"Princess, kamu sakit ?" Sebuah usapan mendarat lembut di dahi Nana yang sedang berbaring lemas masih menggunakan baju tidur pororo kesukaannya.
Nana merejab, matanya yang menatap Papa terlihat berkaca-kaca seperti hendak menangis, kepalanya mengangguk spontan, "Sakit." Keluhnya.
Entah kenapa, saat dia terbangun pagi ini, sebenarnya rasa nyeri serta kram menusuk perutnya bertubi-tubi. Untuk bergerak saja, sakitnya langsung terasa. Usapan papa pada rambutnya membuatnya nyaman. Tapi tidak dengan perutnya yang sangat sakit.
"Tidak usah masuk hari ini, ya ?" Papa menatapnya dengan pandangan khawatir yang sulit disembunyikan.
Nana berfikir sebentar sebelum menjawab, "Nana ada ulangan matematika. Nana kuat ko" Gumanannya pelan. Tidak boleh bolos. Karna itu berarti ulangan susulan akan menghantuinya dan tidak ada teman untuk menyontek. Bencana besar.
Sebesit ragu terlihat dimatanya, namun Papa akhirnya mengangguk. Meski untuk itu berarti selama perjalanan menuju sekolah, Papa tidak berhenti berbicara apa yang harus dan tidak boleh di lakukan Nana hari ini.
"Kalau ada apa-apa di sekolah, langsung telfon Papa." Titahnya ketika mobil yang dikendarainya sudah sampai di depan gerbang sekolah.
"Papa udah bilang gitu lima kali, Pa." Nana menatapnya lesu.
"Papa khawatir, sayang."
Hari itu Papa sukses menjadi pria paling bawel. Nana menutup pintu mobil setelah mencium pipi kiri papa. Seperti yang selalu dilakukannya setiap sempat diantar papa. Hanya saja kali ini, dia benar-benar terlalu lesu karena menahan perutnya yang begitu sakit.
Seperti yang bisa di tebak. Ketika siang hari tubuhnya benar-benar kesakitan, keringat mengucur deras, nyeri di perutnya semakin menjadi-jadi. Makanan di depannya pun di abaikan membuat Bima yang dari pagi memperhatikannya semakin cemas.
"Kita ke UKS yu, Na." Tawar Bima kesekian kali.
"Nanti ulangan kita bikinin contekan. Santai aja, Na." Sela Selvi setelah melihat ekspresi Nana yang sepertinya hendak menolak.
Silva, gadis centil yang hendak mengambil kentang gorengnya itu menengok setelah mendapat sikutan pelan dari Selvi, "Iya, Na. Tenang aja. Ada kita-kita."
"Ke UKS, Na." Bujuk Bima sekali lagi
Nana mengangguk, "Sakit, Bim." Air mata sudah menggenang di matanya dan pada langkah pertama setelah berdiri dari bangku, kesadarannya menghilang.
Orang pertama yang sadar dari keterkejutannya adalah Bima. Pemuda aktif tersebut lari dan menangkap Nana tepat sebelum tubuhnya jatuh ke tanah. Orang-orang kontan menengok kearah mereka yang langsung menjadi pusat perhatian, tapi Bima terlalu panik untuk sekedar melihat sekitar dan lari sambil membawa Nana menuju ruang UKS.
Selvi dan Silva menyusul sekaligus membawa handphone Nana yang tertinggal di meja.
"Gimana ?" Tanya Selvi.
"Enggak tau. Gue baringin aja, enggak ada yang jaga." Bima membalas setelah duduk di kursi samping kasur yang tersedia di unit kesehatan.
"Telfon bokapnya." Ujar Silva.
"Jangan gue. Bisa abis gue pas bapaknya denger suara cowo di hp Nana." Ujar Bima
Silva menoleh, menatap Selvi, "Gue nggak berani. Bokapnya posesif banget, yang ada gue di tanya macem-macem." Selvi menjawab sembari mengangkat kedua tangan tanda menolak.
"Gue juga nggak mau."
"Terus gimana dong ? Lo aja, Va. Hpnya Nana juga lo yang pegang."
Silva melirik sinis kearah mereka berdua. Situasinya akan semakin gawat kalau mereka hanya berdebat. Akhirnya, dengan sedikit nyali yang tersisa Silva menelepon Papa Nana.
Akhirnya setelah dua puluh menit menunggu, Papa datang dengan keadaan setengah berlari. Raut khawatir sekaligus panik terpampang jelas di wajahnya.
"Terimakasih sudah menjaga anak saya. Saya akan membawanya ke rumah sakit sekarang." Aries menatap ketiganya sekilas, menggendong Nana dengan tergesa namun tetap berhati-hati seperti membawa benda yang begitu rapuh, jejak kehawatirannya terlihat jelas tanpa berusaha di tutupi.
Bergegas keluar, mengabaikan teman-teman anaknya yang hanya bisa mengangguk kaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa
Short StoryThis book belongs to someone lacking fatherly affection, someone who has daddy issues, and girls who are always by themselves, hoping there's somebody out there loving them endlessly.