10

8 0 0
                                    

"Hei, salam kenal. Aku Marsha" katanya tersenyum renyah.

Cewek anggun berambut panjang pakai kacamata, berdiri tepat di depan pintu rumah. Getaran rasa takut seolah mengusirnya dari kenyamanan yg ia buat sendiri selama ini.

Ica meraih tangan Marsha yg sedari tadi menggantung dihadapannya. Berusaha senyum seperti yg Marsha lakukan.

Seperti biasa pula rumah sebesar dan senyaman itu tampak sepi, hanya ada satpam dan bibi/mbak asisten rumah dan terkadang suster pengasuh Ara yg tidak setiap hari datang ke rumah.

"Gue ganggu gk, Ca?" Katanya, tanpa ada keraguan dalam tingkahnya setelah dipersilahkan masuk.

"Enggak kok. Gue ambil minum dulu" jawab Ica yg berbanding terbalik dengan apa yg dirasakan Marsha.

Jelas terlihat nyalinya menciut kala berhadapan dengan Marsha, jantung hati suaminya. Walau Ica tidak kalah cantik dari Marsha.

"Ehh Jangan repot-repot, bisa ambil sendiri nanti, gue juga cuma mau main. Oiyaa emm, Ara ya, Ara dimana?" Tanyanya lagi.

"Ohh, eemmm. Iya lagi main sama bibi dikamar, baru selesai mandi" balasnya.

"Emmmm" Marsha manggut manggut sambil melihat sekeliling ruang tamu yg nampak tertata rapi dengan foto Ara yg terpampang disana.

"Ca, boleh ke kamar Ara? Gue mau main sama dia"

"Iyaa boleh" bukan Ica sombong hanya saja ia tidak tau harus bersikap bagaimana.

"Santai aja Ca sama gue, kita bisa berteman kan?"

Setengah mati Ica memberanikan diri berucap dan berhadapan dengan cewek yg selama ini dihindari dan tidak ingin ditemuinya.

Ica memimpin dgn langkah yg begitu berat menuju kamar Ara.

Tidak ada suara selain langkah kaki mereka berdua yg terus menyusuri anak tangga. Tidak ada nama Dion disebut disana pun kerena sang nama itu sudah pasti dan jelas tidak berada dirumah dijam segini.

"Halooo Ara??? Sini ikut tante Sha" sambut Marsha riang seketika masuk kamar Ara.

Ara menggeliat tampak kaget, tapi ia memang segera akrab dgn orang baru. Ara menunjukkan senyum manisnya yg membuat Marsha merasa langsung diterima olehnya. Diraihnya kedua tangan Marsha dan seketika mereka berdua mesra dalam pelukan.

Ica tersenyum melihat anaknya yg begitu ramah dgn Marsha tidak seperti dirinya.

"Bi, buatin minum ya" sambung Ica meleburkan getirnya dalam hati.

"Mau minum dingin apa anget mbak?" Tanya bibi.

"Dingin aja" jawabnya mengingat suasana hari ini lumayan panas.

Marsha memang sangat bisa mencairkan suasana, mengakrabkan dirinya dengan Ica terlebih dengan Ara. Hingga menjelang malam ia disana, entah menunggu Dion atau memang betah disana.

Sesekali Ica tertawa dengan candaan Marsha, ya begitulah sosok yg dikagumi suaminya, pantas saja.

"Ehh Ca, sebetulnya masih betah si disini sampai gk inget waktu kalau udah sore gini. Gue pamit dulu ya" pamitnya.

Memang hampir 4 jam Marsha main, mulai dari nyuapin Ara menemin tidur sampai Ara bangun lagi.

"Gk nunggu Dion dulu Sha? Bentar lagi juga pulang" akhirnya terucap juga nama Dion.

Marsha tersenyum. Seolah tau kecemburuan Ica dibalik kata itu.

"Gue kesini mau ketemu, mau main sama kalian, Ca. gue pulang"

Marsha berlalu dengan mobil putihnya, Ica mengantar sampai pintu gerbang dengan Ara dipelukannya. Saptam segera menutup kembali sebelum sebuah mobil penghuni rumah mengklakson tanda ia akan masuk gerbang.

Ica menoleh karena memang baru beberapa langkah ia beranjak.

"Kalian dari mana?" Dion bertanya setelah turun dari mobil.

"Tadi ada tamu, baru banget pulangnya" jawab Ica datang. Kedatarannya sudah biasa dalam diri Ica, begitu juga Dion yg melihatnya.

"Tamu siapa? Temenmu?" Katanya lagi, meraih Ara dari pelukannya.

"Marsha" kembali datar katanya.

"Marsha??" Sontak membuat Dion kaget tidak percaya. Dilihatnya raut wajah datang sang istri.

"Iya Marsha temen kamu, lumayan lama tadi main disini, dari siang. Kamu gk tau?" Jawabnya diakhiri senyum getir.

Dion terdiam sambil terus melangkah masuk kerumah. Badannya terasa lelah seharian otaknya dipaksa untuk berfikir bukan hanya materi kuliah tapi juga kalang kabut mencari Marsha yg ternyata dari rumahnya.

"Kamu mandi dulu gih" kata Ica lagi, meraih Ara kembali, anak itu seolah masih mau menempel pada papanya.

"Ca, serius tadi Marsha kesini? baik baik saja kan?" Dion berucap.

Ica tersenyum kearah Dion.

"Di, Marsha baik" kemudian melesat dari hadapan Dion yg masih terpaku tidak percaya.

Setelah obrolan itu, mereka seperti mengurung diri dikamar masing masing. Dion kembali kekamar pribadinya setelah mandi bahkan tidak makan malam. Ica tidak berani menghampiri Dion, ia tahu kalau suaminya sedang dalam mode bimbang.

Sampai pagi Dion menampakkan diri saat mau pergi ke kampus. Ia menghampiri Ica di kamar Ara.

"Ca temenin sarapan" perintahnya yg selalu membuat hati Ica deg degan.

Ica segera mengiyakan dan bangkit dari tidurannya. Ara masih terlelap.

"Di, nanti aku pulang, besok paling balik kesini" Ica berucap ditengah Dion menyantap sarapannya.

"Baru kemarin kamu ke mama 1 minggu lagi, masih kurang?" Jawab Dion agak tidak mau mengijinkan.

"Lusa mama sama papa mau ke hongkong, malam ini disuruh kesana"

"Aku antar"

"Gk usah Di, nanti dijemput supir"

Dion diam, tidak mengiyakan juga tidak melarang. Melanjutkan sarapan yg sekarang terasa hambar.

"Aku berangkat" pamit Dion seperti biasa. Entah ekspresi apa yg diberikan Dion pada Ica pagi ini. Datar.

"Hati-hati Di" balas Ica.

Your PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang