Keesokan harinya, Hendrick turun dari lantai 2 rumahnya buat sarapan dan minum kopi yang biasanya udah disiapin istrinya. Anehnya, di meja makan nggak ada apa-apa. Istri dan anak gadisnya yang biasanya udah duduk nungguin dia turun buat sarapan pun nggak ada. Karena sifatnya yang nggak peduli sama hal sekitar, dia nggak nyari istri dan anaknya dan langsung berangkat ke kantor dengan perut kosong.
Sama juga dengan Erick. Pas Erick mau pamit buat berangkat ke kantor, dia heran kenapa ibunya nggak ada di Aula modeling di lantai 4 rumahnya. Iya, rumah Erick memang kayak kantor, tingkatnya banyak. Namun semua itu nggak berarti karena nggak hadirnya sosok ayah di hidup Erick. Ayahnya udah meninggal sejak Erick berumur 10 tahun. Karena dia udah telat, akhirnya dia nggak nyariin ibunya.
Di rumah Ricky ada suara tangisan. Ternyata itu suaranya Ricky yang lagi nangis nyariin ibunya karena ibunya nggak bangunin dia, nggak masakin dia, dan banyak lagilah pokoknya yang belum disiapin ibunya buat Ricky. Dia nangis sekenceng-kencengnya, tapi ibunya nggak dateng-dateng. Karena udah kesel sama ibunya yang menurutnya udah nggak peduli lagi sama dia, akhirnya dia berangkat dengan mata sembab.
Di jalan, mereka heran karena mereka nggak ngeliat satu pun wanita yang berlalu-lalang.
Sesampainya di kantor...
"Eh Rick, mata lo kog sembab? Habis nangis ya lo? Kenapa? Habis diputusin pacar lo? Pacar lo yang keberapa?", tanya Hendrick dengan nada yang sedikit mengejek.
"Nggak tau. Semalem gue mimpi lo mati kelindes bis, terus lo ketiban meteor yang segede matahari", elak Ricky.
"Bullshit!! Mimpi apaan tuh. Lo doain gue cepet mati. Emang lo tau seberapa gede matahari. Bangsat lu ya", kata Ricky dengsn nada marah dan muka yang merah.
"Udah-udah. Apaan sih lu berdua. Dimana aja kerjaannya berantem aja. Lo tau nggak sih apa yang gue pikirin dari tadi??", kata Erick ya ingin melerai pertengkaran mereka.
"Emang apaan sih yang lo pikirin? (Hening sejenak) Oh, lo mikirin itu ya", jawab Ricky yang punya pikiran ambigu.
"Apaan sih lo. Maksud gue tuh, lo sadar nggak sih kalau tadi di jalan itu nggak ada 1 orang cewek pun yang ada, terus dari tadi gue perhatiin karyawati di sini juga kok nggak ada ya", jawab Erick.
"Iya sih. Dari tadi gue heran karena pagi ini nggak ada 1 orang cewek pun yang gue temuin. Anak sama istri gue juga nggak ada. Jadi tadi gue berangkat nggak sarapan", kata Hendrick.
"Eh iya-ya. Tadi ibu gue juga gue cari-cari nggak ada. Jadi gue kesel sama ibu gue", ujar Ricky.
"Tu kan. Tadi ibu gue juga gue cari nggak ada. Atau mungkin kata waitress yang kita godaain kemarin adalah sumpah?", tambah Erick.
Mereka diam sejenak dan mikirin apa yang dikatain sama Erick. Tiba-tiba Ricky menggebrak meja sambil berdiri.
"Gimana kalau kita temuin waitress itu dan kita tanyain apa itu sumpah atau bukan", ucap Ricky.
Akhirnya mereka pergi ke club itu lagi buat nyariin waitress itu. Tapi usaha itu nggak ngebuahin hasil karena ternyata waitress itu udah ngundurin diri dan pindah ke luar kota Jakarta. Mereka cari segala cara buat nyari dia tapi ternyata hasilnya ZONK. Jadi mereka pun pasrah dan menghadapi semua dengan positif thinking.
Gimana part 2 nya?
Semoga masih mau mantengin ceritanya ya.
Eits...want to next? Votment dulu ya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Without Her
De Todo"Apaan sih lo. Maksud gue tuh, lo sadar nggak sih kalau tadi di jalan itu nggak ada 1 orang cewek pun yang ada, terus dari tadi gue perhatiin karyawati di sini juga kok nggak ada ya", jawab Erick. "Iya sih. Dari tadi gue heran karena pagi ini nggak...