|| Tiga ||

78 20 12
                                    

"Cuaca yang sudah ditetapkan saja bisa berubah apalagi hati yang memang tak pernah ditetapkan untukku"

***

"Rain!" Untuk kesekian kalinya Nesya memanggilku sambil menepuk bahuku pelan, aku yang tengah telengkup diatas meja sambil menutup mataku berharap bisa masuk kealam mimpi hanya bisa pasrah dan bangun meladeninya.

Dua jam pelajaran pagi ini free, katanya guru-guru sedang rapat untuk pembelajaran awal semester. Tadinya Nesya begitu sibuk dengan buku matematikanya menyalin rumus-rumus dari materi yang akan dipelajari nantinya.

Yupp, tahukan tokoh murid pintar peringkat satu seangkatan dialah yang mengambil peran itu. Tiga semester berlalu ini dia selalu berada diposisi itu, selain pintar dia juga ambisius apa yang diinginkan harus ia dapatkan dan mungkin karena sikap ambisiusnya itulah yang membuatnya memiliki sifat yang tidak ingin dikalahkan, ia akan sedikit sensitif dengan orang yang akan menyainginya.

"Hoamm..apa sih Sya" Ucapku sambil mengucek mataku

"Lo nggak kangen apa, sejak tadi kau belum nyapa aku lohh" Ya ampun inilah Nesya Lituhayu, hal kecil bisa saja jadi hal besar.

Padahal bukannya kebalik, sejak aku datang dia sibuk dengan bukunya atau bisa saja dia nggak sadar aku datang. Aku tidak menyapanya karena takut menganggunya.

"Yee..itu alasan kamu bangunin aku?" kataku dengan ketus pura-pura kesal

"Loh, kok kamu sensi gitu sihh, aku hanya ingin ngobrol tapi kalo nggak mau ya udah" Sepertinya dia sudah mulai terpancing. Aku tersenyum berusaha menahan tawa sudah lama dia tidak mengomeliku

"Ngapain senyum-senyum"

"Ya ampun Nesya sahabatku, Aku kangen banget sama kamu" Sambil merentangkan kedua tanganku.

Kini tawaku pecah melihat ekspresinya yang pura-pura jijik "Ini kan yang kamu mau hm?

"Nggak gitu juga kali Rain" Katanya dengan geleng-geleng kepala.

"Mau juga dong dipeluk"

Celetuk Tama dibelakang. Ketua kelas yang sedari tadi main game. Kini dia merentangkan kedua tangannya sambil menutup matanya. Nesya yang melihat itu langsung mengambil buku tebalnya dan....

"Aw, buset dah Sya" Aku hanya tertawa melihatnya. Jika seperti ini nih dalam hitungan ketiga biasanya Tama akan menarik rambut Nesya. Dan lihatlah yang terjadi Tama menarik rambut Nesya kemudian berlari, Nesya tak ingin kalah lantas bangkit mengejarnya

"TAMA! MATI LO!" Begitulah keduanya, hal semacam ini sudah biasa terjadi sehingga dengan mudah ditebak. Baik Nesya maupun Tama yang memulai duluan endingnya akan tetap saling kejar-kejaran. Melihat keduanya aku hampir lupa dengan Akash dimanakah ia sekarang, kelas berapakah kelas barunya sayang rasanya nggak sekelas bareng.

"Bu Lisda Rain"

Nesya kembali dengan nafasnya yang ngosh-ngoshan. Kemudian dibelakangnya ada Tama yang juga ngosh-ngoshan. Anak-anak yang tadinya berkeliaran langsung duduk ditempatnya masing-masing ketika Bu Lisda memasuki ruangan.

Kali ini Bu Lisda tidak sendiri dua siswa dibelakangnya mengekor dan aku kenal salah satunya dia Akash sementara disebelahnya gadis yang tidak sengaja kutabrak tadi pagi, aku tidak mengenalnya karena kami belum berkenalan aku hanya tahu wajahnya.

"Itu bukannya tetangga kamu?" Bisik Nesya padaku aku hanya meresponnya dengan anggukan.

Nesya kenal dengan Akash mereka pernah bertemu saat Akash liburan saat itu juga Nesya juga ada dirumahku. Seperti ada yang menjanggal selama dua jam ini dimana mereka berdua berada, di ruang kepala sekolahkah?

Takdir HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang