Bab 6

3.8K 523 62
                                    

Rahayu dan Radit kelelahan. Mereka akhirnya rebahan di depan toko yang tutup. Uang yang terkumpul mereka simpan baik-baik di tas. Mereka akan sangat irit menggunakannya.

"Capek ya, kak."
"Iya, dek. Mama hebat ya, bisa cari uang buat kita. Padahal mama sendirian." Radit mengangguk. Dan mereka menerawang kembali mengingat masa-masa di mana masih ada mama di sampingnya.

Tak terasa air mata malah meleleh ke pipinya.
"Yah, kakak kok nangis?"
"Maaf, ya. Kebawa suasana." Radit menatap Rahayu dan mengusap lengannya.
"Kita harus kuat ya, kak. Kita kan berdua. Kita pasti bisa cari uang yang banyak." Rahayu langsung tersenyum lebar dan mengangguk mantap.

"Iya, dek! Pasti!" Mereka berpelukan di tengah kecamuk hati mereka sendiri.
Berbohong bahwa hari esok akan lebih baik dari sekarang. Berhayal bahwa besok mereka bisa makan dan tidur enak.

Ya... Semangat untuk esok. Agar mereka yakin mereka masih hidup.

🥀🥀🥀

Ku buka album biru....
Penuh debu dan usang....
Ku pandangi semua, gambar diri....

"Nih, udah sana," usir seorang bapak-bapak yang tengah makan di pasar. Radit langsung sumringah mendapat uang dari bapak itu.

Ia masukkan uang itu ke dalam saku celananya dan mencari Rahayu. Radit melihat Rahayu tengah mengamen di tempat bermain anak-anak. Beberapa menolak memberikan uang pada Rahayu. Dan satu dua orang memberi uang seribu rupiah.

"Kak!" Rahayu menoleh dan tersenyum. Mereka pun bertemu dan duduk di pinggir jalan.
"Dapat banyak nggak, kak?"
"Dikit, dek. Suara kakak jelek sih."
"Nggak apa-apa, kak. Aku dapat lumayan nih."
"Oh, ya?" Radit mengangguk. Lalu memperlihatkan hasil mengamennya.

"Wah... Ada 20 ribu. Asikk... Bisa makan nasi kita dek."
"Iya, kak. Ayo, cari makan." Radit bangun dan menggenggam tangan sang kakak. Mereka mencari warteg terdekat.

"Dek."
"Ya?"
"Beli, nasi lauknya tempe sama sambel aja ya."
"Nggak pakai sayur, kak?" Rahayu menggeleng lemah.
"Kenapa, kak?"
"Uang 20 ribu itu. Harus bisa kita tabung walau sedikit, dek. Buat jaga-jaga kalau nanti kita laper lagi."

Radit berfikir sejenak lalu mengangguk. "yaudah, kakak yang atur aja ya." Radit menyerahkan uang itu pada Rahayu. Rahayu mengusap kepala sang adik.
"Makasih ya dek, kamu percaya sama kakak."
"Ya, kak."

Rahayu pun memesan nasi dan tempe dua bungkus. Mereka habis 12 ribu. Sisanya Rahayu simpan di dalam tas.

"Ayo, makan." Mereka pun makan dengan lahapnya. Keceriaan terlihat di wajah mereka yang mulai kotor karena debu.

Rahayu dan Radit saling bercanda melepas lelah setelah makan. Mereka main kejar-kejaran. Hal yang dulu tidak mereka lakukan karena status Yeni yang seorang pelacur.

Kini mereka bebas berlari. Tanpa takut orang mengenali mereka sebagai anak pelacur.

🥀🥀🥀

Radit dan Rahayu kembali ke tempat istirahat mereka. Yaitu depan toko yang sudah tutup. Ia menaruh kardus bekas di sana agar tidak terasa dingin.

"Mau cuci muka nggak?" Tawar Rahayu.
"Emang ada air?"
"Nih, tadi kakak ambil air di mushola sana pakai botol plastik gede."
"Wih, asiikk... Seger nih." Mereka pun bergantian mencuci wajah mereka.

Lalu mereka berganti baju dengan yang bersih.
"Tutupin pakai kardus, dek."
"Ya, kak." Rahayu mengganti bajunya dengan di tutup kardus.
"Udah kak?"
"Udah." Radit menurunkan kardus itu dan meletakkan kembali ke lantai.

"Yey... Kakak nggak bau lagi."
"Tapi, nanti baju kotor ini kita cuci di mana kak?"
"Di WC umum aja."
"Kan, bayar kak."
"Ya, ngamen dulu lah kita. Baru cuci bajunya. Oke." Radit nampak murung. "Kenapa?"
"Capek, kak. Dari pada uangnya bust cuci baju, mending buat beli sayur. Aku bosen makan pakai tempe kak."

"Dek, kita harus bersyukur. Masih bisa makan walau cuma pakai tempe. Kan nyuci baju cuma lima ribu. Kita ngamenya lebih pagi aja. Gimana?"
"Yaudah deh, ikut kakak aja."
"Gitu dong!" Radit mencoba tersenyum.
"Aku ngantuk, kak."
"Yaudah, tidur yuk."

Mereka pun tidur dengan beralaskan kardus bekas.

🥀🥀🥀

Berhari-hari mereka mengamen dan menabung sedikit demi sedikit. Agar mereka bisa makan lebih layak dan bisa mandi setiap harinya.

Mereka tidak pernah menyerah dan tidak mengeluh. Mereka banyak berteman dengan sesama anak jalanan. Namun, penampilan mereka berdua terlihat lebih bersih di banding yang lain.

Dan itu membuat masalah tersendiri. Rahayu selalu menjadi incaran preman dan anak jalanan yang bengal.

Setiap hari mereka harus berlarian menjauh dan bersembunyi dari kejaran para preman.

Semenjak itu Rahayu selalu memakai kaos milik Radit. Kaos longgar dan tak membuat tubuhnya terekspos. Selama ini Rahayu berfikir berpakaian itu tidak akan menimbulkan banyak masalah. Karena ia sering melihat Yeni memakai pakaian terbuka dan seksi.

Ia fikir pakaian seperti itu adalah umum. Namun, ia salah. Ia sadar sekarang. Jika perempuan berpakaian terbuka membuat banyak pria hidung belang tertarik padanya. Dan itu berbahaya.

Setelah menyadari hal itu. Rahayu dan Radit mencari tempat baru. Mereka pergi dengan bis satu ke bis lainnya hingga mereka sampai di Jakarta bagian Utara.

Tempat paling panas dan paling berbahaya. Banyak kejahatan dan kecelakaan yang terjadi setiap harinya. Namun, bagi Rahayu dan Radit. Mungkin tempat itu lebih aman. Di banding tempat lama mereka.

Pakaian Rahayu tidak pernah lagi ia pakai. Ia hanya memakai pakaian Radit. Hingga lima potong kaos itu mereka pakai secara bergantian. Mereka tetap tidur di emperan toko atau halte.

Paginya mereka mengamen di pasar tradisional dan pasar malam. Di tempat baru ini. Mereka mendapatkan penghasilan yang lumayan. Orang-orang yang mungkin sudah terbiasa memberi pada pengamen membuat Radit dan Rahayu mudah mendapatkan uang.

Hingga Rahayu berfikir untuk mencari pekerjaan tambahan.

Rahayu (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang