A

5.7K 467 5
                                    

Matahari bersinar dengan terik, membawa hawa panas dan membakar di pesisir pantai. Dua jam yang lalu pesawatnya mendarat di bandara internasional Maldives, kemudian perahu yang telah disiapkan Itachi segera membawanya pergi dari keramaian, hingga di sinilah ia berada. Sasuke mengamati hamparan pasir panas yang bertemu dengan air samudera. Pucuk pohon kelapa melambai-lambai menari bersama angin, dan suara ombak menyatu dengan udara.

Dia menggeret koper biru donker berukuran sedang itu memasuki resort. Nuansa hijau dan cokelat menyejukkan mata. Pria itu berdiri di depan meja resepsionis, mengamati wanita berambut cokelat berkulit eksotis sibuk menjawab panggilan telepon. Mungkin ia harus menunggu.

"Kau... Sasuke?" Suara lelaki memanggilnya dari belakang. Ia menoleh, mendapati seorang pria berambut jabrik dengan kulit tan dan bertelanjang dada, menyengir lebar menatapnya. "Sobat!"

Sasuke membalas pelukan antar pria itu, ikut tersenyum saat teman lamanya bereaksi lebih, seperti biasanya. "Bagaimana kabarmu anak pantai?"

"Aku? Luar biasa," Namanya Naruto. Anak sulung keluarga Uzumaki yang jatuh cinta pada deburan ombak, dan memilih membuka usahanya sendiri, menyebrangi Samudera. Resort Hakuna yang berkembang pesat ini adalah kebanggaannya. "Kau sudah check-in?"

"Itachi sudah mengurusnya. Aku hanya ingin mengambil kunci."

Naruto melirik resepsionisnya yang berbicara di telepon, dia mendengus. "Maaf. Musim liburan menjadi gelombang sibuk di daerah ini. Aku akan mengurus kamarmu." Dia berjalan mendekati meja.

"Pemiliki resort indah ini menjamuku sendiri?" Sasuke terkekeh, "Aku tersanjung."

"Simpan pujianmu nanti," Naruto menyeringai. Kunci dengan gantungan buah kelapa itu dia lemparkan di udara. "Ini masih permulaan."

....

Resort Hakuna terletak di pantai Maafushi yang biru dan indah. Naruto memiliki selera bagus dengan rumah panggung dari kayu, yang beberapa malah tersebar dengan berada di atas air. Pasir menyimpan panas terasa hangat dan nyaman di kakinya yang telanjang. Suasana pantai yang sepi membuatnya nyaman, tidak terlalu banyak orang berkeliaran Sejauh ini.

"Apa penginapanmu sepi?" Naruto berjalan di depannya, menenteng travel bag berukuran sedang milik pemuda itu dengan semangat.

Si pirang menggeleng, "memang selalu seperti ini. Yang lain menyebar mengunjungi tempat wisata lainnya di siang hari, atau tertidur. Malam hari adalah pesta yang sebenarnya."

"Aaa.." Sasuke mengangguk pelan.

"Aku senang mendengar kabar dari Itachi bahwa kau akan liburan," Naruto tersenyum lebar, "dan lebih senang lagi saat menemukan namamu menjadi daftar tamu."

"Maldives tidak terlalu buruk," Sasuke terkekeh, "Aku juga ingin melihat sebagus apa daerah yang membuat anak setan sepertimu mau berusaha sendiri."

"Hei," Naruto mendengus tidak terima. Mereka berhenti berjalan dihadapan sebuah rumah panggung berukuran sedang, menghadap ke laut. "Ini milikmu sepenuhnya selama seminggu ke depan. Jika ada apapun itu yang kau butuhkan hubungi saja kami."

"tentu," Sasuke mengambil alih travel bag miliknya, kemudian menggeret kopernya naik.

"Besok kau bisa berselancar bersama, dan setiap malamnya akan ada pesta di pesisir. Itu daya tarik utama Hakuna, jangan ketinggalan."

"Iya-iya," Sasuke mendengus, melihat bagaimana sahabat pirangnya berlari kecil dengan semangat. Sebenarnya siapa sekarang yang sedang berlibur? Pemuda itu memasuki tempat tinggalnya dan mengamati suasana interior. Ada pantry kecil di sertai dua kursi tinggi, kulkas, kemudian sekat lain menghubungkan ia ke kamar tidurnya yang luas. Tempat tidur berukuran besar dengan banyak bantal, meja rias disertai kaca, lalu kamar mandi.

Dia meletakkan semua barang bawaannya di lantai, kemudian melepaskan topi dan kacamata hitamnya. Ruangan ini dominasi cokelat menenangkan, tidak buruk. Sasuke melangkah menuju pintu geser yang besar, berupa kaca yang mempertontonkan secara langsung biru laut dan hamparan pasir. Dia membuka pintunya dan melangkah keluar. Di balkon, leluasa menikmati aroma air asin.

Lelaki itu menopang kedua tangannya di pagar pembatas yang setinggi pinggang. Onyx kelamnya tidak bosan hanya diam dan mengamati pemandangan. Pilihan Itachi tidak salah, dia memang butuh berlibur. Pekerjaannya yang dinamis dan bergempur menyesuaikan kehidupan perkotaan tidak pernah memberikan jeda. Setelah drop dan selama seminggu penuh dirawat di rumah sakit, Itachi, kakak sulungnya, bersikeras agar ia mengambil cuti pertamanya selama dua tahun belakangan ini, dan bersenang-senang. Sasuke tidak menyesal menerima tawaran itu yang mengantarnya di tempat ini.

Sasuke berdiri. Mungkin dia harus sedikit berjalan-jalan di kota, seperti yang lainnya. Liburan bukan berarti berdiam diri.

.0.

Dia menaiki kapal penyebrangan yang membawanya ke Male, kota terbesar sekaligus ibukota. Awalnya hanya berjalan-jalan, kini mengantarnya ke salah satu rumah makan yang tampak paling ramai dikunjungi. Dia belum mengambil makan siang, jadi sedikit sajian akan sangat dibutuhkan.

"Permisi," dia mengucapkan dengan Inggris yang fasih. Pelayan yang tadinya bercakap-cakap, beralih padanya, menatapnya penuh minat.

"Yes?"

Sasuke menunjuk makanan dan minuman yang terpajang di kasir. Pelayan berambut cokelat itu mengangguk, memberi Sasuke nomor pesanan dan mengarahkannya duduk di salah satu meja kosong. Dia tidak keberatan menunggu, tampaknya antrian akan sangat panjang.

Ia mendudukkan diri, memandang sekeliling, ruangan dipenuhi wajah asing. Sasuke menyalakan ponselnya. Ada beberapa pesan dari Itachi, mama dan papa, yang menanyakan kabar dan apakah ia menikmati waktunya. Sasuke membalas dengan pesan singkat, bahwa Maldives tidak buruk dan dia baik-baik saja. Dan selebihnya mengacuhkan pemberitahuan masuk dari kantor. Ini cutinya.

Tubuhnya sedikit bergerak ketika seseorang lewat, menyenggol bahunya. "Astaga," bahasa jepang yang fasih.

Pemuda itu mendapati sosok gadis berambut merah muda yang digulung tinggi, balas menatapnya dengan pandangan bersalah. "Im sorry, I didn't mean it," ucapnya dengan wajah gugup.

Sasuke tersenyum tipis, mengangkat tangan, mengisyaratkan itu bukan masalah besar. Dan sang hawa membalas senyuman itu. Si merah muda kemudian berjalan, bergabung di salah satu meja yang sudah ditempati beberapa orang. Sasuke melihat mereka saling bercengkrama dan bercanda, tampaknya rombongan yang sama.

Dia tidak terlalu memusingkan hal tersebut, seharusnya. Namun tatapan matanya sesekali tertuju pada wanita berambut unik yang tertawa, memamerkan gigi putihnya. Menangkap gerakan tubuhnya yang mulus, hanya mengenakan tank top putih dan celana pendek jeans, menjerat kedua mata itu untuk tidak berpindah.

"twenty five!" Sasuke melompat kecil dari duduknya, itu nomor pesanannya. Dia berdiri, dan berjalan untuk mengambil pesanan. Namun ada gadis itu yang menyusul di sebelahnya.

"twenty five?" pelayan berwajah mongoloid itu menatap keduanya bergantian. Dan Sasuke menunduk sedikit agar bisa berhadapan dengan wanita itu.

Si merah muda menggeleng, "I want to make my order," ujarnya dengan suara jernih. Sasuke terpaku di tempat.

"You. Twenty five?" Sasuke memalingkan wajah, mengangguk. Dia mengambil alih nampan berisi makanan dan minumannya. Kemudian saat ia berpaling, wanita itu tersenyum kecil. Mata emeraldnya berbinar jernih, dan bibir merah itu mengulas Senyum sederhana.

Temperatur meningkat drastis di sekelilingnya.

.0.

AmanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang