Prolog

281 75 44
                                    

2020

Tiap kali aku memandang langit, aku tersadar bahwa aku ada dibumi. Aku akan ingat jarak yang begitu jauh ada pada langit dan bumi. Aku sekarang mengerti bagaimana perasaan seseorang yang berada pada perumpamaan bagai langit dan bumi. Hari ini disebuah coffe shop kesukaanku ditemani dengan secangkir vanilla latte dan sebuah notebook yang kini menyala didepanku aku akan mencoba menulis kisah ini. Kisah yang aku sendiri belum tahu bagaimana akhirnya.

Biar kuceritakan awalnya, ini adalah kisah langit dan bumi. Kisah yang kusaksikan sendiri, bukan hanya menyaksikan namun aku juga ikut andil dalam kisah itu. Mereka bagaikan langit dan bumi. Siapa yang tidak mengenal ungkapan itu. Ungkapan yang mengarah pada dua hal yang sangat jelas perbedaannya dan tidak bersesuaian. Langit dan Bumi adalah ruang yang berbeda. Langit dengan kebanggaannya yang tak tergapai dan Bumi dengan gravitasinya yang biasa terinjak-injak. Namun, satu hal yang pasti langit selalu menaungi bumi. Dan tentunya lewat langit, hujan menyatukan keduanya.

Seperti halnya hujan yang menyatukan langit dan bumi, disinilah aku Raina Audina. Kisahku hanyalah pendukung kisah orang lain. Disaat itu aku tersadar bahwa hidup tak selalu bercerita tentangku. Kadang perlu menjadi bagian kisah hidup orang lain meski bukan pemeran utamaanya.

***

Gimana nih ceritanya hehe

Masih belajar aku
Semoga kalian suka, kalaupun kemungkinan nanti kalian bosan karena ini temanya kebanyakan mengungkit  masa lalu tetap percayalah kalau cerita ini beda dari cerita lain

Ditunggu vote dan komennya

💖😊

Salam,

Filda Adriani

Takdir HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang