Chapter 13

1K 143 30
                                    

Peggy sudah menjemput Steve didepan rumah Tony. Peggy merasa bingung ada apa dengan Steve yang tiba-tiba memintanya untuk menjemputnya dan memintanya untuk membatalkan laporan kasusnya dan berniat untuk segera pulang ke LA. Namun begitu Peggy merasa lega ia bisa kembali pulang.

"Bisa secepat ini kau mau memutuskan untuk pulang! padahal kami baru saja mau istirahat. Kenapa kau memutuskan untuk mencabut laporannya?" Wanda penasaran.

"Aku hanya tak ingin berlama-lama dengan situasi ini. Aku sudah rindu rumahku!" Steve memaksa tersenyum.

"Apa kau yakin?"

"Ya. Besok ambil jam terbang sore dan paginya aku akan mencabut laporan kasusku!"

"Baiklah! Dimana Tony? Sebaiknya kita berpamitan padanya.

"Aku sudah. Jika kalian mau silahkan kedalam!" Steve begitu datar dan ada rasa kecewa dari sikapnya. Peggy dan Wanda hanya bisa menerima itu tanpa mau menanyakannya.

"Wanda aku titip salam pada Tony ya jika kau masuk."

"Ok!" Wanda masuk kedalam rumah dan bertemu Tony.

"Hai Tones.. Kami ingin berpamitan pada mu, Peggy titip salam mungkin tak bisa menemuimu. Tony... Aku tidak tau apa yang terjadi diantara kalian, kau dan Steve tapi aku sangat berterima kasih banyak padamu untuk segala yang telah kau lakukan padanya dan membantu kami sejauh ini untuk menjaganya. Aku tak bisa membalas apapun, aku harap kau dan aku bisa terus terhubung, ini nomor telepon ku!" Wanda memberikan kartu namanya. "Seperti yang ku katakan kau harus datang ke pernikahanku. Dan jadilah dari bagian kami. Aku menunggumu..!" Wanda memeluk Tony begitu erat. "Kau jaga dirimu baik-baik." kemudian melepaskan pelukkannya dan mengelus kedua lengan Tony. "About Steve... pesawatnya akan berangkat besok sore!" ia meninggalkan senyuman pada Tony.   "See you soon Tones." kemudian benar-benar pergi.

Tony hanya mampu berdiri seiring mobil mereka semakin menjauh suaranya dan perlahan menghilang. Tony meletakkan kartu nama itu di sebuah laci dekat teleponnya dan berjalan menuju dapur.

Semua bayangan yang pernah terjadi di setiap sudut ruangan rumah ini tergambar jelas dalam ingatannya bagaimana hidupnya berubah sejak ia membawa Steve kesini. Semua ruangan menjadi begitu hangat begitu nyaman, Steve dan dirinya begitu menikmai kebersamaan mereka selama ini.

Tony tak mampu menahan tangisnya. Ia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri atas ini semua, ia mulai tak bisa sendiri seperti ini. Tapi ia merasa lega bahwa Steve sudah jatuh kepada orang yang tepat. Dan itu tak akan pernah mau dihancurkan olehnya.

Tony hanya melempar lempar bola kastinya saat ia rebahan di kasurnya. Tak ada lagi suara yang membuatnya kesal tapi hatinya bahagia, tak akan ada lagi celotehan Steve yang kadang sering menggodanya dan tak adalagi orang yang menyebalkan karena selalu saja tidak tahu diri, Tapi ia merindukannya.

Tony harus bisa kembali berjalan. Inilah realita yang harus dijalaninya ia harus kembali menjadi Tony yang kemarin sebelum Steve datang dan memberi kesempatan pada Potts untuk mengisi harinya meskipun ia tau ini akan menjadi lama karena hatinya terus saja menolak namun ia akan terus melakukannya.
.
.
.
.

"Pagi Tony!" sapa teman kerjanya saat ia masuk ke dalam ruangan karyawan dan ia membalasnya juga.

"Hey!" Rhodey datang dari sudut lain.

"Hay Rhodes!"

"Boleh ku tanya suatu hal?"

"Pagi-pagi kau selalu mengintrogasi. What?"

"Kau kemarin kemana?"

"Tidak kemana-mana!" Balasnya sambil sibuk berganti seragam.

"Telingaku masih merekam suaramu kemarin saat di telepon, kau bilang kau sedang diluar! Diluar tak melakukan apa-apa tidak mungkin! Ayolah jelaskan." sebenarnya Tony malas sekali membahas ini karena pasti ia akan menyebutkan nama Steve lagi. "Hey.. Jawablah!"

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang