Part 6

30 0 0
                                    

Nana berlari senang, tawanya terdenger memenuhi seisi halaman luas tersebut, "Oom ayis, kejal Nana !" Titahnya dengan penuh cekikikan senang. Taman yang luas di belakang rumah tersebut  membuatnya jadi leluasa berlari kesana kemari, tubuhnya yang kecil di bawah pinggang orang dewasa terlihat luwes dan lincah.

"Jangan Kencang-kencang, Na. Nanti jatuh." Aries ikut berlari pelan, membuat Nana semakin senang.

"Tangkap Nana, Oom !" Nana semakin semangat berlari, melihat itu Aries berlari dan menangkap Nana tanpa kesulitan. Langkahnya lebar omong-omong jika di bandingkan anak kecil berusia kurang dari tiga tahun.

"Dapat !"

Nana terkikik senang.

"Yagi ! Ayo main yagi, om." Nana memberontak dalam pelukannya, hendak turun dan kembali berlari

"Duhh.. Keponakan Oom memangnya tidak lapar, hm?" Ujarnya sambil mendekatkan wajahnya pada perut gembul Nana, yang di perlakukan seperti itu hanya cekikikan saja "lapaaaaal."

"Kita makan saja yuk, Oom juga sudah lapar." Hanya alibinya saja memang, dia tidak mau Nana terlalu asik berlari sampai jatuh nantinya, maka dari itu ia mengajak gadis kecil kesayangannya untuk makan.

"Yaaay!" Nana berontak turun dan berlari lagi. Melupakan undakan tangga yang ada di depannya.

BRAK !

"Nana !" Aries berteriak terkejut.

Sedetik kemudian, tangis Nana terdengar begitu kencang

"Om Ayis sakiiiiit." Pipinya yang tembem berubah merah sepenuhnya, pun kedua tangan kecil itu. Lututnya sedikit terbaret ujung tangga mengeluarkan sedikit darah.

Arie menggendong Nana buru-buru membawanya kedalam rumah. Tangis membludak Nana mengundang pemilik rumah lain. Papa Aiden datang bersama Mama Rena tergesa-gesa.

"Duh, ini Nana kenapa bisa sampai luka ?" Tanya Papa Aiden panik.

"Maaf, Mas. Tadi ngga sengaja jatuh di tangga. Aries lalai. Maaf, Mas." Akunya salah.

"Udah ngga apa, Ris. Wajar anak kecil jatuh. Sini biar Mbak obatin." Mama Rena dengan sigap mengambil p3k yang berada di dalam lemari tidak jauh dari mereka dan mengambil Nana dari gendongannya. Gadis kecil itu bergelung sambil terisak di pelukan sang mama.

"Apa nggak sebaiknya panggil dokter tulang ? Aku takut Nana patah tulang." Papa Aiden menggigit bibirnya panik melihat anak gadis semata wayang nya menangis tidak berhenti.

"Ayo ke rumah sakit. Aku cari kunci mobil dulu, Mas." Aries mengangguk setuju, baru saja akan berdiri kalau Rena tidak mencubit telinga mereka berdua yang terlalu panik berlari kesana kesini.

"Lihat. Nana sudah baik-baik saja. Tolong jangan berlebihan. Nana hanya jatuh dari tangga, bukan jatuh dari pesawat." Ujar Mama Rena gemas dengan kelakuan dua lelaki di rumah ini.

Nana yang tadinya menangis jadi tertawa geli. Keduanya tidak pernah bisa berkutik dari Rena.

"Pa... Papa."

Sentuhan lembut di pipinya membuat Aries perlahan terbangun. Kilasan masa lalu kembali tanpa ia minta. Kini Nana yang di hadapannya adalah Nana yang sudah mati-matian ia besarkan menggantikan almarhum saudara dan iparnya.

"Papa makan, yuk. Nana lapar, hehe." Gadis polos itu menarik tangan liat Aries membuatnya mau tidak mau terlepas dari mimpi masa lalunya.

"Princess mau makan apa, hm ?"

"Nana mau ice cream !"

Melangkah bersama Nana yang menjadi satu-satunya penerang hidupnya yang gelap.

PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang