5 - Sahabat Ku Absurd

40 1 0
                                    


Seketika gue nggak percaya dengan dunia ini. Suara itu seperti kehaluan yang melintasi kuping dan bikin bulu kuduk berdiri. Gue berusaha mengalihkan suara itu layaknya gue pura-pura nggak denger sama bendahara kelas yang lagi menagih uang kas. Sungguh rasanya suara samar tadi membuat gue penasaran. Tangan gue jadi keringet dingin, gemeteran, sekaligus memberikan dampak yang baik yaitu, menulis catatan di papan tulis jadi terasa sangat cepat. Semakin cepat gue menulis, semakin nggak bisa dijanjikan kualitas tulisannya. Waktu gue kelas 5 SD, setelah pulang dari sekolah, gue pernah menukarkan sobekan kertas catatan pelajaran biologi di apotik. Yang dikasih malah obat ambeien untuk anjing sama farmasi nya.

Sret!

"Ah, salah. Sial!" gumam gue secara nggak sadar yang langsung mendapat respon dari Bestari.

"Kenapa, Pan? Salah tulis ya?" tanya Bestari.

"Iya, Bes, gue buru-buru nulis. Jadinya grogi terus kecoret deh, hehe."

"Ngapain juga buru-buru. Kayak kiamat besok aja, Pan."

Lambung gue yang besok kiamat kalo gue ga buru-buru nulis, sayangku.

"Nggak gitu sih. Gue nggak sempet sarapan tadi. Gue buru-buru biar bisa makan keluar gitu, Bes," Ucap gue berusaha menjelaskan ke Bestari.

"Ohh, itu sih lo nya yang telat bangun," Kata Bestari sambil menyalahkan gue.

Impresi kedua setelah gue liat Bestari, selain merupakan cewek tionghoa berparas cantik, ternyata dia juga cewek yang ngeselin. Andaikan lambung gue transparan, mungkin Bestari percaya kalo ada lahar api neraka yang sedang melapisi dinding lambung gue. Salah gue juga sih tadi pagi telat bangun dan nggak sempet sarapan. Mungkin perkataan Bestari tadi bisa bikin gue introspeksi diri kalo besok pagi nggak boleh lupa sarapan lagi.

"Iya, Bes, tadi pagi gue telat bangun. Ngomong-ngomong lo nggak istirahat kebawah nih?" tanya gue dengan penasaran.

Bestari menyisir rambut dengan kelima jarinya, memandang ke luar jendela. "Hmm, sebenernya gue lagi males ke bawah sih, Pan."

"Males ke bawah sama nggak dikasih duit jajan beda tipis loh," kata gue sambil ketawa pelan.

"Maksud lo?" Kening Bestari berkerut.

"Eh, nggak, maksudnya... eh, lo ada tipex nggak?"

"Lo aneh deh, haha. Masa tiba-tiba jadi panik gitu setelah gue tanya," ucap Bestari sambil mencarikan tipex di kotak pensil nya. "Nih, tipex nya. Lo pake aja dulu sampe pulang sekolah. Jaga-jaga siapa tau lo masih grogi."

Gue grogi karena ada lo!

"Ohh, iya, makasih ya, Bes. Nanti pulang sekolah gue balikin. Kalo inget tapi ya."

"Heh! Harus inget!" kata Bestari dengan nada serius. "Kalo nggak lo balikin, besok nya gue suruh lo makan tipex ya."

"Iya... iya. Pasti gue balikin kok. Tenang aja."

***

Setelah kejadian Bestari pinjemin tipex ke gue di hari kedua sekolah, gue jadi sering ngobrol sama Bestari di kelas. Gue lebih leluasa untuk mengekspresikan keabsurdan gue di depan kelas. Gue berhasil membuktikan bahwa cewek cantik pun bakal luluh sama cowok culun yang pinter melawak. Sampai akhirnya tidak terasa kami sudah naik ke kelas 2 SMP. Gue seneng ternyata gue bisa sekelas lagi sama Bestari. Sayangnya, Evan juga ikutan sekelas dengan gue. Mau dibawa kemana nasib tete gue kalo ternyata Tuhan menyatakan gue harus selalu berteman dengan Evan.

FANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang