Sudah satu minggu selepas Nana keluar dari rumah sakit, gadis itu juga sudah mulai masuk sekolah dan sore ini. Seperti biasanya, Aries akan menjemput Nana di sela-sela pekerjaannya.
Melihat Nana yang melambai dari jarak lima meter sebelum mobil sampai dengan senyuman khasnya membuat Aries ikut tersenyum.
Nananya tidak pernah terbiasa dengan rasa sakit, Nananya tidak di perbolehkan untuk mendapat luka sekecil apapun, Nananya tidak di biasakan dengan sakit apapun kecuali hal yang tidak bisa di tolaknya sebagai seorang gadis. Iya, Nana kemarin pingsan ketika mendapat tamu bulanannya. Ini salahnya, seharusnya Aries ingat kemarin adalah hari pertama Nana menstruasi bulanan.
Biasanya tiga hari sebelum, Nana harus rutin minum teh madu, tapi karena kecerobohannya terlalu sibuk bekerja sampai membuat Nana pingsan. Mungkin mulai besok Aries akan mulai menyewa seorang pelayan untuk Nana.
"Papa !!" Nana membuka mobil dan masuk di bangku depan, tangannya otomatis meraih bahu Papanya untuk ditarik kemudian mencium pipi kanan dan kiri.
"Ada apa, princess ?" Aries sudah terlalu hafal perilaku gadis kecilnya, matanya yang tidak langsung menatap begitu bertemu menandakan Nananya sedang menyembunyikan sesuatu.
Hening beberapa saat, hanya ada suara mesin laju mobil dan beberapa klakson dari pengendara lain yang ikut meramaikan jalanan.
"Umm.. Nana tadi di bagiin nilai matematika susulan." Suaranya bahkan tidak lebih besar dari sebuah bisikan.
Nana sangat takut mengecewakan papa kebanggannya. Melihat berbagai piagam penghargaan terpajang di sepanjang dinding ruang tamu dan satu lemari penuh berisi piala milik papa kadang membuatnya merasa ciut, "Tadi dapet nilai 2." Nana menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kedua tangannya meremat rok abu hingga membuatnya kusut,
Aries menghentikan laju mobilnya di depan toko kue sebelah sekolah Nana dengan cepat, kemudian memusatkan perhatiannya pada gadis kecil disebelahnya. "Hey, dengar Papa." Aries melepaskan tangan kecil itu dari roknya. Melihatnya merah karena terlalu kuat mencengkram dirinya sendiri dan membawanya ke tangkupan tangan besarnya yang berurat.
"Papa bilang gini bukan cuma sekali, tapi Papa akan terus ingatkan Nana. Nana adalah putri kesayangan Papa. Papa ngga perduli berapapun nilai kesayangan Papa. Papa hanya ingin Nana bahagia, makan dengan lahap, dan tidak memikirkan rasa sakit. Papa masih cukup sanggup untuk menanggung semua rasa sakit milik Nana. Papa masih sanggup untuk berjuang demi Nana. Papa bangga Nana dapet nilai 2, Nana udah ngelakuin yang Nana bisa. Nanti kita belajar lagi, ya."
Pelan, suara isakan yang lebih muda menggema di dalam mobil, dirinya masih terus menunduk dan menangis seiring pria itu terus memberikan afirmasi positif padanya.
Aries membawanya kedalam pelukan yang hangat dengan usapan lembut di punggung sempitnya, "Papa minta maaf karena keteledoran Papa kamu masuk rumah sakit kemarin. Mulai besok Papa akan siapkan seseorang untuk memenuhi semua kebutuhan kamu."
Gadis itu dengan cepat mendongak, menatapnya dengan mata yang masih menggenang dan hidung serta pipi kemerahan yang tidak pernah bisa di abaikannya, "Ngga mau."
"Nana cuma mau berdua sama Papa. Nana ngga mau ada orang lain. Kalo Papa kesusahan dengan Nana... Nana bakalan berubah demi papa." Ujarnya di sertai gelengan ribut dan tangisan yang semakin keras. Ujung kalimatnya di ucapkan dengan sedikit tersendat dan secuil rasa ragu yang berusaha ditutupi.
Aries terkekeh melihat respon gadis kecilnya, mengusap air matanya dengan sayang dan menangkup kedua pipi chubby nya. Memberikan atensi penuh pada Nana, "Sayang, bukan itu maksud Papa. Papa hanya tidak ingin kecerobohan Papa membuat kamu sakit. Papa ingin kamu selalu sehat dan tidak kekurangan apapun. Papa ngga mau kamu berubah. Papa mau Nana tetap jadi kesayangan Papa apa adanya. Sekarang berhenti nangis, kita turun beli kue untuk kamu."
Nana merejap beberapa kali, menarik kedua sudut bibirnya dan mengangguk senang. Membuka pintu mobil dengan segera dan berlari kecil memasuki toko meninggalkan Aries yang tersenyum tipis secara samar di dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Papa
Short StoryThis book belongs to someone lacking fatherly affection, someone who has daddy issues, and girls who are always by themselves, hoping there's somebody out there loving them endlessly.