chapter 2

85 8 2
                                    

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa bangun dalam keadaan se kacau ini .

Aku masih mengenakan gaun semalam, kakiku rasanya akan copot karena terlalu pegal. Semalam benar-benar drama nyata selama eksistensiku didunia ini.
Syukurlah aku cepat menemukan taxi. Dan bersyukur juga kemarin tidak terlalu malam untuk seorang wanita muda seperti ku jalan sendirian. Walaupun kota tempat ku tinggal adalah kota yang aman , tetap tidak menutup kemungkinan kejahatan pasti terjadi.

Aku berusaha bangkit dari posisi tidur ku, bisa ku rasa mataku bengkak karena menangis semalaman.
Menyederkan diri di tiang ranjang, aku menarik nafasku dalam. Penampilanku pasti sangat kacau! Aku mendengar ayah mencariku, tapi ia tidak memaksa untuk bertemu. Setidaknya ia mengerti keterkejutanku semalam, dan memahami jika sekarang aku marah besar.

"Non, sudah bangun ? Ini mbok bawakan makanan kesukaan non Hana" suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Mbok Narti memang selalu seperti ini, ia selalu peka denganku.

Dulu semisalnya Ayah memarahiku , aku akan mengurung diri bersembunyi karena takut. Lalu Mbok Narti akan datang ke kamar dan menemaniku . Oleh karena itu ia bukan seperti seorang pembantu , melainkan sebagai keluarga.

Aku berjalan dan membuka kunci pintu kamarku, saat mbok Narti masuk dengan nampan berisi sepiring mie goreng dan susu aku langsung menampilkan ekspresi malas dan kembali membaringkan diri ke ranjang.
Wanita itu tersenyum dan seakan arti senyuman itu adalah 'semua akan baik-baik saja'

Kegelisahan hati ku semakin terasa , karena kenyataan perjodohanku bukanlah sebuah mimpi buruk saja.

"Non, makan dulu ya. Semalem non Hana belum makan kan?" Ucapnya sembari mengatur piring dan susu di atas nakas samping ranjangku.

"Makasih mbok" jawabku singkat.

"Mbok ngerti perasaan non Hana, tapi apa tidak sebaiknya dengarkan penjelasan bapak dulu? Bapak pasti punya alasan"

"Apapun alasannya mbok, yang ayah lakukan itu sudah keterlaluan. apa beratnya mendiskusikan ini terlebih dahulu?"

"mbok paham non, tetapi memang terkadang selalu ada keputusan yang harus diambil karena tak cukup waktu untuk sekedar berdiskusi. Non Hana sudah mengenal bapak dengan sangat baik bukan? ia bukanlah seseorang yang gegabah mengambil keputusan" jawab Mbok Narti ,logikaku seakan setuju dengan perkataan nya. Namun hatiku, tidak. Ayah sangat egosi karena memutuskan ini sendirian!

Tak lama setelah selesai menata sarapanku,mbok Narti pamit karena Ayah menyuruhnya menyiapkan makanan ,mbok Narti berkata sepertinya sore ini ada tamu penting yang akan datang.

Aku meneguk susu terlebih karena haus. Aku tidak bernafsu untuk sekedar makan sekarang. Manusia mana yang merasa lapar di saat seperti ini?! atau mungkin hanya aku saja?

Kudengar seseorang mengetuk pintuku lagi, dan aku pastikan itu bukanlah Mbok Narti

"Hanasta, boleh ayah masuk?"

Hening, karena aku tak menjawabnya

"jika kau masih marah padaku tak apa, setidaknya maukah kau mendengar penjelasan ayah ?"

"Ayah mohon kali ini saja , dengarkan penjelasan ku" lanjutnya

aku berjalan lagi menuju pintu dan membukanya. Kulihat ayah ku dengan tatapannya yang sendu, bahkan kantung mata terlihat sangat jelas. Ia adalah seorang workaholic , namun ia tak pernah terlihat se kacau ini. Hampir terlihat se kacau seperti saat ibuku meninggal dunia dulu.

"terimakasih ,nduk" jawabnya dengan senyuman yang di paksakan

"bagaimana kalau kita bicara di taman belakang saja? sepertinya kau butuh udara segar"

BECOMINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang