1

21 1 0
                                    

Berangkat pagi pulang sere bahkan tidak jarang sampai malam baru tiba dirumah. 1 tahun sudah terlewati, dan ini menuju tahun kedua. Dan masih ada beberapa tahun kedepan kehidupannya akan seperti ini.

Jelas terasa bosan, tapi harus dijalani. Belum lagi kehidupan diluar gedung ini, juga dirumah. Demi sebuah tanggungjawab yg dipikul dipundakknya.

"Hoii. Langsung pulang lo?"

"Mana bisa gue main main kayak kalian?"

"Hahaaa sabar tpi lo udah ngrasain enaknnya kannn. Wkwkkk"

"Gimana lagi"

"Yaudahh sono pulang, bayi lo nangis tuhhh. Hahaaa"

"Anjirr lo. Yaudah bye. Gue cabut"

Begitulah perpisahan dengan teman temannya usai pulang ngampus.

Ia menuju parkiran mengendarai mobil. Tanpa kuliahpun sebenarnya ia bisa mengidupi dirinya dari harta orang tuanya juga usaha yg dirintisnya sejak 2 tahun lalu, tapi gengsinya lebih tinggi, ia harus menyelesaikan kuliah.

Beer dan rokok selalu menjadi teman setianya ditiap malam, menunggu penghuni rumah lainnya terlelap. Itulah yg bisa melegakan angannya, lelah dan rasa bosan dalam menjalani hidup yg menurutnya tidak sebebas beberapa tahun lalu.

Tubuhnya semakin kurus, padahal asupan gizinya selalu terpenuhi tapi pola hidupnya sama sekali tidak mendukung.

Baru menginjak minggu pertama ditahun keduanya ia merasa sudah bertahun tahun berada menjadi mahasiswa. Ingin menyerah tapi tidak akan bisa.

Terlebih setelah kemarin ia melihat penampakan seseorang yg mungkin akan menjadi penyemangat dan warna baru didunia perkuliahannya. Tapi entahlah apa itu bayangan hasil halusinasinya selama ini atau hanya seseorang yg mirip. Yg jelas ia akan mencarinya bagaimanapun caranya di gedung universitas dengan ribuan mahasiswa didalamnya.

"Pulang jam berapa?"

Pesan yg selalu ia dapatkan setiap hari. Dan harus ia jawab pula.

"Otw, mau mampir ke Angga dulu"

Tidak ada balasan dan iapun tidak membutuhkan balasan. Ia melajukan mobilnya dilihat jam ditangan menunjuk angka 7, belum terlalu malam.

Kemudian membelokkan mobil dipersimpangan sebelum masuk kawasan perumahannya.

"Baru pulang lo?"

"Iyaa"

"Udah lah kalo ketetaran lo urus cafe aja, ngapain kuliah. Kembangin lagi biar lebih besar"

"Lo udah gk sanggup ngurus sendiri? Gue juga masih bantuin lo kali"

"Gue cuma kasian liat lo pontang panting, yg kuliah, kerjaan, rumah"

"Ini tanggungjawab gue. Kemarin gue kaya liat Marsha"

"Gilaaa lo, bener bener gila. Segitunya lo sama Marsha"

Mereka larut dalam urusan bisnis. Angga sebagai teman yg dipercaya mengurus cafenya. Teman yg sudah dianggap abang, ia kakak kelasnya dulu waktu SMA yg kebetulan orang tuanya dulu pernah kerja di vila keluarga Dion.

"Besok mungkin gue bisa kecafe. Gue cabut dulu. Thanks bro"

"Lo kayak sama siapa aja. Sono pulang sudah ditungguin pasti. Stop soal Marsha"

Dion mengabaikan ucapannya melambaikan tangan tanpa menoleh dan kembali melajukan mobil kerumahnya yg sudah tidak jauh dari rumah Angga.

"Beliin sate ayam dipersimpangan perumahan"

Pesan itu kembali muncul di notif ponselnya saat ia sudah didepan rumah dan terpaksa harus putar balik untuk membeli sate ayam. Padahal satpam rumahnya dengan senang hati bisa membelikan, tapi selagi masih bisa sendiri ia akan melakukannya sendiri.

 Padahal satpam rumahnya dengan senang hati bisa membelikan, tapi selagi masih bisa sendiri ia akan melakukannya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sate sate.

Segini dulu untuk permulaan

Your PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang