Burung-burung berterbangan di cakrawala, matahari yang tadinya masih terlihat mulai menenggelamkan dirinya, dan langit mulai memperlihat warna jingganya menandakan hari sudah sore.
Memakan waktu yang cukup lama hingga dia sampai ditempat terkutuk ini. Dari luar tempat ini bisa dibilang rumah yang normal. Dengan pintu, jendela, berlantai dua, dan taman bunga yang menghiasi rumah ini. Tetapi, itu hanya bagian rumahnya. Hanya penampilan rumahnya. Bagaimana dengan pemilik rumahnya?
"Tadai-" belum sempat dia mengucapkan salam, dirinya sudah dilempar tepat di kepalanya dengan mangkuk keramik dan dibentak dengan suara yang keras.
"DARIMANA SAJA KAU? SEHARUSNYA KAU TAHU SEKARANG JAM BERAPA. APA AKU TIDAK MENGAJARIMU MEMBACA JAM? APA AKU PERLU MENYURUHMU MEMBAWA JAM DINDING DI RUANG TAMU AGAR KAU TIDAK TERLAMBAT PULANG LAGI." Teriak orang itu yang tak lain adalah ibunya sendiri.
'Lagi-lagi.' Batinnya. Dia sudah tak tahu lagi bagaimana cara menghadapi ibunya yang sudah sangat keterlaluan terhadap dirinya. Dia hanya dapat menahan rasa emosinya dengan mengepal erat kedua tangannya hingga kuku-kukunya memutih, dan menggigit lidahnya menahan teriakan atau apapun itu yang bisa saja keluar dari mulutnya.
"Kenapa diam saja Yuki? Seharusnya kau menjawab pertanyaan Okaa-san." Ucap seseorang yang muncul dari arah dapur, orang itu adalah kakak perempuannya.
"Aku tadi membersihkan kelas. Dan aku juga terlambat naik kereta api." Balas Yuki sambil jalan menuju tangga dan memegang kepalanya menahan rasa sakit akibat lemparan mangkok itu.
"Lalu kaki nee-chan kenapa? Apakah kau terjatuh lagi saat sedang membersihkan papan tulis? Atau, jangan-jangan kau jatuh dari tangga lagi?" Kali ini adik perempuannya sendiri yang bertanya. Tapi tidak ada rasa khawatir didalam diri adiknya itu, melainkan rasa senang, walaupun tidak terekspos di wajahnya tetapi Yuki tau kalau wajah adiknya itu memancarkan rasa senang seperti baru saja dibelikan boneka beruang besar.
"Ya kau benar, aku terjatuh dari tangga Lagi." Tukas Yuki. Sebenarnya Yuki sedikit malas menjawab pertanyaannya adiknya sendiri. Tapi mau bagaimana lagi saat ini ibu dan kakaknya yang kejam sedang menatapnya tajam.
"Makanya kalau jalan lihat-lihat." Celetuk kakaknya mengejek.
"Kau obati kakimu itu CEPAT. Kalau tidak aku akan mematahkan kakimu itu." Ancam Ibunya.
Yuki tidak merespon perkataan mereka berdua dan kembali berjalan menaiki tangga.
"YUKI."
"LUKA INI TIDAK SEBERAPA DIBANDINGKAN LUKA YANG DISEBABKAN OLEH KALIAN SEMUA. AKU HARAP AKU TIDAK DI KELUARGA INI. ATAU AKU HARAP AKU SEGERA MENGHILANG DARI DUNIA MENJIJIKAN INI." Yuki langsung menutup mulutnya dan merutuki dirinya sendiri tidak menyangka kata-kata itu bisa terlepas dari mulutnya begitu saja.
Detik berikut rambutnya sudah di jambak oleh kakak sendiri hingga membuatnya meringis kesakitan.
"Berani juga kau bilang begitu ya, yu-ki." Ujar kakaknya yang masih setia menjambak rambut. Yuki memegang rambutnya sambil menutup matanya menahan rasa sakit.
Kakaknya menyeret gadis bernama Yuki itu ke bawah menuju ruangan yang ada di dalam dapur. Saat dirinya diseret ibunya menatap Yuki marah sedangkan adiknya hanya tersenyum senang lebih tepatnya tersenyum mengerikan.
"Waktunya hukuman." Ucap kakaknya saat sudah sampai di depan pintu.
Cklek krieeet
Yuki langsung dilempar ke lantai hingga membuat perbannya terlepas dan lukanya kembali berdarah. "Kali ini kau tidak akan bisa berbicara seperti itu lagi." Kata kakaknya sambil memegang cambuk dan menatapnya dengan tatapan yang mengerikan. Pintu ruangan pun ditutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moon And Sun
FanfictionBulan... Bulan adalah ciptaan Yang Maha Kuasa. Ciptaan yang sangat penting bagi kehidupan. Bahkan aku juga mengaguminya. Cahayanya yang bukan berasal dari dirinya, membuatnya bersinar tidak terlalu menyilaukan mata. Cahayanya yang menyinari kegelapa...