4 - Cute

82 2 0
                                    


Pagi ini gue buru-buru dateng ke sekolah. Kegiatan belajar di hari kedua setelah masa orientasi ternyata belum dilaksanakan. Murid-murid di kelas gue masih diberikan kesempatan oleh wali kelas sekaligus guru matematika untuk mengenal tata tertib di kelas, sebelum nantinya harus bertempur dengan aljabar. Baru aja liat desain cover buku matematika, asam lambung gue mulai naik. Salah banget udah nggak sarapan pagi, eh ternyata pelajaran pertama nya matematika. Untung aja gue duduk diseberang kanan nya Bestari. Sesekali lihat wajah putih nan bersinar nya Bestari ternyata bisa menghentikan produksi asam lambung berlebihan.

Gue masih belum punya keberanian buat kenalan langsung sama Bestari. Gue merasa insecure dengan hasil cukuran rambut mamang-mamang yang bikin rambut gue jadi model cepak Brimob. Iya, karena kakak kelas yang dendam dengan masa lalu, yang membuat kami para murid cowok harus diplontosin rambutnya pas ospek kemarin. Tapi mau gimana lagi, daripada kepala gue disepak sama kakak kelas, mending dicepak dari awal biar nggak cari masalah.

Selama di kelas gue merasa gelisah. Alias geli-geli basah. Temen duduk di sebelah gue, Evan, ngajak bercanda main cute-cutean sampai gue keringetan karena banyak bergerak. Evan adalah temen lama gue dari SD. Evan ingin menyebarkan tradisi cute (cubit tete), yang sudah dipopulerkan sejak kami di bangku SD. Hingga akhirnya gue terjengkang dari kursi sambil mengeluarkan suara jeritan yang keras dan melengking dari mulut gue. Guru yang sedang menulis peraturan di papan tulis, dengan reflek langsung membalikkan badan.

"Ternyata peraturan yang saya tulis, manfaatnya tidak sia-sia ya," Ucap Pak Iwan sambil melipatkan tangan di dadanya.

Gue nggak terlalu takut dengan Pak Iwan kalo lagi marah. Menurut informasi dari kakak gue, Pak Iwan itu orang nya selow dan lucu banget. Makanya asam lambung gue nggak naik sampai tenggorokan setelah tau dia yang mengajar matematika di kelas gue. Namun, karena kondisinya gue jatuh dari kursi ke lantai karena cubitan Evan yang keras banget, terus diketawain sama temen-temennya Bestari, asam lambung gue akhirnya naik lagi. Asli, gue malu banget kalo sekelas tau kegoblokan gue yang saban hari belum sembuh juga.

"Maaf pak, tadi saya dicute sama Evan," ujar gue, sembari berusaha bangun dari lantai.

"Eh, enak aja lo nuduh gue hahaha," ujar Evan dengan tawa iblisnya dan menunjuk-nunjuk muka gue.

"Siapa lagi kalo bukan lo, goblok!" ketus gue dengan nada berbisik.

Rasa sakit dari cubitan Evan masih berbekas di dada. Gue masih mencoba mengusap-ngusap supaya sakit nya berkurang. Kayaknya gue salah satu orang yang punya Post-Traumatic Stress Disorder di peradaban laki-laki doyan main cute. Gue jadi korban percutean dari SD. Sejak itu, gue selalu reflek melindungi dada gue setiap temen gue mau ancang-ancang.

Kalo kalian di masa depan melihat seorang cowok bawa papan bertuliskan "Hapuskan Permainan Cute Demi Generasi Yang Lebih Baik" di car free day, itu artinya gue lagi menyebarkan kampanye agar pemerintah bisa membuatkan undang-undang pidana untuk tindakan kriminal yaitu, cute.

"Kamu tolong yang abis jatuh tadi, segera catat yang ada di papan tulis. Saya lagi menulis, bukan melukis." perintah Pak Iwan ke gue.

Yang bilang bapak melukis siapa?

"Siap pak."

Menulis adalah kegiatan termager gue di sekolah. Menulis yang tulisannya udah terpampang di papan tulis aja mager banget, apalagi kalo ketemu sama guru yang suka dikte tulisan, tapi gaya nya Eminem wannabe alias cepet banget ngomongnya kayak lagi dikejar debt collector. Belum lagi pulpen yang suka hilang begitu aja. Padahal hari terakhir liburan, sebelum masuk sekolah, gue udah beli pulpen selusin. Pasti ada aja pulpen yang dicuri sama kakak kelas saat ospek kemarin. Iya, tas nya ditaruh diruangan osis. Udah pasti ada yang diembat sama tukang begal pulpen dan alat tulis yang lainnya.

FANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang