Wei tampak kesal ketika melihat bus yang seharusnya ia tumpangi telah melaju tanpanya. Ia terlambat. Padahal ia sudah berusaha lari -yang diikuti oleh sosok pria bersurai merah yang selama ini tak bisa ia lihat- sekuat tenaga hingga keringat bercucuran.
Dering telepon dari saku celana Wei menyita atensi pria tersebut. Buru-buru ia angkat. Sekilas ada nama yang tertera.
"Se-selamat pagi, Sajangnim"
"Selamat pagi katamu?! Lihat jam berapa sekarang!"
"Ma-maaf Pak, saya terlambat!"
Spontan Wei membungkukkan badannya sambil menelepon meski orang di seberang telepon tidak melihat."Maaf, huh? Sudah kuperingatkan bulan lalu agar kau tidak terlambat dan kau mengulanginya?!"
"Sungguh, aku meminta maaf da-"
"Kau dipecat!"
TUT TUUT TUUUT
"Aaarrrgh!"
Wei yang frustasi berteriak kencang sambil menjambak rambutnya. Beberapa pejalan kaki disana terkejut, tak terkecuali Wooshin yang sedari tadi berada di sebelahnya. Dengan langkah gontai, Wei menuju tempat duduk yang ada di halte untuk mengistirahatkan dirinya. Wajahnya ia benamkan pada kedua telapak tangannya. Wooshin yang cemas, ikut duduk di samping pria malang itu. Meski tak terlihat oleh Wei, raut wajah Wooshin saat ini begitu khawatir, dalam hatinya ia ikut bersedih.
"Seharusnya aku membantumu, tapi mengapa kau jadi sial begini?"
"Ya Tuhan, sekarang apa yang harus kulakukan?"
Merasa diajak bicara, Wooshin memperhatikan Wei. Meskipun ia tahu tak ada yang dapat melihatnya, bahkan orang yang berlalu-lalang tadi.
"Hanya dengan dua kerja sambilan aku rasa tidak akan cukup"
"Andaikan ada yang bisa kulakukan.."
Sahut Woosin yang jelas tak bisa didengar Wei.
"Padahal deadline akhir bulan ini"
Wooshin yang tidak tau harus berbuat apa hanya bisa menepuk-nepuk pundak Wei dan sesekali mengelus punggungnya.
Jelas saja Wei tidak merespon, tapi Wooshin tetap melakukan itu meski tahu Wei tidak akan merasakannya.
Dari sudut mata Wooshin, ia melihat ada seorang nenek tengah berjalan di zebra cross dari seberang halte bus. Matanya melebar saat ia melihat lampu untuk pejalan kaki adalah merah, sementara dari arah lain -yang sebenarnya masih agak jauh- sebuah truk melintas. Namun dengan kecepatannya yang cukup kencang tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan.
"Celaka!"
"Wei! Wei!! Cepat tolong nenek itu!!"
TIINTIINNN
Klakson truk itu memecah pikiran Wei yang tengah kalut. Netranya langsung menangkap situasi di hadapannya. Tanpa pikir panjang, ia melompat ke jalan, berlari. Jarak truknya semakin dekat.
"Sial. Tidak ada waktu"
Batin Wei. Ia pun menggunakan tubuhnya untuk melindungi si nenek sebisanya.
CIIIIITTTTTT
Decitan ban dan aspal yang keras memenuhi telinga Wei.
"Ah, Tuhan, apakah begini akhirnya?"
Wei yang pasrah, menutup matanya.
Sepersekian detik kemudian, Wei membuka matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Shooting Star [Weishin][✔]
Fanfiction"Tuhan, bolehkah aku berada di sampingnya dan membantunya?" Pinta sebuah bintang jatuh bxb lee jinhyuk x kim wooseok fantasy