Part 9

4.6K 586 21
                                    


Happy reading......


Harun menatap langit malam, dia merasa bersalah karena telah berkata kasar pada Humaira. Namun dia harus melakukan itu agar Humaira sadar statusnya di sisi Harun.

Harun pernah jatuh cinta pada manusia beberapa ratus tahun yang lalu, makanya dia hafal tabiat manusia yang selalu ingin menjadi nomor satu dan tak mau berbagi. Berbeda dengan bangsa jin yang tidak pernah mempermasalahkan siapa yang nomor satu yang terpenting mereka diberi kasih sayang dan memiliki kedudukan yang tinggi.

Bahkan di sini mereka bebas memiliki banyak istri dan kadang ada jin yang bersikap seperti setan. Mereka bebas menggauli siapapun berpesta seks dan melakukan apapun sesuka hati mereka.

Berbeda dengan jin Islam yang tentu saja memegang kaidah agama, jin bisa memiliki banyak istri dan jin memiliki umur yang panjang sampai ribuan tahun.

"Abi tidak tidur?" Humaira membuyarkan lamunan Harun.

"Kau sendiri? Tidurlah, saya tidak akan menjimamu sampai kamu siap."

Wajah Humaira merona mendengar kata jima dari suaminya.

"Tapi..."

Harun memeluk tubuh istrinya yang mungil, dia pun membawa Humaira ke atas ranjang yang besar dan empuk.

Harun memeluk tubuh Humaira dengan hati-hati hingga gadis itu merasa nyaman dan dicintai. Humaira memejamkan matanya, bagaimana bisa dia untuk tidak jatuh cinta jika di perlakuan lembut seperti ini oleh lelaki yang begitu rupawan?

"Jangan banyak pikiran, biarkan semua berjalan apa adanya."

Humaira pun mengangguk pelan lalu memejamkan matanya, berharap sebuah mimpi indah datang ke dalam mimpinya.

*****

Humaira mengerjapkan matanya, tubuhnya terasa segar karena semalam dia tidur dengan nyenyak. Humaira teringat Harun yang memeluknya dan dia kecewa ketika tidak menemukan Harun di sisinya.

Humaira segera bangkit dan membersihkan tubuhnya kemudian sholat Dhuha karena sholat subuh telah terlewati. Selesai sholat Humaira berniat untuk merapihkan tempat tidurnya, namun dia terkejut tempat tidurnya sudah rapih padahal Humaira tidak melihat satu orang pun memasuki kamarnya.

Humaira tertegun, siapa yang merapihkan kamarnya?

"Assalamualaikum, istriku sayang..." Sapa Harun sambil membawa makanan untuk istrinya.

"Wa'alaikum salam, Abi."

"Sarapan dulu."

Humaira pun mengangguk lalu berdoa dan menyuapkan makanan yang di bawa Harun ke dalam mulutnya.

"Kau merindukan Bapak dan ibu."

Harun berkata seperti bisa menebak perasaan Humaira.

"Apa boleh saya menemui mereka?" Harun tersenyum lalu mengusap pipi Humaira dengan lembut.

"Mereka sudah bahagia."

Tiba-tiba Humaira seperti melihat bayangan jika keluarganya sudah hidup bahagia dengan rumah megah dan semua fasilitas yang lengkap. Ara, adikny pun tampak berisi dan sehat. Tidak kumal dan sakit-sakitan seperti ketika Humaira meninggalkannya.

"Terima kasih, Abi."

Humaira tersenyum bahagia. Harun mendekati istrinya lalu menyapu lembut bibir istrinya dengan bibir hangatnya.

Humaira membelalakan matanya, ini ciuman pertamanya dan Harun-lah pelakunya. Harun memperdalam ciumannya dan mulai bergerilya menyentuh tubuh Humaira.

Humaira hanya bisa menahan napas, dadanya bergemuruh dan ini ciuman pertama bagi Humaira tapi tidak untuk Harun. Air matanya menetes merasakan perih di hatinya. Meski Ira belum mencintai suaminya, tapi mengingat jumlah istrinya yang banyak dan membayangkan mereka sudah mencium suaminya, hati Humaira  merasa sakit juga.

"Jangan terlalu banyak berpikir, istriku sayang."

Harun menjauhkan wajahnya lalu mengusap pipi istrinya yang basah.

"Ira tidak bisa Abi, Ira belum siap." Harun tersenyum lalu menatap istrinya.

"Kenapa?"

"Ira belum bisa menerima ini semua."

"Kamu harus segera terbiasa."

"Ira tidak bisa dan jangan paksa Ira, Abi!" Isak Humaira.

Dia tahu sudah bersikap tak sopan kepada suaminya tapi rasa sakit di hati Ira sudah tak dapat di toleri lagi.

Harun mengusap rambut Ira dengan sayang.

"Kau tahu usia kami bisa mencapai ratusan bahkan ribuan tahun?" Humaira menyeka air matanya dengan perlahan.

"Usia saya sudah ribuan tahun, bisa kau bayangkan jika saya menikahi manusia. Sudah berapa manusia yang saya nikahi?" Humaira membelalakkan matanya.

Jika seribu tahun, anggap saja usia pernikahan manusia lima puluh tahun, berarti Harun sudah menikah dua puluh kali. Tapi Harun sudah 133 kali menikah, tetap saja tak masuk di akal  bagi dirinya.

Harun tersenyum lalu mengusap pipi istrinya dengan lembut.

"Kami juga sama seperti manusia, ada kasta-kasta, kekuasaan dan kekuatan. Ada pula perjodohan untuk meningkatkan kasta dan kekuasaan."

"Lalu?"

"Saya menikahi banyak jin karena kekuasaan."

Humaira terdiam, mencoba mencerna ucapan Harun.

"Saya adalah jin dari kasta tinggi yang memiliki kekuasaan yang luas, mungkin istilah manusia saya adalah  keturunan darah biru. Makanya saya harus mau di jodohkan dan memiliki istri banyak."

"Lalu kenapa Abi menikahi manusia? Bukankah dari golongan Abi sendiri saja sudah cukup?"

Harun tersenyum tipis lalu menyentuh tangan Humaira memberi kehangatan yang membuatnya nyaman dan tenang.

"Jin mahluk tak kasat mata namun dia bisa melihat manusia. Berbeda dengan manusia yang memiliki pandangan terbatas dan tidak bisa melihat kami." Humaira mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Saya bisa melihatmu dan saya jatuh cinta padamu."

Jantung Humaira berdegup kencang, Harun mencintainya? Wajahnya seketika memanas dan Ira pun menunduk malu.

"Hanya pada manusia saya bisa merasakan cinta tanpa harus ada embel-embel perjodohan. Saya menikahimu karena cinta Humaira."

Humaira meneteskan air matanya, ya setidaknya ada alasan yang lebih baik untuk menerima pernikahan ini, untuk menerima Harun sebagai suaminya selain karena uang dan jaminan hidup mewah untuk keluarganya. 

Setidaknya Harun mencintai Humaira karena perasaan bukan karena kasta dan kekuasaan. Harun mendekatkan kembali wajahnya pada Humaira dan mencium gadis itu dengan lembut.

Tbc

Next part 21++

Thanks for reading....

HARUN SUAMIKU (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang