6

70 6 0
                                    

"Aku pikir aku akan hidup seperti ini untuk selamanya. Tapi ternyata pikiranku salah, tidak semua orang membenciku. Karena ternyata masih ada orang yang peduli dan mau berteman denganku."

-Tami Reani-

×××

Gadis berambut sebahu itu mengelap keringatnya yang terus saja bercucuran. Dia terlalu lelah, pekerjaan yang begitu banyak ia kerjakan dengan keadaan perut yang masih kosong.

Bayangkan saja, dari jam 6 pagi dia terus saja beraktivitas tanpa ada istirahat. Mulai dari menyapu dan mengepel seluruh penjuru rumah, membersihkan kaca dan barang-barang yang ada di dalam rumah, menyiram tanaman dan membersihkan dedaunan kering di rumput yang sudah meninggi. Mencuci pakaian dirinya, ibunya, dan adiknya.

Saat ini Tami sedang memasak untuk orang-orang yang ada di rumah ini, keringat sudah membanjiri wajah cantiknya. Namun dia tetap fokus pada masakannya tanpa sempat mengusap keringatnya.

Keluarganya memiliki pembantu, hanya saja di hari sabtu dan minggu Reni sengaja meliburkan mereka, alasannya sudah tentu bahwa dia ingin menyibukkan Tami, bukan, lebih tepatnya menyiksa.

"Tamii! Cepetan, ibu udah lapar!" Wanita cerewet itu menyuarakan kekesalannya karena sudah tak sabar lagi untuk sarapan pagi.

"Iya bu bentar!" Teriak Tami dari arah dapur.

"Selesai juga." Tami merasa bangga karena kerja kerasnya telah selesai.

Dengan cepat dia membawa senampan lauk pauk yang akan ia hidangkan pada ratu di rumah ini, siapa lagi kalau bukan ibunya.

Setelah semuanya sudah ia hidangkan, Tami segera mengambil nasi dan lauk pauknya untuk mengisi perutnya yang sudah meminta jatah.

"Eeeh." Reni menghentikan aktivitas Tami. "Kamu jangan makan dulu, nih belikan dulu adikmu susu kesukaannya ke minimarket deket perempatan jalan." Ucap Reni dengan nada yang yang cukup bersahabat, tidak seperti biasanya yang selalu menunjukkan urat nadinya.

Dia menyodorkan uang 50ribuan satu lembar ke arah Tami. Dengan sabar Tami mengambil uang tersebut lalu melenggang pergi dari meja makan menuju mini market.

Di meja makan, Reni tersenyum licik dan terlihat senang melihat semua itu. Meski ucapannya tampak bersahabat, tapi dibalik semua itu dia memiliki niat yang jauh lebih jahat. Dia tidak ingin Tami beristirahat sedetikpun. Itulah keinginannya.

Dengan pakaian seadanya yang sudah bercampur banyak keringat, Tami berjalan kaki di sepanjang trotoar menuju minimarket.

Aura Tami di lingkungan luar memang berbeda, dia tampak acuh dan dingin. Bukan keinginannya bersikap seperti itu, tapi orang-orang disekitarnyalah yang membuat Tami bersikap demikian.

Dia sudah tiba di mini market, tidak perlu menunggu lama dia langsung mengambil satu paket susu kesukaan adiknya.

Saat perjalanan menuju kasir, tiba-tiba ponsel yang ada di saku celananya bergetar. Tami mengecek ponselnya, ternyata ada notif dari nomor tak bernama.

Dia mengklik pesan dari nomor baru itu.

0852××××××××
Hai Tami, gue dibelakang lo.
09:11

Tami terkejut, dengan cepat dia menoleh kebelakang. Betapa terkejutnya Tami setelah dia tahu orang itu adalah Praw!. Dia tidak tahu kenapa cowok itu bisa memiliki nomor ponselnya, dan kenapa juga disaat yang bersamaan dia berada di tempat yang sama denga Tami.

Dengan cepat Tami membalikkan badannya dan segera menuju ke kasir. Namun usahanya sia-sia, Praw terlanjur memegang tangan mungil Tami.

"Apaan sih, lepasin Praw!" Tami berusaha melepas genggaman Praw pada tangannya, namun dia tidak bisa karena tenaga Praw terlampau cukup besar hingga Tami tidak bisa menandinginya.

Hitoride (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang