|| Lima ||

46 6 3
                                    

📌Please read this story to the end
📌You will get the feel later

***

Hujan, akhirnya langitpun membuangnya setelah beberapa hari ini memberi tanda namun tak kunjung melakukannya. Langit tidak jahat tapi ia sudah cukup baik untuk memendamnya selama itu. Berada diposisi layaknya hujan seolah menuntutku untuk selalu siap akan segala konsekuensi yang terjadi nantinya. 

Hujan dipagi hari merupakan suatu hal yang sangat sensitif, semua orang sibuk berangkat kerja, siswa-siswi  berangkat kesekolah dan beberapa pekerja harus menunda pekerjaannya karena hujan. Andaikan hujan adalah manusia bagaimana ia akan menghadapi berbagai cercaan orang yang tidak menginginkan kehadirannya, dianggap sebagai penghalang dan pengganggu. 

Namun tidak bagi siswa sepertiku yang akan sangat senang menyambut hujan dipagi hari ini, menjadikan hujan sebagai alasan untuk bermalas-malasan terlambat kesekolah adalah jalan ninjaku saat ini. Bagaimana tidak, hujan membuatku masih bergelung manja dibawah selimut dengan suaranya  sebagai lagu pengantar tidur.

Tapi, tidak ada kesenangan yang akan  abadi contohnya saat ini seorang wanita paruh baya datang menyingkap selimutku dan meneriakiku dengan suara lantangnya "Rain, kamu ini yah.." Saking kesalnya karena aku tak kunjung membuka mata wanita itu menjewer telingaku "Aduh sakit ma!" Yap wanita itu adalah seorang wanita yang mengandungku selama sembilan bulan lalu melahirkanku biasanya dinegara ini wanita itu disebut dengan ibu atau bunda ataupun umi tapi yah pokoknya dia adalah Mamaku.

"Aw..ampun Ma, ini Rain udah mau bergegas."

"Yang kenceng Ma! Rasain deh Rain, makanya punya telinga tuh dipake buat bangun." Suara yang Bukannya menyelamatkan adiknya, kak Talia justru terus mengompori Mama. Mendengar itu aku hanya mencebik kesal kearahnya.

Aku paham akan sikap Mama. Menurutku itu tidak keterlaluan untuk sampai menjewer telinga anaknya, karena mama memang orang yang sangat menghargai waktu sifatnya itu sebelas duabelaslah sama kak Talia.

"Sana berangkat, mumpung kakak kamu mau anterin kamu sama Pandu."

"Dianterin dia?" Tanyaku dengan nada seakan-akan tak percaya.

Mama hanya menjawabnya dengan anggukan lalu berjalan kearah dapur meninggalkanku.

"Buruan! Pandu ayo." intruksi kak Talia berjalan duluan.

Melihat Pandu yang ingin bergegas membuatku gemas sendiri hingga sengaja tangan ini menarik earphone ditelinganya yang otomatis membuatnya berhenti.

"Ck, apasih kak?"

"Lo mau gak kongkalingkong ama gue?"

"Malas." Singkat, padat dan ketus. Lalu berjalan meninggalkanku. Pandu memang sangat ahli menolak seseorang dengan ampuh.

"Ting."

WhatsApp

Akashh: gue jemput gak nih? bang Arsen mau pinjemin mobilnya

Raina: gak usah. Kak Talia tiba tiba mau anterin.

Akashh: yaudah deh.. gue ikut lo aja boleh gak? Siapa tau hujannya awet soalnya bang Arsen juga mau ngampus.

Takdir HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang