Chapter 15

612 43 4
                                    

Aku nggak bisa nolak permintaan kamu, apapun alasannya. Tapi jika kamu meminta agar aku melupakan kamu, aku nggak akan bisa.

<<>0<>>

"Jadi Lesley, apa kau mau menikah dengan Gusion setelah lulus nanti?"

Lesley tertegun. Berarti ... mereka setuju?

Diamnya Lesley membuat ruang tengah mansion Vence terasa canggung. Mereka telah menyepakati lamaran Gusion, tapi keputusan tetap berada di tangan Lesley.

Gusion tersenyum tipis. "Kurasa Lesley tak lagi mencintaiku. Aku juga tak ingin memaksakan keputusannya, kalau itu yang ia mau," ujarnya.

"Baiklah kalau begitu. Kami mohon maaf atas penolakannya, Gusion," ucap ayah Lesley.

Gusion pun pamit untuk pulang. Cowok itu diantar menuju pintu depan oleh Lesley. Lagi, Lesley hanya berdiri di teras mansion hingga Gusion sampai di samping mobilnya.

Gusion membuka pintu mobil, kemudian mengambil sebuah paper bag coklat. Ia berikan itu untuk Lesley.

"Buat lo," ujar Gusion.

Lesley hanya mengangguk. Perasaan asing tiba-tiba hinggap dihatinya ketika Gusion tak lagi menyebutnya 'kamu' seperti sebelumnya.

"Mulai besok kita gak akan ketemu lagi. Itu kenang-kenangan terakhir dari gue sebelum pergi," lanjut Gusion.

Lesley mendongak, menatap mata silver Gusion yang berkaca-kaca. "Gus, aku ...."

"Kita harus jaga jarak biar gue bisa lupain lo. Gue sama Guin pindah ke luar kota besok," sela Gusion.

Gusion kembali menuju mobilnya. Air mata Lesley menetes. Sebelum Gusion memasuki mobilnya, Lesley berlari dan memeluk cowok itu erat.

"Ley," panggil Gusion. "Gue harus pergi."

Lesley menggeleng. Ia semakin mengeratkan pelukannya pada pinggang Gusion, menahan agar pemuda itu tak pergi.

"Ley ...."

"Jangan pergi, Gusion." Suara isakan Lesley semakin keras.

Gusion mati-matian menahan air matanya yang sejak tadi hampir keluar. Ia melepaskan tangan Lesley perlahan, kemudian masuk ke mobil dan segera menutup pintunya.

"Selamat tinggal, Lesley."

<<>0<>>

Lesley masih menangis hingga malam menjelang. Gadis itu tak menggubris ketukan pintu kamarnya. Ia hanya meringkuk di tempat tidur, memeluk boneka teddy bear putih yang diberikan Gusion sambil menangis.

"Les?" Suara Harley terdengar.

Cowok itu mengetuk pintu kamarnya beberapa kali. Dengan suara yang nyaring Harley berseru, "Gue dobrak nih pintu jangan marah, ya! Keluar gak lo?!"

Lesley tetap diam. Ia menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal agar Harley mengira bahwa dirinya sedang tidur.

Brakk!! Harley benar-benar menendang pintu kamar Lesley hingga terbuka. Cowok itu menghampiri tempat tidur Lesley dengan perasaan campur aduk, antara marah, kesal, juga muak.

Your ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang