6-Home

602 89 18
                                    

Keluarga Namjoon dan Yoongi serta keempat anggota Bangtan lainnya telah sampai lebih dulu di National Sky and Forest Memorial Park ketika Jungkook dan Yoongi turun dari mobil. Yoongi menghargai niatan mereka untuk menunggunya dan tak menyapa Namjoon lebih dulu.

"Tak ada orang yang berhak untuk menyapa putraku lebih dulu dibanding dirimu, Nak," kata ayahnya Namjoon ketika Yoongi menghampiri gerombolan yang berkumpul di dekat pintu masuk. Baik nada bicara maupun aura yang dimilikinya, menunjukkan wibawa yang menyatu dengan kebijaksanaan. Kualitas yang juga mengalir dalam diri Namjoon.

Senyum pengertian dan tatapan penuh kasih yang diberikan ibunya Namjoon membuat mata Yoongi berair. Tatapan itu masih sama dengan beberapa tahun yang lalu saat Namjoon memberitahukan tentang hubungan mereka berdua. Tak ada tentangan, tak ada amarah. Yang ada hanyalah kasih yang tenang, disusul kalimat yang tak kalah melegakan, "Terima kasih telah mencintai putraku dan menerimanya dengan segala hal yang menyertainya, Yoongi-ya."

Tepukan Seokjin di pundak Yoongilah yang akhirnya membuat Yoongi sadar ia harus kembali meneguhkan hatinya. Tentu ini bukan pertama kalinya ia berkunjung ke tempat ini meningingat tiap bulan di tanggal yang sama ia selalu datang ke tempat ini. Namun tetap saja sensasi perasaan campur aduk itu tak bisa ia singkirkan begitu saja. Akhirnya setelah tiga kali menarik napas dalam, Yoongi pun mantap melangkahkan kakinya, meniti satu per satu anak tangga yang dibatasi dengan potongan-potongan dahan pohon. Rombongan kecil itu terus mendaki hingga menemukan pohon wild cherry dengan papan kecil bertuliskan nama Namjoon di sana.

Mereka berderet rapi membentuk barisan setengah lingkaran dengan Yoongi ditengahnya. Semuanya diam, memberi kesempatan pada Yoongi untuk bicara lebih dulu.

"Namjoon-ah, hari ini aku punya dua hal yang ingin kupamerkan padamu; foto komorebi yang terlihat dari pohon ceri di halaman belakang rumah kita dan cerita tentang sepasang kakek nenek yang menyeberang jalan saat aku dan Jungkook ke sini tadi. Kau benar, cinta yang tak semarak memang lebih menarik dan bisa membuat iri setengah mati. Aku memang tak bisa lagi melihatnya secara langsung melalui kedua mata cokelatmu, tapi aku tahu kau akan selalu punya jalan untuk menunjukkan tatapan seperti itu padaku. Aku percaya kau selalu punya cara untuk memelukku lewat tangan-tangan semesta. Selalu..."

Hening. Tak ada yang bersuara. Semua larut dalam kata-kata Yoongi, juga angin sepoi yang berembus membelai rombongan kecil itu. Tak bersamaan memang, tapi satu per satu mereka menyadari, bahwa Namjoon sedang menyapa mereka. Lewat tangan semesta.

***

Seandainya ada kekuatan kosmik yang mampu mengentikan waktu di satu titik, Yoongi akan memilih detik di mana pertama kalinya Namjoon memeluknya dari belakang, menopangkan dagunya di pundak Yoongi meski ia harus membungkukkan badan, lalu menempelkan pipi kirinya ke pipi kanan Yoongi. Keduanya menikmati detik-detik matahari terbenam di salah satu resort di Pantai Coronado, beberapa hari setelah konser pertama mereka di Rose Bowl.

Yoongi tak menyangka Namjoon akan mengambil langkah seberani ini. Bukannya ia keberatan, hanya saja, meski ia sudah bisa mengira Namjoon punya perasaan lebih untuknya, lelaki berlesung pipi itu bukanlah orang yang bisa menunjukkan afeksinya lewat tindakan, apalagi secara terang-terangan seperti ini. Berpelukan dengan sesama anggota Bangtan saja perlu momen khusus. Namun, tentu Yoongi tak mau menyia-nyiakan momen ini. Karenanya, ia memutuskan untuk memegang lengan Namjoon dengan jemarinya dan menggeser sudut kepalanya hingga ia merasa posisi mereka sama-sama nyaman.

Tak perlu saling melihat, tak perlu saling bertanya. Toh mereka berdua sama-sama tahu keduanya menikmati momen ini. Jika pun diantara mereka ada yang melirik, yang dilirik masih bisa menarik napas lega. Semburat merah jambu di pipi masing-masing sedikit tersamarkan oleh jingganya sinar matahari yang beranjak tenggelam.

"Aku mencintaimu, Hyung."

Seketika Yoongi lupa caranya bernapas. Kenapa Namjoon suka sekali melakukan tindakan tanpa memberi aba-aba seperti ini?

"Hyung..." bisik Namjoon setelah tak kunjung ada respon dari Yoongi.

Seberapa banyak pun waktu yang diulur, Yoongi tetap tak bisa membujuk jantungnya untuk berdetak dalam irama normal, tetap tak bisa menyisihkan semburat merah jambu di pipinya. Karenanya, ia melepas tangan Namjoon yang memeluknya dari belakang, lalu memutar posisi tubuhnya hingga mereka berhadapan. Tentu saja Yoongi tak langsung mengangkat wajah. Tatapannya tertumbuk pada ujung sepatu sebelum akhirnya jemari Namjoon menyentuh dagu Yoongi, membuat tatapan mereka beradu.

"Ck. Kau tahu kan aku tak suka kalau tak bisa mengatakan apa-apa seperti ini."

Namjoon pun tergelak. Ia tahu gestur sederhana yang dilakukannya tadi telah meruntuhkan berlapis-lapis tameng yang dibangun Yoongi.

"Tentu," kata Namjoon, lengkap dengan senyum jenakanya.

Merasa tertantang, akhirnya Yoongi meraih wajah Namjoon, menangkupnya dengan kedua tangan. Dengan segenap keberanian yang tersisa, Yoongi mengeja kalimat yang telah lama ia simpan rapi, "Aku mencintaimu, Kim Namjoon. Sangat-sangat mencintaimu."

Detik itulah, alih-alih semburat jingganya matahari, Yoongi justru melihat kerlip bintang di mata Namjoon. Sesuatu yang tenang tapi sekaligus menghanyutkan. Sesuatu yang mengikat Yoongi selamanya. Sesuatu yang ia labeli sebagai RUMAH.

We won't talk but we'll be comfortable

If only I have you, it'll be my home

You know I want that

Home

You know you got that

Home

Sweater WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang