Yoongi mengerjapkan mata, menatap langit-langit kamar yang dicat hitam dengan aksen putih menyerupai bintang yang menyebar, mirip dengan langit malam ketika bulan hanya berupa garis lengkung tipis. Pemandangan mewah yang sulit didapatkan mengingat Seoul sudah bermandikan cahaya terang dari lampu-lampu gedung. Karenanya, dua tahun lalu Namjoon bersikeras untuk mengecat langit-langit kamar menyerupai langit malam. Lelaki yang satu itu memang mendadak sentimental tiap kali membicarakan tentang langit, tanaman, kepiting, juga debu kosmik. Ah, Kim Namjoon dan segala pikiran randomnya. Segaris senyum kontan mengembang di pipi tembam Yoongi.
"Dasar Kim Namjoon. Pagi-pagi sudah mengganggu pikiranku. Bisa nggak sih menunggu lebih siang sedikit," gumam Yoongi seraya menyibakkan selimut. Alih-alih menyiratkan rasa kesal, suara itu justru terkesan menggelikan.
Ia menggeliat lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Salah satu kebiasaan Namjoon yang menular pada Yoongi adalah memakai jam tangan sebelum tidur. Supaya bisa langsung bangun dan tidak bermalas-malasan katanya. Konyol sekali, kan. Padahal ada jam dinding, jam digital di layar ponsel, juga jam weker yang bisa ditaruh di meja. Tapi Namjoon tetaplah Namjoon. Orang yang sangat menghargai waktu.
Setelah mengambil ponsel yang diletakkan di meja samping tempat tidur, Yoongi bergegas ke dapur. Ia butuh kafein untuk memulai hari, terutama hari ini. Ada banyak hal yang harus ia lakukan.
"Satu cangkir saja, Hyung. Jangan lebih. OK?" Suara itu keluar dari ponsel yang langsung membuat Yoongi meringis. Alarm pertamanya yang berbunyi setiap jam sembilan pagi.
"Kau ini. Pagi-pagi sudah mengomeliku. Lewat alarm pula. Bilang saja kau malas menelepon," kata Yoongi meski tahu ia tak akan mendapatkan balasan.
Sesampainya di dapur, Yoongi berdiam diri di depan seperangkat peralatan membuat kopi. Baiklah, hari ini ia akan patuh pada peringatan Namjoon untuk hanya minum secangkir kopi. Karenanya, ia menjatuhkan pilihan pada metode drip. Ia ingin menikmati secangkir kopi dengan aroma kuat tapi memiliki tekstur yang ringan.
Lelaki berkulit pucat itu tampak cekatan memanaskan air, berpindah ke mesin grinding untuk menggiling biji kopi ke ukuran medium course, lalu menyiapkan kertas saring dan Chemex*. Gerak-geriknya menimbulkan kesan bahwa ia menikmati setiap proses yang dilakukannya. Lihat saja, ia tampak riang menyenandungkan Seesaw saat menuangkan air panas untuk membasahi kertas saring yang diletakkan di Chemex.
Ketika suara serak karena baru bangun tidur itu sampai di bagian chorus, Yoongi telah menuangkan tiga sendok bubuk kopi yang baru ia giling, lalu menuangkan air panas di atasnya dengan gerakan melingkar. Senyum simpul mengembang di bibirnya saat kopi mengembang dan menguarkan aroma yang khas. Perhatiannya terpusat pada tetesan-tetesan air yang jatuh ke dasar Chemex. Yoongi yang dulu, tak akan punya banyak waktu untuk melakukan hal-hal ribet seperti ini. Namun, setelah Bangtan tak lagi malang melintang di panggung musik, Yoongi yang memilih untuk tetap bekerja di balik layar setidaknya punya lebih banyak waktu untuk hal remeh temeh semacam ini.
Setelah selesai dengan proses menyeduh kopinya, Yoongi berjalan ke sisi kiri untuk membuka tirai yang menutupi dinding kaca. Di luar sana, matahari sudah bersinar terang. Pohon ceri yang ditanam di halaman belakang rumah sudah memamerkan kuncup yang bersiap untuk merekah. Dengan ponselnya, Yoongi mengambil beberapa gambar. Ia tersenyum puas saat melihat hasilnya. Berkas cahaya yang menerobos di sela daun dan kuncup bunga ceri memberikan efek hangat di foto yang diambilnya. Ah, Namjoon pasti suka melihatnya, pikir Yoongi.
Detik berikutnya, ia membuka media pemutar musik di ponselnya. Tak butuh waktu lama, lagu Serendipity pun mengalun. Yoongi menutup mata, menghayati alunan musik yang mengiringi suara Jimin. Semua orang tahu, Namjoonlah yang menulis lirik lagu ini. Namun, tak banyak yang tahu bahwa lagu itu adalah hadiah pertama yang diberikan Namjoon untuk Yoongi.
Semesta bergerak untuk kita, tanpa melewatkan hal sekecil apapun
Kebahagiaan kita telah digariskan, karena kau mencintaiku dan aku pun mencintaimu
Kim Namjoon adalah perayu paling ulung di dunia. Setidaknya begitu menurut Yoongi. Yang membedakan, perayu yang satu ini menuangkan segenap perasaan dan jiwanya dalam setiap kata yang dituliskannya, membuat rangkaian kata itu terasa memiliki ruh yang mampu membelai jiwa-jiwa yang merindukan pelukan.
Sebelum semakin tenggelam, Yoongi berjalan ke pantry, mengambil kopinya lalu kembali berdiri menghadap halaman belakang. Matanya kembali tertuju pada kuncup bunga ceri di luar sana, sementara hidungnya membaui aroma kopi yang menguar. Serendipity masih mengalun dalam mode berulang. Perpaduan yang sempurna untuk menyambut pagi.
"Kim Namjoon, kau pasti akan iri setengah mati," bisik Yoongi. Kali ini ia tak bisa menyamarkan kegetiran yang mengalir lewat suaranya.
*Alat penyeduh kopi berbahan dasar gelas kaca dengan bentuk menyerupai jam pasir atau bentuk 'X' dan dilengkapi pegangan yang berbahan kayu asli pada bagian tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweater Weather
Fanfiction"Bagaimana rasanya mencintai seseorang yang begitu mirip denganmu, Hyung?" tanya Jimin suatu sore. Yoongi pun tersenyum, lalu menjawab, "Sangat indah. Rasanya seperti aku belajar untuk mencintai diriku sendiri pada saat yang bersamaan."