Bab 3

4.9K 561 103
                                    

Raditya termenung di luar ia tak berani masuk ke dalam ruang rawat kakak mau pun mamanya. Ia takut justru kedatangannya akan membuat mereka semakin stres. Raditya juga tidak berani pulang karena harus menjaga kakak dan mamanya.

Raditya tidak benci mereka. Raditya sayang mereka. Apa pun yang mereka katakan pada Raditya, tidak akan mempengaruhi rasa sayang di hatinya.

"Radit?" Radit menoleh. Lalu duduk dengan benar. Suster yang sudah biasa menangani Rahayu duduk di samping Radit.
"Kamu udah makan?" Tanya suster. Radit menggeleng.
"Makan yuk, suster traktir." Radit menggeleng. "Kenapa?"
"Nggak laper."
"Bohong," tebaknya. Radit menatap suster itu bingung.

Suster itu tersenyum dan mengusap kepala Radit kecil.
"Kamu mau jadi cowok hebat kan? Dengan cara membantu kedua orang yang kamu sayang?" Radit melotot namun langsung mengangguk cepat. Suster itu kembali tersenyum.

"Kalau jadi cowok hebat, apa yang harus ia miliki?"
"Uang?" Tebak Radit lirih. Suster itu menghela nafas.
"Iya, itu betul. Tapi, uang hanya untuk urutan kesekian. Yang paling utama adalah kesehatan." Radit melongo.
"Sehat?"
"Iya, kalau kamu punya uang banyak tapi kamu sakit-sakitan, emang bisa nolong orang?" Radit menggeleng.
"Kalau kamu punya uang tapi kamu lemah, apa kamu bisa nolong orang?" Radit menggeleng lagi.
"Jadi?" Tanya suster.
"Raditya harus jadi sehat dan kuat dulu, baru bisa bantu kakak dan mama."

"Anak cerdas!" Puji suster. "Kamu sekolah kelas berapa sekarang?" Tanya suster lagi.
"Nggak sekolah." Suster nampak kaget.
"Kenapa?"
"Mama, nggak punya uang." Radit menunduk lagi. Suster itu menghela nafas dan menyentuh jemari Radit.

"Yaudah, lupakan. Kita makan, yuk." Radit langsung mengangguk dan mengikuti suster itu.

🥀🥀🥀

Keadaan Yeni semakin memburuk. Rasa bersalah pada anaknya membuat ia tak bisa berfikir jernih. Kepalanya terus berdenyut nyeri. Matanya terpejam namun bibirnya selalu mengucap kata maaf untuk Rahayu.

Raditya yang melihat kondisi Yeni merasa sedih. Sudah seminggu ia menginap di rumah sakit. Namun, baik mama atau pun Rahayu tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda mereka akan segera membaik.

Kembali Raditya harus terpuruk. Ia mengusap perutnya yang mulai lapar. Raditya adalah anak laki-laki yang memilki nafsu makan yang besar. Namun, ia selalu menahan rasa lapar itu.

Ia tak mau terus menyusahkan suster cantik bernama Ana itu. Setiap ada Ana. Raditya biasanya bersembunyi. Sampai Ana pergi, barulah ia kembali ke ruang rawat sang kakak atau mama nya.

Dan kali ini Radit sudah tak mampu lagi menahan rasa laparnya. Perutnya sangat lapar sampai rasanya sakit.

Akhirnya ia memberanikan diri untuk keluar dari rumah sakit.
"Mama, aku cari makan dulu ya," pamit Raditya pada Yeni yang masih terpejam itu. Raditya pun melangkah kan kaki kecilnya ke luar rumah sakit.

Ia melihat sekeliling halaman rumah sakit. Banyak mobil dan motor berlalu-lalang keluar masuk rumah sakit. Banyak juga penjual makanan di luar pagar rumah sakit. Rasa laparnya semakin menjadi-jadi.

Raditya tidak boleh mencuri. Ia harus jadi anak baik, itu yang selalu mama dan kakaknya tanamkan. Walau mereka miskin, tapi mereka tak boleh mengemis.

Walau mungkin pekerjaan Yeni sendiri bukanlah pekerjaan halal. Namun, ia tak mau anak-anaknya menjadi seperti dirinya. Mereka harus berubah dan nasib, ada di tangan mereka.

Raditya menutup matanya sejenak. Berfikir kira-kira pekerjaan apa yang cocok untuk dirinya yang kecil ini. Dan siapa yang mau menerima pekerja kecil macam Raditya.

🥀🥀🥀

Rahayu kembali membuka matanya. Setiap ia membuka mata wajah Raditya yang muncul pertama kali. Namun, kali ini ada yang berbeda. Ia melihat wajah sang adik nampak sedih dan bahkan menderita.

Pakaiannya lusuh dan kotor. Adiknya terdengar merintih menahan lapar. Rahayu langsung tersadar sepenuhnya. Ia rindu adiknya.

"Raditya!!" Jerit Rahayu. Suster Ana yang memang sedang berada di ruangan Rahayu langsung tersentak dan mendekat ke arahnya.
"Rahayu, kamu sudah sadar?" Tanya suster Ana.
"Mana... Mana adikku??" Tanya Rahayu panik.

"Tenang, kamu harus tenang ya. Adikmu baik-baik saja kok. Tenang ya."
"Tidak! Bagaimana aku bisa tenang. Adikku pasti kelaparan, kedinginan, ia butuh aku. Aku mau keluar." Rahayu terus berontak hendak keluar. Hingga suara pintu terbuka membuat Rahayu dan Ana menoleh.

Rahayu yang melihat adiknya langsung lompat hingga selang infus lepas dari tangannya. Darah mengucur namun, ia tak peduli. Rahayu langsung memeluk Radit dengan eratnya.

"Maafkan, kakak. Maafkan, kakak, Radit...." Raditya mengusap punggung sang kakak. Ia sendiri meneteskan air mata dan mengusapnya dengan tangan kotornya.

Rahayu melepas pelukannya dan menatap adiknya yang nampak lusuh dan kotor.
"Kamu, kamu habis ngapain?" Tanya Rahayu. Radit menggeleng.
"JUJUR SAMA KAKAK! KAMU HABIS APA!!!" Bentak Rahayu. Kedua matanya melotot. Raditya menunduk.

"Maaf... Kakak." Ana yang melihat Radit merasa kasihan. Ia pun mendekat dan menepuk pundak Rahayu.
"Rahayu, jangan marahi adikmu. Kamu tidak tahu apa yang sudah ia lalui tanpa mu dan ibumu. Harusnya kamu mendukung adikmu. Kalian harus kuat ya. Dan kamu, Rahayu." Rahayu menoleh.

"Kamu harus bisa menjaga adikmu, dan merawat ibumu, agar ibu mu cepat sadar." Rahayu tersentak.
"Mamaku, kenapa?"
"Mama, tidur terus kak. Tolong bangunkan mama, Kak." Rahayu kembali menatap adiknya.

Jadi, selama ia tak sadarkan diri. Raditya sendiri di rumah sakit? Bagaimana Radit mendapatkan makanannya?

"Dek, kamu udah makan?" Pertanyaan itu yang langsung terlintas dari fikiran Rahayu. Raditya langsung mengangguk dengan cepat.
"Kamu nggak bohong?"
"Enggak, kak. Aku udah makan."
"Kamu makan apa? Kan, suster belum beli makanan buat kamu." Rahayu langsung menatap Radit dengan tajam.

Raditya menundukan kepalanya. Ia takut.
"Jawab, dek. Kakak nggak akan marah. Asal, kamu jujur sama kakak."
"Bener, kakak nggak marah?" Rahayu menggeleng.
"Aku, makan bekas orang, kak." Dada Rahayu langsung berdenyut.

Rahayu mencoba sabar. "Makan bekas orang? Kamu minta?" Radit menggeleng. "Terus?"
"Aku... Aku ambil di tong sampah, kak." Rahayu dan Ana tersentak. Air matanya langsung menetes. Raditya memang tidak bisa hidup tanpanya.

Rahayu kembali memeluk sang adik.
"Maafin, kakak ya. Lain kali, kamu nggak boleh ambil makanan di tong sampah. Itu banyak kumannya. Kotor, janji ya."
"Janji, kak." Ana yang tak tega ikut memeluk kedua anak itu.

"Udah ya, nangisnya. Sekarang, Rahayu harus diinfus lagi."
"Yaahhh...." Rahayu mendesah

Rahayu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang