari lobby ia akan langsung naik ke lantai puncak, lantai 24. Ia bahkan sudah menyiapkan aroma terapi kalau-kalau kepalanya pusing dan limbung kala lift bergerak naik.

Luhan akan naik ke lantai atas karena ia akan bertemu Jongdae dan memberi surat sakit Minseok, tentunya setelah Minseok menceritakan inti hubungannya dengan pemimpin 21 Tower and Analysis itu.

Luhan memutar-mutar amplop persegi panjang membentuk simetri bingkai. Ia sendiri di dalam lift sebelum seseorang dari lantai 17 masuk kedalam menemani Luhan yang tadinya sendirian dalam kubus besi ini.

Professor JD [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang