Bab 7

4.1K 589 108
                                    

Radit melihat Rahayu sudah cantik dengan bedak tipis seadanya. Kakaknya ini semakin lama semakin terlihat cantik dan menarik. Walau tinggi tubuhnya masih sama. Hanya naik beberapa cm saja. Yaitu sekitar 165 cm.

Sementara Raditya sendiri semakin tinggi saja, gagah dan tampan. Hidup di jalanan selama 11 tahun ini membuat tubuhnya terbentuk secara alami.

Rahayu yang merasa risih karena Radit menatapnya langsung balik badan dan menarik Radit untuk duduk di depan cermin.

"Ngapain lihatin kakak?" Tanya Rahayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ngapain lihatin kakak?" Tanya Rahayu.
"Pede!"
"Dasar jelek! Liat tuh, kalau bangun tidur langsung mandi, atau cuci muka gitu. Rambut masih acak-acakan juga," omel Rahayu.
"Diem, kakak sisirin, sini."

Radit pun hanya pasrah dan membiarkan Rahayu menyisir rambutnya. Radit menatap Rahayu dari cermin.

Kakaknya yang selalu berjuang demi dirinya. Menabung sedikit demi sedikit hingga bisa mengontrak rumah petak. Lalu kerja banting tulang ke sana kemari.

Dari memulung, sampai menjadi tukang cuci piring dan baju. Semua kakaknya lakukan agar mereka punya tempat tinggal yang layak.

Dan kini, di usia mereka yang sudah 20 tahun. Rahayu mampu menyewa rumah yang lebih besar. Ada tiga petak di dalamnya. Ruang tamu, tempat tidur dan dapur.

Radit tidur di ruang tamu. Sementara Rahayu di kamar. Sewa rumah itu lumayan murah ukuran di ibu kota. Sekitar 1.200.000.

Radit juga tidak tinggal diam. Ia membantu Rahayu mencari uang dengan menjadi kuli panggul atau kuli bangunan jika sedang ada rumah yang di bangun. Dan tak lupa kerjaan utamanya. Ngamen!

Ia kerjakan apa pun asal menghasilkan uang dan itu halal. Bukan hasil mencuri, mencopet atau  begal.

"Oke, udah ganteng. Sekarang mandi sana!" Radit langsung manyun. Kalau ujung-ujungnya suruh mandi, kenapa harus repot di sisirin segala?

🥀🥀🥀

Rahayu nampak sibuk mengantar makanan. Kini, Rahayu sudah tidak jadi tukang cuci piring lagi. Tapi naik jabatan jadi pelayan restoran.

"Silahkan, bapak, ibu. Ada lagi yang mau di pesan?" Tanyanya ramah.
"Itu aja cukup, kalau ada lagi nanti saya pesan."
"Oke, ibu. Selamat menikmati." Rahayu pun pergi ke belakang setelah pembeli mengangguk dan berterima kasih.

"Ayu."
"Ya?" Jawab Rahayu saat bartender memanggilnya.
"Antar ini dong. Ke nomor 8."
"Oke, kak." Rahayu pun dengan cepat mengambil nampan, menaruh gelas jus itu dan langsung berjalan cepat ke arah meja nomor 8."

"Silahkan pesanannya, kak." Rahayu menaruh gelas itu di meja yang berisi satu orang pria tampan.

"Ada yang mau di pesan lagi, kak?" Seperti biasa, Rahayu akan mengatakan kalimat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada yang mau di pesan lagi, kak?" Seperti biasa, Rahayu akan mengatakan kalimat itu. Namun, nampaknya pelanggan satu ini tidak begitu suka dengan Rahayu yang cerewet.

"Saya tidak suka di tanya. Kalau saya butuh, saya akan panggil. Jadi, tolong. Pergilah." Rahayu merasa bersalah di sini. Ia pun meminta maaf dan langsung pergi dari hadapan sang pelanggan dengan cepat.

Rahayu memperhatikan pria itu. Pria berjas hitam dengan kemeja hitam. Nampak sedang kesal. Ia berkali-kali melihat ponselnya dan menaruhnya kembali. Terus seperti itu hingga jus yang ia pesan terasa hambar.

Saat itulah ia meminumnya.
"Uuhhh... Jus apa ini?" Pria itu bangun dan mencari Rahayu.
"Mana pelayanan tadi!!" Teriaknya. Rahayu yang mendengar itu langsung buru-buru mendekat.

Wajah Rahayu ia siram dengan air jus. Membuat pelanggan lain heboh di buatnya. Angga, bartender yang membuat jus langsung menghampiri Rahayu.
"Ada apa ini?" Tanyanya.
"Ada apa? Saya yang harusnya tanya ada apa dengan jus di sini? Kenapa rasanya hambar dan tidak enak!!!"

Praankkkk

Gelas itu pun hancur lebur. Rahayu ketakutan. Kakinya tekena goresan beling karena ia memakai rok pendek.

"Maafkan saya...."
"Bukan salah kami, Ayu. Bapak ini yang salah."
"Kamu menyalahkan saya?"
"Ya! Karena itu salah bapak sendiri. Saya lihat kok, bapak diamkan jus itu hingga es nya mencair. Saat bapak minum, jus itu tidak bapak aduk dulu. Itu yang membuat rasanya jadi hambar. Karena yang bapak minum itu air es batu."

"Cih... Bisa saja alasannya. Kalau saya bilang jus di sini tidak enak ya tidak enak. Dan pelayanan di sini juga payah! Cerewet. Nggak guna!!"

Pria itu langsung melempar uang 100 ribuan pada wajah Rahayu dan keluar dari sana.

Tubuh Rahayu gemetar. Angga langsung membawa Rahayu ke dalam.

🥀🥀🥀

Rahayu mendapat teguran dari manager. Walau Angga sudah memberitahu alasannya tapi tetap saja. Manager menyalahkan Rahayu.

Rahayu pulang dengan perasaan tidak menentu. Ia merasa lelah. Ia butuh istirahat. Hingga ia mendengar suara decitan mobil di belakangnya dan tak lama suara benturan terdengar nyaring.

Rahayu sampai berteriak kencang karena kaget melihat kecelakaan di depan matanya.

Jalanan sepi. Mobil itu menabrak pohon. Rahayu bergegas menghampiri mobil yang ringsek. Ia melihat ke dalam. Rahayu terkejut karena pengemudi itu pingsan.

Dengan cepat Rahayu berlari menjauh mencari pertolongan. Ia meminta bapak-bapak untuk membantunya membuka pintu mobil.

Setelah lima orang berusaha membuka pintu mobil. Pengemudi pun bisa di selamatkan. Rahayu membawa pengemudi itu ke klinik terdekat karena jarak rumah sakit sangat jauh.

Rahayu menunggu hingga pria itu siuman. Sementara bapak-bapak penolong sudah pulang lebih dulu.
Rahayu membayar pengobatan pria itu menggunakan uang yang ada di dalam dompetnya. Karena Rahayu sendiri tidak punya uang.

Setelah 30 menit ia tak sadarkan diri. Pria itu membuka matanya. Ia nampak memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri.
"Kau... Pe...pelayan itu kan?" Rahayu mendekat dan mengangguk.

"Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Membunuh, bapak." Pria itu melotot ngeri. "Saya bercanda. Bapak tadi kecelakaan. Saya bapak ke sini."
"Terus... Kamu minta imbalan?"
Rahayu langsung geram. Rasanya ingin ia botak kepala orang ini.

"Saya nggak semiskin itu kok." Rahayu hendak melangkah pergi. "Eh, mau ke mana?" Rahayu menoleh.
"Apa? Kan udah saya tolong. Saya juga gak minta uang. Sekarang apa lagi? Mau nuduh saya apa lagi?"

Pria itu menunduk. Merasa bersalah. "Maaf. Maafkan sikap saya. Saya tidak bermaksud seperti itu."
"Ya, dimaafkan. Sudah ya. Saya mau pulang."
"Eh tunggu."
"Astaga! Apa lagi?"
"Nama kamu siapa?" Rahayu menghela nafas. Lalu pergi begitu saja. Ia tak mau berurusan dengan laki-laki yang tidak di kenal.

Kalau Radit tau. Ia bisa marah. Adiknya itu kan posesif.

Rahayu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang