Segalanya tampak buram ketika Namjoon membuka mata. Namun, ia langsung tahu di mana dirinya berada. Dan yang paling penting, ia tahu siapa sosok yang tidur di sampingnya. Ia ingat tawa lepas yang semalam terdengar, kecupan-kecupan lembut yang ia berikan, juga pelukan hangat yang ia terima. Lelaki berlesung pipi itu ingat, semalam ia bahagia, sangat-sangat bahagia. Sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya, mampukah ia mencecap kebahagiaan yang lebih besar dari yang semalam ia rasakan?
Mata Namjoon yang semula tertumpu pada langit-langit kamar, beralih pada sosok yang masih tertidur di sebelahnya. Seberkas cahaya yang menembus kaca jendela, jatuh di bagian kelopak mata yang masih terpejam, membuat si empunya mengerutkan kening diiringi dengan embusan napas dan suara pelan yang tak jelas antara gumaman atau erangan.
Tak tega melihat sosok di sebelahnya terganggu, Namjoon pun mengganti posisinya hingga menghalangi sinar matahari agar tak jatuh di wajah yang tampak begitu damai dalam tidurnya. Dengan posisinya sekarang, Namjoon bisa lebih leluasa memperhatikan wajah yang menjadi alasannya bertahan sejauh ini. Ada sensasi aneh tapi nyaman yang menyusup dalam hati Namjoon tiap kali melihat wajah itu di pagi hari. Wajah yang mengingatkannya pada galaksi Andromeda yang terlihat di belahan langit utara ketika musim gugur tiba.
Layaknya ilmuwan yang semakin tertarik menyingkap satu demi satu rahasia yang dimiliki galaksi terdekat Milkiway, Namjoon pun merasakan hal yang sama terhadap sosok yang masih lelap di sampingnya. Semakin ia tahu, semakin ia tenggelam. Semakin banyak yang terungkap, semakin tak bisa ia menghindar. Namjoon telah terperangkap di dalamnya dan tak punya niatan untuk beranjak.
Bagi Namjoon, setiap orang memiliki warna yang menjadi jati dirinya. Jika orang-orang pada umumnya hanya memiliki satu kode warna tertentu di mata Namjoon, lain halnya dengan seseorang yang masih terlelap di sebelahnya. Sosok itu seolah menjadi wadah dari semua gradasi warna biru, mulai dari yang paling muda hingga paling tua. #2F2F4F midnightblue, adalah kode warna yang berhasil Namjoon identifikasi pertama kali saat bertemu dengannya. Warna yang juga mendominasi citraan Andromeda lewat teleskop ultraviolet. Misterius, keras, dan menyimpan banyak rahasia. Seiring berjalannya waktu, Namjoon disuguhkan pada biru yang menenangkan layaknya warna langit di musim panas yang cerah. Hingga akhirnya ia sampai pada kode paling terang, nyaris transparan; #D1EEEE-light cyan.
Seingat Namjoon, bangun pagi tak pernah terasa seringan ini. Bangun pagi tak pernah terasa sehangat ini. Ia tak ingat kapan terakhir kali merasa utuh. Yang ia tahu hanyalah ingin berlama-lama di momen ini, mencecap setiap rasa yang ada, dan mengagumi segala hal yang ada dalam diri sosok berkulit pucat itu. Sepuas yang Namjoon mau. Tanpa sadar, tangan Namjoon mengusap lembut pipi tembam di hadapannya, berusaha merekam baik-baik sensasi yang terasa ketika kulit mereka bersentuhan.
"Joon-ah."
Suara serak itu mencegah pikiran Namjoon berkelana, membuatnya kembali mengarahkan fokus pada sosok yang sekarang sudah membuka mata.
"Hyung..." Alih-alih menyelesaikan kalimatnya, Namjoon memilih untuk memeluk tubuh Yoongi dan mencium puncak kepalanya. Ia berusaha mengingat-ingat semua kosa kata yang ia tahu, tapi rasanya tak ada satu pun yang cukup untuk menyampaikan apa yang ia rasakan.
"Kau tahu kan aku bisa dengan mudah membaca pikiranmu?" Yoongi menjeda kalimat untuk menipiskan jarak mereka. "Kau tak perlu mengatakan apa-apa. Dan aku tahu kau pun tahu apa yang kurasakan."
Namjoon terkekeh. Dengan Yoongi, ia tak perlu repot-repot mengatakan banyak hal. Dengan Yoongi, setiap gestur dan tatapan mata memiliki arti yang bermakna. Cara mereka berkomunikasi tak lagi hanya lewat bahasa verbal. Satu kemewahan yang harus ditebus dengan kebersamaan selama bertahun-tahun.
"Aku tahu kau masih ingin bermalas-masalan, tapi aku sudah kelaparan."
Namjoon kembali terkekeh sebelum akhirnya melepas pelukan, menyibak selimut, lalu beranjak meraih sweater biru langit yang tergeletak di lantai tak juh dari tempat tidur.
"Hyung, haruskah aku membuatkanmu sarapan?" tanya Namjoon karena Yoongi belum juga beranjak dari tempat tidur.
Tak ada kata-kata yang terlontar sebagai jawaban. Yang ada hanyalah senyum manis Yoongi yang mengembang. Keduanya pun tertawa. Pagi itu mereka berbagi kebahagiaan yang sama, cinta yang sama, juga pemahaman yang sama.
***
Yoongi menggelengkan kepala. Sweater usang di tangannya memang tak pernah gagal menyeret Yoongi dalam kenangan-kenangannya bersama Namjoon. Yoongi memang tak punya pengetahuan yang luas mengenai kode warna. Ia juga tak tertarik untuk repot-repot menghafalkannya. Namun untuk yang satu ini, Yoongi hafal di luar kepala. #D1EEEE deep blue sky. Itulah kode warna sweater yang ada di tangannya. Benda paling berharga bagi Yoongi.
"Hyung tahu kenapa aku suka sekali menatap langit?" tanya Namjoon suatu hari.
Yoongi diam sejenak, memilah jawaban mana yang diinginkan Namjoon kali ini. "Kau pernah bilang, menatap langit selama dua puluh menit bisa membuat seseorang merasa bahagia."
Lesung pipi Namjoon kembali terlihat sebelum akhirnya ia berkata, "Karena dari sekian banyak gradasi warna biru, biru langit adalah yang paling tepat untuk mewakilimu, Hyung."
Biru langit adalah warna yang paling menonjol dalam diri Yoongi. Karena itulah, langit selalu mengingatkan Namjoon pada Yoongi. Karena itu pulalah, Namjoon suka sekali memakai sweater usang yang dibelinya dengan royalti pertamanya, sweater berwarna serupa birunya langit saat pertama kali dibeli.
Dering ponsellah yang akhirnya mengalihkan perhatian Yoongi dari sweater di tangannya dan kenangan-kenangan yang berebutan untuk melintas. Ia pun meletakkan sweater itu ke dalam lemari, lalu mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. Nama yang terlihat di layar membuat kening Yoongi berkerut.
Jungkook
Hyung
Aku dalam perjalanan ke rumahmu
Jangan terlalu lama berdandan
Yoongi
Aku tak ingat memintamu menjemputku
Jungkook
Awas kalau sampai kita terlambat
Dari dulu, maknae yang satu itu memang tak punya rasa takut dan tak ambil pusing dengan larangan Yoongi. Ketika anggota Bangtan yang lain memilih untuk menunjukkan pengertiannya dengan cara memberikan jarak dan waktu bagi Yoongi menyendiri, Jungkook justru sebaliknya. Ia memilih untuk berada di samping Yoongi, terutama untuk saat-saat seperti ini.
Yoongi pun menutup lemari, lalu berjalan ke cermin yang terletak di pojok kamar. Senyum satir mengembang di bibirnya ketika ia menatap tampilan dirinya di cermin. Setelan jas hitam yang ia kenakan tampak pas di badannya. Sama seperti saat pertama kali ia memakainya tiga tahun yang lalu. Tanpa ia sadari, setitik air bening jatuh dari pipinya, bertepatan dengan Mikrokosmos yang mengalun dari ponselnya.
You got me
I dream while looking at you
I got you
inside those pitch black nights
The lights we saw in each another
were saying the same thing
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweater Weather
Fanfiction"Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang begitu mirip denganmu, Hyung?" tanya Jimin suatu sore. Yoongi pun tersenyum, lalu menjawab, "Sangat indah. Rasanya seperti aku belajar untuk mencintai diriku sendiri pada saat yang bersamaan."